Beberapa perwakilan PNS Peneliti Madya yang berasal dari 42 Kementerian/ Lembaga Negara dan tersebar di seluruh Provinsi di Indonesia, berunjuk rasa di seberang Istana Negara pada hari Rabu, 1 Agustus 2018. Para peserta aksi bermaksud bertemu langsung dengan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, untuk menuntut pihak Pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 (“PP 11/2017”) tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Tuntutan tersebut diajukan karena PP 11/2017 mengubah Batas Usia Pensiun (BUP) bagi Peneliti Madya yang semula 65 tahun menjadi 60 tahun dan perubahan tersebut merupakan bentuk pemaksaan pensiun maupun PHK sepihak bagi mereka.
Unjuk rasa dimulai sejak pukul 10.00 dan diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Bagimu Negeri sebagai wujud nyata cinta terhadap Negara Republik Indonesia. Lalu, aksi diisi dengan beberapa orasi dari para peneliti madya,serta perwakilan mahasiswa dari Popular Youth dan buruh dari FBTPI yang hadir untuk menunjukan solidaritasnya. Sambil berorasi, beberapa kali negosiator dari Peneliti Madya membuka pembicaraan dengan pihak kepolisian yang mengawal aksi tersebut untuk dapat bertemu Presiden. Sayangnya, hingga pukul 13.00 Bapak Jokowi tetap tidak menemui para peserta aksi tanpa alasan yang jelas.
Para Peneliti Madya menolak perubahan BUP dari 65 tahun menjadi 60 tahun yang tercantum dalam PP 11/ 2017 karena PP 11/2017 tidak berwenang menetapkan BUP Pejabat Fungsional karena PP tersebut tidak mengacu pertimbangan Pasal 87 ayat (1) huruf c dan Pasal 90 butir c Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Lalu, permasalahan penggunaan istilah Pejabat Fungsional Madya dalam PP 11/2017 yang tidak ditemukan dalam UU 4/2014 dan mengganti istilah Jabatan Fungsional Peneliti Madya yang sebelumnya sudah diatur dalam PP 21/2014 tentang Pemberhentian PNS yang Mencapai BUP bagi Pejabat Fungsional, sesuai dengan UU 4/2014 tentang ASN.
Pp 11/2017 mengakibatkan pensiun massal dan mendadak bagi Peneliti Madya. Hal ini membuat kerugian bagi mereka seperti penghentian gaji dan tunjangan bagi Peneliti Madya yang belum menerima SK Pensiun, permintaan pengembalian gaji dan tunjangan yang diklaim terlanjur dibayarkan sebagai hutang kepada Negara, kehilangan hak Masa Persiapan Pensiun, dan beberapa kerugian lainnya.
Para Peneliti Madya sudah memperjuangkan hak-haknya sejak tahun 2017 silam, mulai dari audiensi dengan Wantimpres dan Sekretariat Negara, serta melakukan judicial review ke Mahkamah Agung. Sebenarnya, mereka juga pernah bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor secara singkat. Presiden menjanjikan akan membuat pertemuan yang membahas permasalahan ini secara langsung. Namun sampai sekarang pertemuan yang dijanjikan oleh Presiden Jokowi belum juga terjadi. Hal ini juga yang membawa para Peneliti Madya melakukan unjuk rasa untuk menagih janji Presiden.
Adapun Tuntutan Peneliti Madya kepada Pemerintah dalam aksi ini adalah sebagai berikut.Pertama, memberlakukan kembali Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2014 (“PP 21/14”) tentang Pemberitahuan PNS yang mencapai Batas Usia Pensiun bagi Pejabat Fungsional.Kedua, mencabut pasal 239 ayat (2) butir b juncto pasal 354 dan pasal 362 angka 15 PP 11/2017 yang mempensiunkan paksa peneliti madya 5 tahun lebih awal.Ketiga, mempekerjakan kembali peneliti madya yang telah di-“PHK” mendadak, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku sebelumnya dengan ketentuan Batas Usia Pensiun 65 tahun.Keempat, mengimplementasikan kebijakan yang mendorong rasio jumlah peneliti/jumlah penduduk yang kini masih berada pada 89 peneliti/juta penduduk menuju rasio 2000 peneliti/juta penduduk mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju dalam meningkatkan daya saing bangsa.
“Perjuangan hari ini belum berakhir, masih ada hari esok, minggu, bulan hingga tahun depan untuk terus menyuarakan tuntutan tersebut hingga Pemerintah mengabulkannya,” pungkas para Peneliti Madya yang masih semangat untuk terus mencari keadilan. (Kris)