Materi kalabahu 39 tentang Gerakan Buruh dalam Era Roformasi (18/4) disampaikan oleh Ilhamsyah, ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI). Ilhamsyah menjelaskan bahwa era Reformasi telah merubah gerakan sosial politik antara negara dengan gerakan buruh. Di era Orde Baru hanya satu satunya gerakan buruh yang dibiarkan berdiri dan terus di kontrol oleh alat rezim yaitu (SPSI).
Pasca reformasi banyak serikat di perusahaan-perusahaan besar masih didominasi oleh SPSI yang notabene adalah bentukan pemerintah. Sedangkan serikat buruh yang dibentuk oleh masayarakat lebih banyak berada di pabrik-pabrik kecil. Serikat buruh non-SPSI kemudian sering melakukan aksi-aksi masa untuk memperjuangkan hak-haknya. Aksi-aksi tersebut juga sebenarnya ditentang oleh SPSI.
Pada tahun 2005-2006, SPSI mulai melakukan aksi masa layaknya gerakan-gerakan buruh lainnya. Aksi tersebut bukan untuk menunutut upah layak tapi semata-mata hanya untuk mempertahankan anggotanya. Sekarang ini SPSI mulai menerima atau bahkan melakukan aksi masa untuk perjuangannya.
Pada tahun 2010-2011 di wilayah Bekasi, serikat buruh memperjuangkan buruh outsourcing menjadi buruh tetap. Serikat buruh melakukan aksi gruduk pabrik. Aksi solidaritas tersebut lumayan kuat meskipun dengan media seadanya. Dengan menyuarakan “hajatan” kepada buruh-buruh lainnya di lintas pabrik, kabupaten bahkan provinsi, buruh kemudian berdatangan, mengepung pabrik dengan masa hingga 30.000.
Ada tiga kali aksi buruh yang telah melakukan gerakan mogok nasional yang melibatkan jutaan buruh. Menilik ke belakang, gerakan buruh untuk memperjuangkan kesejahteraan tidaklah mudah. Seperti Mukhtar Pakpahan pada tahun 1994 dengan SBSI-nya, melakukan pemogokan namun kemudian dipenjara. Marsinah juga dibunuh dengan sadis karena mengorganisir gerakan buruh. Perlakuan tersebut untuk menekan buruh agar trauma untuk tidak lagi melakukan gerakan-gerakan serupa.
Pada saat ini konfederasi buruh yang terdaftar di kementerian sekitar 12, namun yang aktif hanya ada sekitar enam konfederasi. Saat ini tidak ada yang menandingi gerakan buruh dalam memobilisasi massa, bahkan jika dibandingkan dengan partai politik sekalipun. Serikat buruh bergerak saling bahu-membahu untuk memenuhi kebutuhan perjuangan buruh. Buruh tidak dibayar untuk melakukan berbagai aksi masa dan pemogokan. Sebaliknya buruh saling tanggung renteng untuk menyukseskan aksinya
Reformasi 1998 juga telah mengubah struktur ekonomi politik, melalui kebijakan ekonomi neoliberalisme. Sebagai contoh neoliberalisme di Indonesia yakni IMF yang mengajukan syarat kepada Indonesia apabila ingin mendapatkan hutang salah satunya adalah deregulsi, privatisasi perusahaan-perusahaan milik negara. Hal tersebut membuat negara dapat kehilangan kontrol terhadap perusahaan-perusahaan miliknya sendiri. Kondisi saat ini banyak perusahaam milik negara yang merugi.
Dampak berikutnya adalah adanya neoliberalisasi pasar. Dalam segi perburuhan yakni fleksibilitas tenaga kerja, kasus-kasus yang terjadi banyak pada persoalan kontrak dan outsourcing. Sebelum era Undang-Undang 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan belum dikenal adanya sistem kerja alih daya atau yang umum dikenal dengan istilah outsourcing. Sistem outsourcing menurut Ilhamsyah telah melemahkan gerakan buruh. Buruh menjadi takut untuk berorganisasi karena dibayang-bayangi oleh ancaman-ancaman kontrak yang tidak diperpanjang oleh perusahaan. Dampak lain sistem pengupan UMR di era sebelum reformasi lalu diubah dengan sistem pengupahan UMP (Upah Minimum Provinsi) dan UMK (Upah minimum kabupaten dan ditambah dengan UMS Upah minimum Sektoral). Dengan model sistem pengupahan di atas, gerakan buruh tidak dapat menyatu, mereka akan berjuang sendiri-sendiri berdasarkan wilayah dan sektor. Buruh terfragmentasi. Faktanya dari tahun 2000 hingga saat ini belum ada pemogokkan nasional yang dilakukan oleh gerakan buruh terkait upah.
Adanya UU No. 2 tahun 2004 berkisah pada saat buruh meminta adanya UU yang dapat menyelesaikan kasus buruh secara cepat. Namun faktanya melalui UU No. 2 tahun 2004 negara seolah lepas tangan atas persoalan buruh dengan pengusaha. Mekanisme bipatrit, tripatrit, hingga PHI sama sekali tidak menguntungkan buruh. Anjuran yang dikeluarkan oleh suku dinas pada saat tripatrit hanya bersifat rekomendasi dan begitu pun ketika dalam kasus ketika putusan pengadilan mewajibkan perusahaan untuk mempekerjakan kembali buruh yang telah diPHK, namun putusan tersebut sulit untuk terealisasi.
Ilhamsyah mengungkapkan bahwa saat ini telah tumbuh krisis ideologi. Seseorang takut untuk keluar dari ideologi kapitalisme. Gerakan buruh saat ini sudah semestinya berjuang bukan hanya untuk soal upah dan outsourcing, tapi gerakan buruh harus mulai berjuang untuk aset-aset negara terkait pendidikan. Demikian halnya bahwa solidnya buruh harus menjadi contoh bagi masyarakat untuk berjuang mewujudkan kesejahteraan. Semoga perjuangan buruh dan masyarakat terus dalam semangat bergerak bersama mewujudkan negara yang berkeadilan.