Jumat, 26 Juli 2013 menjadi Jumat keramat bagi 10 warga Cikini Ampiun karena sejak hari itu hak-hak mereka sebagai manusia bebas telah direnggut. Polsek Metro Menteng mengeluarkan surat penangkapan sekaligus surat penahanan atas nama 10 warga tersebut,oleh karenanya merekapun sontak terjerembab dan bertanya-tanya dalam hatinya mengapa masalah bisa berujung seperti ini?. Polsek Metro Menteng merasa yakin bahwa berdasarkan bukti yang cukup, 10 warga tersebut melakukan tindak pidana secara bersama-sama dimuka umum melakukan pengrusakan terhadap barang dan atau perbuatan tidak menyenangkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 170 ayat 2 ke 1e KUHP dan atau 335 ayat 1 ke 1e KUHP, dengan ancaman pidana penjara maksimal 7 Tahun.
Kriminalisasi yang dilakukan oleh polisi menjadi cara yang efektif untuk memukul mundur warga yang lantang menolak komersialisasi fasilitas umum dan akses jalan menuju tempat permukiman warga. Penolakan tersebut lantang disuarakan sejak dimulainya pembangunan proyek Cikini Gold Center pada Tahun 2008. Untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi, maka diadakan pertemuan-pertemuan untuk mencapai kesepakatan bersama. Sekira 15 Agustus 2008 terjadi kesepakatan antara warga dengan diwakili oleh Tokoh Masyarakat, PD. Pasar Jaya, Camat Menteng dan PT. Magna Tera selaku Pengembang. Inti kesepakatan yaitu PT. Pasar Jaya dan PT. Magna Tera mengakui hak warga untuk menikmati akses terhadap jalan seluas 4,8 M. Terhadap hasil kesepakatan tersebut, PT. Pasar Jaya dan PT. Magna Tera telah ingkar janji, karena tanah seluas 4,8 M untuk fasilitas jalan dibagi dua dengan memasang pagar besi pembatas demi kepentingan bisnis parkir PT. Cikini Gold Center, sehingga jalan akses masuk ke perkampungan menjadi sangat sempit yaitu hanya seluas 2,4 M.
Terhalangnya akses jalan ke lingkungan permukiman warga akan menimbulkan banyak potensi kerugian, seperti terhalangnya akses mobil pemadam kebakaran jika terjadi kebakaran dipermukiman penduduk; adanya komersialisasi jalur masuk ke permukiman warga. Karena adanya potensi kerugian tersebut maka warga terus menerus lantang menyampaikan protesnya hingga sampai ke meja DPRD, dan ditelinga Gubernur DKI. Hingga pada 30 November 2012 dengan fasilitasi dari Pemrov DKI dan dihadiri perwakilan Polsek Menteng, diadakan kesepakatan kembali antara perwakilan warga, Dirut PD. Pasar Jaya, dan Manager Operasional. Kesepakatan 30 November tersebut memperkuat kesepakatan awal yang dibuat pada 15 Agustus 2008 yang pada intinya PD. Pasar Jaya sepakat menyediakan jalan selebar 4,8 M dan tidak membuat separator (pemisah jalan menjadi dua) dan jalan tersebut diperuntukkan sebagai akses jalan warga.
Kesepakatan 30 November 2012 kembali diingkari oleh PD. Pasar Jaya, karena hingga saat ini separator pembatas akses jalan tersebut belum juga dicabut. Oleh karena itu, protes kembali dilayangkan oleh warga, dengan mengirimkan surat ke Komnas HAM, aduan ke Gubernur DKI, dan desakan pelaksanaan kesepakatan terhadap Dirut PD. Pasar Jaya.
Komnas HAM bahkan mengeluarkan rekomendasi desakan pelaksanaan hasil kesepakatan kepada Dirut PD. Pasar Jaya, namun rekomendasi dan desakan ataupun protes dari warga tidak sama sekali diindahkan oleh PD. Pasar Jaya.
Alih-alih menjalankan hasil kesepakatan dan mencabut separator pembatas jalan, PD. Pasar Jaya melalui Pengembang melaporkan 10 warga kepada Polsek Menteng, dengan tuduhan merusak barang secara bersama-sama. Pelaporan tersebut segera diproses oleh Polsek Menteng hingga akhirnya 10 warga tersebut tertanggal 26 Juli 2013 resmi menjadi tahanan Polsek Menteng dengan ancaman pidana 7 tahun penjara.
Pemrov DKI sepertinya bungkam terhadap sengketa yang terjadi, bahkan tidak ada political will untuk segera menuntaskan sengketa yang terjadi secara komprehensif. Kriminalisasi yang terjadi merupakan efek dari ketidakkonsistenan Gubernur DKI untuk segera menuntaskan sengketa yang terjadi. Selain itu, Polisi juga sangat bersemangat tanpa pikir panjang langsung memproses perkara dan menetapkan 10 Warga menjadi tahanan, padahal diperaturan internal kepolisian ditegaskan bahwa suatu perkara dapat dihentikan jikalau perkara tersebut bukanlah perkara pidana. Kapolsek Menteng mengetahui adanya hasil kesepakatan yang terjadi antar Warga dengan PD. Pasar Jaya dan Pengembang, namun bukan mengusahkan adanya perdamaian antara kedua belah pihak, Polsek Menteng malah berpihak kepada PD. Pasar Jaya dan Pengembang, lalu mempidanakan 10 Warga yang tidak bersalah.
Melalui release ini, LBH Jakarta menyampaikan:
- Mendesak Jokowidodo sebagai Gubernur DKI untuk segera menuntaskan sengketa yang terjadi dan memberikan solusi terbaik dan komprehensif;
- Meminta Kapolri dan/atau Kapolda melalui Profesi Pengamanan Kepolisian (Propam), Inpektorat Pengawas Umum maupun Daerah menindak penangkapan sewenang-wenang yg dilakukan jajaran penyidik Polsek Menteng berdasarkan perintah Budi Irawan selaku Kapolsek Menteng ;
- Mendesak Dirut PD. Pasar Jaya dan PT. Magna Tera untuk segera membongkar separator pembatas akses jalan
Demikian pernyataaan pers ini disampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terimakasih.
Jakarta, 28 Juli 2013
Hormat Kami,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
Cp: Restaria Hutabarat (085695630844); Johanes Gea (087788326996)