Sesi Kalabahu 39 LBH Jakarta kali ini (23/4) menghadirkan tiga penyintas pelanggaran HAM masa lalu. Mereka adalah Nani Nurani, Sumarsih dan Tedja Bayu. Ketiganya dihadirkan untuk berbagi pengalaman tentang pelanggaran HAM yang dialaminya serta langkah apa saja yang sudah ditempuh untuk memperjuangkan keadilan.
Penyintas pertama adalah Nani Nurani. Ia merupakan korban kesewenangan pemerintah rezim Orde Baru saat itu. Nani ditahan selama tujuh tahun tanpa proses peradilan karena dituduh terlibat dalam kegiatan september 1965. Nani sudah banyak melakukan upaya untuk memperjuangkan keadilan baginya. Mulai dari melaporkan kasusnya ke Komnas HAM hingga menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan. Semua dilakukan untuk bisa memperoleh keadilan dan memulihkan nama baiknya.
Sama dengan Nani Nurani, Tedja Bayu juga pernah mengalami penyiksaan dan penahanan sewenang-wenang tanpa proses peradilan karena dikaitkan dengan september 1965. Selama menjalani penahanan tersebut, Ia sudah beberapa kali dipindahkan hingga pernah ditempatkan di pulau Buru. Tedja Bayu sendiri pernah menjadi Kepala Perpustakaan di LBH Jakarta.
Selanjutnya Sumarsih. Berbeda dengan Nani dan Tedja, Ia merupakan ibu dari korban Semanggi I yang tewas tertembak yaitu Wawan. Sumarsih juga sudah menempuh banyak langkah guna mendapatkan keadilan bagi Wawan. Bahkan, Ia pernah berjumpa Presiden, namun hingga saat ini belum juga membuahkan hasil.
Dari berbagi pengalaman di atas, ketiganya sama-sama masih belum mendapatkan keadilan hingga sekarang. Ketiga penyintas yang dihadirkan juga berpesan kepada peserta Kalabahu 39 sebagai generasi muda, agar tetap mengingat dan memperjuangkan keadilan bagi kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu. (Akom)