JAKARTA, KOMPAS.com – Puluhan anak berkumpul di Kantor Lembaga Hukum Jakarta, Sabtu (27/7/2013). Di sana mereka melakukan berbagai kegiatan mulai dari bernyanyi, mendengarkan dongeng, menggambar, hingga mendengarkan tausyiah agama. Mereka terlihat sangat senang dan bersemangat. Senyum kecil hingga tawa terbahak-bahak selalu muncul dari wajah mereka.
Sepintas, tidak terlihat bahwa mereka adalah anak-anak kaum minoritas. Mereka berkumpul dalam rangka merayakan Hari Anak yang jatuh pada tanggal 23 Juli lalu. Mereka datang dari berbagai kalangan mulai dari komunitas Syiah, Ahmadiyah, GKI Yasmin, HKBP Philadelpia, hingga Rohingya.
Christin (13), bocah berasal dari Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia yang disegel, mengaku senang dapat berkumpul dengan teman-teman minoritas lain. Menurutnya acara tersebut sangat bermanfaat. Dia mengatakan, acara ini menjadi ajang saling berbagi dengan teman-teman minoritas lainnya.
“Senang, bisa kumpul sama teman-teman lain. Jadi tidak merasa sendiri sebagai kaum minoritas. Di sini kita bisa saling berbagi,” ujar Christin.
Hal yang sama diungkapkan Gery Andrez (14), jemaah Ahmadiyah. Menurut Gery, sacara ini baik sebagai ajang berbagi pengalaman. Gery terlihat membaur dengan cepat di acara tersebut.
“Mungkin karena sama-sama minoritas, sama-sama satu nasib jadi bisa saling berbagi. Ya, ini bagus untuk kami,” jelasnya.
Sementara itu, Ilma Sovriyanti, Koordinator Eksekutif Satgas Perlindungan Anak menilai, acara ini dapat menjadi cara perayaan hari anak yang berbeda dari biasanya. Menurutnya, selama ini perayaan hari anak di Indonesia tidak pernah menyentuh kaum minoritas seperti ini. Dia juga berharap acara ini dapat menjadi ajang kampanye sehingga hak anak minoritas dapat lebih didengar oleh pemerintah.
“Mereka punya hak, anak-anak minoritas sekalipun punya hak dan dilindungi undang-undang. Tidak boleh ada perlakuan diskriminasi terhadap anak-anak ini,” tegasnya.