Kamis, (15/12) Pengadilan Negeri Jakarta Timur menggelar sidang Pra-Peradilan atas penghentian penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Metro Jakarta Timur (Polres Jakarta Timur). Permohonan ini diajukan oleh Idawati Gandasasmita selaku pemohon yang diwakili oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta selaku kuasa hukum. Agenda sidang kali ini adalah pembacaan putusan oleh Hakim Tunggal Pra-Peradilan. Sidang Pra-Peradilan dilaksanakan dengan jangka waktu yang cepat, paling lama 7 (tujuh) hari kerja hakim sudah harus membacakan putusan.
Hakim dalam putusannya menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Dalam putusannya hakim juga menyatakan bahwa Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor: Sp. Sidik/216/X/2015/Reskrim dan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Nomor: S.Tap/216/S.7/X/2015/Reskrim yang dikeluarkan oleh Kepolisian Resort Metro Jakarta Timur atas kasus ini sah.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan Polres Jakarta Timur selaku penyidik telah melakukan proses penyelidikan, penyidikan, memeriksa saksi, ahli, bukti serta telah melakukan gelar perkara sesuai prosedur. Berdasarkan Pasal 109 ayat (2) KUHAP jika penyidik menghentikan penyidikan karena tidak adanya bukti yang cukup bukan merupakan sebuh tindak pidana.
“Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya” (Pasal 109 ayat (2) KUHAP).
Namun, kuasa hukum pemohon, Ayu Eza Tiara dari LBH Jakarta menanggapi dengan kecewa putusan tersebut. Menurutnya, hakim dianggap mengabaikan keterangan ahli yang telah dihadirkan pada persidangan. Pada persidangan tersebut, pemohon melalui kuasa hukumnya menghadirkan Dr. Ahmad Sofyan, S.H., M.A. selaku ahli pidana ke persidangan. Dalam persidangan Ahmad Sofyan menjelaskan bahwa pidana kekerasan merupakan delik materil. Menurutnya pada delik ini, pembuktiannya jauh lebih mudah karena adanya korban yang mengalami luka. Hal tersebut yang seharusnya menjadi tugas penyidik, mencari faktor penyebab luka.
“Hakim agaknya mengabaikan keterangan ahli yang kami hadirkan,” keluh Ayu.
Lebih lanjut, Ayu menjelaskan bahwa pertimbangan hakim yang menyatakan sahnya SP3 yang diterbitkan termohon tidak bisa dibenarkan. Menurut Ayu hakim seharusnya tidak hanya menilai pada tataran prosedural saja, namun juga menilai apakah alat bukti dari proses penyilidian, penyidikan hingga gelar perkara ini telah cukup untuk dilakukannya penetapan tersangka.
“Jika memang tidak cukup bukti harusnya hakim menyatakan itu dengan tegas dalam pertimbangannya,” tambah Ayu.
Perjalanan Kasus
Kasus ini bermula ketika pada tahun 2013. Idawati Gandasasmita mendaftarkan putrinya (SAH) di Sekolah dan Asrama Anak Berkebutuhan Khusus – Santa Maria Imaculata. Selama kurun waktu 3 (tiga) bulan Idawati Gandasasmita tidak diperkenankan untuk menemui putrinya dengan alasan penyesuaian agar putrinya terbiasa untuk tidak tinggal bersama orang tuanya.
Sebelum triwulan pertama, tepatnya pada 8 Februari 2014, Idawati Gandasasmita mendapatkan informasi bahwa putrinya (SAH) sedang mengalami sakit dan tidak dapat beraktifitas kembali. Namun, Idawati Gandasamita bersama suaminya Tonny Heryanto tidak diizinkan oleh pihak sekolah untuk menjenguk dan melihat kondisi SAH dengan alasan belum 3 (tiga) bulan menjalankan program pendidikan.
Bahwa dikarenakan kecemasan yang luar biasa terhadap kondisi kesehatan, pada 21 Februari 2014, Idawati Gandasasmita bersama Suaminya memaksa pihak sekolah untuk memberikan izin agar dapat melihat kondisi Putrinya. Ketika berhasil menemui putrinya, Idawati Gandasasmita mendapati kondisi putrinya dalam keadaan lemas, tatapan mata kosong dan luka di telapak tangan dan kakinya yang menyebabkan dirinya sulit berjalan.
Terhadap peristiwa tersebut, orang tua SAH menduga adanya kekerasan terhadap putrinya. Pada 25 Maret 2014, Idawati Gandasasmita melaporkan Imaculata Umiyati selaku pemilik sekolah kepada pihak Kepolisian Resort Metro Jakarta Timur. Pemilik sekolah dilaporkan atas dugaan kekerasan fisik terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C Jo. Pasal 80 Undangan-Undangan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Bahwa kemudian pada tanggal 19 Oktober 2015 Kepolisian Metro Resort Jakarta Timur menghentikan penyidikan kasus ini dengan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor: Sp. Sidik/216/X/2015/Reskrim dan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Nomor: S.Tap/216/S.7/X/2015/Reskrim dengan alasan tidak cukup bukti. (Ali)