Pada 13 Juni 2023, LBH Jakarta selaku kuasa hukum Para Penggugat mendaftarkan upaya hukum banding terhadap putusan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta nomor 422/G/TF/2022/PTUN.JKT. yang diputus 24 Mei 2023 lalu. Upaya ini sebagai bentuk tindak lanjut dari putusan yang menyatakan gugatan Para Penggugat tidak diterima lantaran Majelis Hakim menilai bahwa Para Penggugat tidak mempunyai kepentingan hukum (Persona Standi in Judicio).
Kami menilai bahwa Majelis Hakim pemeriksa perkara telah serampangan dalam memutus perkara dan terdapat beberapa kejanggalan dalam pertimbangan hakim dalam putusan sebagai berikut:
Pertama, jelas bahwa Para Penggugat berhak, berkepentingan, dan berdasar secara hukum untuk mengajukan gugatan TUN dalam kedudukannya sebagai seseorang dan badan hukum perdata yang diakui dan dapat mengajukan gugatan. Celakanya, yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim PTUN adalah Para Penggugat disebut tidak mempunyai kepentingan hukum yang dirugikan atas proses penunjukkan dan/atau pengangkatan Pj Kepala Daerah. Padahal Para Penggugat telah menguraikan kerugian yang dialami pada proses pembuktian di tingkat pertama. Adapun secara tegas telah dibuktikan bahwa proses penunjukkan dan/atau pengangkatan Pj Kepala Daerah ini tidak hanya berdampak ke Para Penggugat saja namun juga warga negara secara umum yang terlanggar hak politiknya, hak memilih dan dipilih serta hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Mengenai kerugian ini pun telah diperkuat oleh keterangan Ahli Hukum Administrasi Negara (HAN), Richo Andi Wibowo, yang menyatakan “…bagaimana menilai kerugian, kerugian perlu dipisahkan ketika dalam hukum privat dan publik. Dalam logika hukum privat, kerugian itu kerap kalkulasinya material, sekalipun mereka narasikan logikanya immateril, tapi ujung-ujungnya permintaan material. Hal itu berbeda dengan konteks hukum publik, kalau hukum publik, tereduksinya nilai yang dipegang teguh masyarakat atau hukum. Misalnya dalam konteks perkara ini, nilai-nilai negara hukum, nilai demokrasi. Dua hal itu tidak bisa dikesampingkan sebelah mata, karena dalam konstitusi sangat kuat.”
Kedua, bahwa hakim PTUN Jakarta tebang pilih dalam mengutip dan mempertimbangkan ratio decidendi1 putusan MK dengan hanya mengutip yang pada pokoknya “[…] dengan adanya pengisian jabatan kepala daerah yang kosong tersebut, hak warga negara untuk mendapatkan layanan publik akan tetap terakomodir serta stabilitas politik dan keamanan daerah akan tetap terjaga. […]”, namun tidak mempertimbangkan bagian ratio decidendi yang menjadi dasar objek sengketa yang pada pokoknya “[…] perlu menjadi pertimbangan dan perhatian bagi pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut Pasal 201 UU 10/2016, sehingga tersedia mekanisme dan persyaratan yang terukur dan jelas bahwa pengisian penjabat tersebut tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dan sekaligus memberikan jaminan bagi masyarakat bahwa mekanisme pengisian penjabat berlangsung terbuka, transparan, dan akuntabel untuk menghasilkan pemimpin yang kompeten, berintegritas, sesuai dengan aspirasi daerah serta bekerja dengan tulus untuk rakyat dan kemajuan daerah.”.
Lebih lanjut pun di dalam Putusan MK 37/PUU-XX/2022 pada ratio decidendi,menguraikan pertimbangan mendasar terkait mekanisme dan persyaratan yang terukur dan jelas mengenai Pj Kepala Daerah. Padahal jelas yang menjadi masalah adalah ketiadaan aturan pelaksana pengangkatan Pj Kepala Daerah yang mengakibatkan ketidakteraturan (irregularities) dalam prosesnya akibat tidak dipatuhinya putusan MK dan telah berdampak buruk bagi warga negara.
Ketiga, Peradilan Tata Usaha Negara merupakan perangkat penting dalam berjalannya sistem hukum yang menjamin tegaknya hak asasi manusia (HAM). Hal ini selaras dengan perubahan konstitusi dan lahirnya berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengadopsi nilai-nilai HAM di dalamnya. Namun, dengan tidak diterimanya kedudukan hukum Para Penggugat mengakibatkan hak gugat bagi seseorang maupun badan hukum perdata dalam sengketa tata usaha negara pada perkara tersebut menjadi tidak berdaya guna (doelmatigheid) karena mengabaikan hak gugat Para Penggugat dan kedudukan PTUN sebagai lembaga peradilan yang berfungsi melindungi HAM.
Adapun kami menilai bahwa dengan adanya putusan NO2 (Niet Ontvankelijke Verklaard) akan menjadi dampak buruk untuk gugatan-gugatan publik di kemudian hari, karena putusan seperti ini berlawanan dengan semangat perluasan kewenangan PTUN dalam mengadili Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad).
Berangkat dari kejanggalan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka Para Penggugat bersama LBH Jakarta mengajukan upaya hukum banding terhadap putusan sebagai upaya korektif terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang dengan serampangan memutus. Maka dari itu Para Penggugat dan LBH Jakarta mendorong agar Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta untuk memeriksa berkas dan upaya hukum banding secara cermat, teliti dan seksama sehingga dapat mengadili dan memutus perkara secara adil sesuai dengan harapan Para Penggugat.
Hormat kami,
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
Narahubung:
- Adhito Harinugroho (0812 2266 1176)
- Jihan Fauziah Hamdi (0812 8467 6829)
- Fadhil Alfathan (0812 1315 1377)
Referensi:
-
- Alasan hakim dalam menjatuhkan putusan. Maksudnya, sebelum menjatuhkan putusan ada pertimbangan hakim yang mengandung argumentasi dan nalar ilmiah yang berpijak kepada sebuah fakta
- putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil