Puluhan individu dan kelompok yang merupakan korban rekayasa kasus dan praktik pelanggaran hak atas peradilan yang adil (unfair trial) yang didampingi LBH Jakarta, menghadiri solidaritas korban untuk mendukung gugatan ganti kerugian yang dilayangkan nelayan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. Atas kasus-kasusserupa yang mereka alami, korban-korban rekayasa kasus menyatakan dukungannya kepada Nelayan Pulau Pari.
Paralegal Komunitas LBH Jakarta dan jaringan advokasi Koalisi Selamatkan Pulau Pari juga turut hadir pada forum solidaritas tersebut. Pertemuan dibuka dengan pemaparan kronologi oleh Rasyid Ridha Saragih, pengacara publik LBH Jakarta tentang awal mula kriminalisasi dan rekayasa kasus yang dialami oleh nelayan Pulau Pari. Rasyid menceritakan bahwa Nelayan Pulau Pari dikriminalisasi karena mereka mengelola pantainya secara mandiri. Rasyid menambahkan bahwa diduga ada pihak-pihak yang ingin mengambil alih pengelolaan Pulau Pari dari nelayan yang berkepentingan dengan kriminalisasi Nelayan. Kriminalisasi berlanjut hingga 3 orang nelayan Pulau Pari ditangkap dan ditahan sewenang-wenang sampai selama 9 bulan hingga akhirnya dibebaskan dan terbukti tidak bersalah pada 5 September 2018 dan dikuatkan melalui putusan Mahkamah Agung tanggal 8 April 2022.
Mustaghfirin dan Edo, nelayan Pulau Pari yang menjadi korban, di pertemuan menyampaikan bahwa tujuan mereka menggugat adalah untuk memberikan sinyal bahwa nelayan tidak diam atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh aparat saat mengkriminalisasi mereka. Selain berharap mendapatkan kompensasi dan rehabilitasi, mereka turut mereka menekankan bahwa melalui gugatan ini diharapkan mejelis hakim bisa memberikan putusan yang dapat membuat aparat bisa menjadi jera melakukan rekaya kasus dan kriminalisasi.
Pada saat pertemuan turut hadir pula korban-korban penyiksaan dan salah tangkap kepolisian di Tambelang Bekasi. Muhamad Fikri, salah satu korban menyampaikan bahwa pola-pola rekayasa kasus dan kekerasan aparat yang mereka alami beririsan dengan yang dialami nelayan Pulau Pari. Mereka yang tidak bersalah, melalui serangkaian penyalahgunaan wewenang, bahkan penyiksaan, diapaksakan seolah-olah bersalah. Hal yang sama juga disampaikan oleh Marni, orang tua dari pengamen Cipulir yang menjadi korban salah tangkap dan penyiksaan pada tahun 2013.
Michael Himan dari Tim Advokasi Papua, juga menyampaikan bahwa di Papua terjadi kasus serupa yang menimpa Mispo Gwijangge, ia menjadi korban rekayasa kasus hingga terancam hukuman mati pada tahun 2019. Mispo sebagai anak umur 14 tahun yang tidak tahu apa-apa terang Michael, justru dibuat seolah-olah menjadi pelaku pembunuhan terhadap 17 orang di Nduga, Papua. Kepolisian di kasus ini bahkan memproses Mispo yang merupakan seorang anak, diproses seperti orang dewasa sehingga kehilangan hak-haknya sebagai anak berhadapan dengan hukum. Mispo akhirnya disidang di Jakarta dan bebas pada tahun 2020. Namun, Mispo meninggal setelah keluar dari tahanan akibat berbagai tindak penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi yang diterimanya. Michael Himan menyampaikan pula dukungannya pada nelayan Pulau Pari untuk menggugat aparat atas tindakan penegakan hukum secara sewenang-wenang sebagaimana juga pernah dialami Mispo yang didampinginya bersama LBH Jakarta.
Banyaknya korban-korban serupa sebagaimana yang turut hadir di forum solidaritas tersebut memperlihatkanbahwa praktik ini sudah menjadi budaya di Kepolisian. Terungkapnya skandal penggunaan senjata api dan kekuatan aparat secara berlebihan dalam kasus Inspektur Jenderal Ferdy Sambo dan anak-anak buahnya terhadap Brigadir Josua semakin menjadi bukti bahwa terdapat celah yang menganga dalam praktik penegakan hukum kita. Bahkan, terungkap puluhan anggota kepolisian dari pangkat rendah hingga Jenderal dari level Polres hingga Mabes ikut serta melakukan dugaan rekayasa kasus. Ini semaikin memperkuat urgensi pembentukan lembaga pengawas independen kepolisian. Selain itu upaya kontrol melalui pengadilan sebagai lembaga pada kekuasaan yudisial, salah satunya lewat mekanisme gugatan ganti kerugian sebagaimana yang diajukan oleh nelayan Pulau Pari harus terus dilakukan demi terwujudnya keadilan dan kepolisian yang benar-benar bersih dan berpihak pada rakyat.
Muhammad Fadhil Alfathan Nazwar
Pengacara Publik LBH Jakarta
Jakarta, 16 Agustus 2022
Dukung layanan bantuan hukum gratis dengan berdonasi ke SIMPUL LBH Jakarta melalui www.donasi.bantuanhukum.or.id, kami butuh bantuanmu.