Pers Rilis LBH JAKARTA: 540/SK-RILIS/IV/2017
Beberapa hari ini masyarakat digemparkan dengan berita mengenai penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK oleh orang tidak dikenal. Kejadian tersebut dialami Novel usai menjalankan salat subuh di kawasan kelapa Gading pada Selasa 11 April 2017. Penyerangan diduga kuat berkaitan dengan kasus korupsi yang saat ini disidik oleh KPK. Berbagai pihak tergerak menyampaikan simpati dan dukungan kepada Novel Baswedan dan KPK atas kejadian naas tersebut. Presiden Jokowi juga langsung menyampaikan sikapnya, mengutuk tindakan penyerangan dan memerintahkan kepolisian untuk segera menangkap pelaku kejadian tersebut.[1]
Paska penyerangan Novel. Isu pengamanan terhadap penyidik KPK mencuat. Tidak ingin aksi penyerangan terulang, Pimpinan KPK bereaksi dengan meningkatkan pengamanan untuk seluruh pegawainya dari penyelidik, penyidik, sampai ke penuntut umum. Mabes Polri menyatakan siap memberikan pengawalan terhadap penyidik atau pimpinan KPK. Respon dukungan terkait pengamanan kepada penyidik KPK juga muncul dari Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Panglima TNI menyatakan telah menyiapkan pasukan terbaik TNI untuk mengawal para penyidik KPK apabila diminta untuk melakukan pengawasan selama 24 jam bagi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.[2] Terhadap tawaran tersebut, KPK merespon positif jika ada inisiatif untuk memberikan pengamanan pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.[3] Dukungan dan inisiatif dari berbagai pihak kepada KPK termasuk Panglima TNI untuk mengawal upaya KPK dalam pemberantasan korupsi tentu harus diapresiasi, akan tetapi inisiatif tersebut haruslah berpedoman pada ketentuan hukum yang berlaku. Berkenaan dengan rencana keterlibatan TNI untuk ikut melakukan pengawalan terhadap KPK dan penyidiknya. LBH Jakarta berpendapat sebagai berikut :
- Pernyataaan Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang menawarkan kesiapan pasukan terbaik TNI untuk terlibat dalam pengamanan sipil bersifat reaktif dan terlalu berlebihan, mengingat masalah keamanan dan ketertiban masyarakat adalah wilayah keamanan dalam negeri yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan seharusnya bukan menjadi bagian dari tugas dan fungsi pokok Tentara Nasional Indonesia;
- LBH Jakarta menegaskan bahwa pengamanan penyidik KPK tersebut bukanlah tugas dari TNI. Sesuai dengan UU No. 2 Tahun 2012 tentang Kepolisian, peran memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri semestinya dijalankan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. TNI baru dapat membantu kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat jika terdapat kebijakan dan keputusan politik negara[4];
- LBH Jakarta meminta TNI tetap fokus pada tugas pokok TNI sebagai sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, yaitu tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara;
- Diperlukan solusi komprehensif dan sistematik dari Pemerintah untuk penguatan Lembaga Antirasuah (KPK) dalam rangka pemberantasan korupsi. Tidak hanya dalam hal pengamanan personilnya, namun juga soal penguatan Anggaran untuk pemberantasan korupsi khususnya keamanaan, SOP keamanan penyidikan KPK, Penguatan kuantitas dan kualitas SDM penyidik KPK serta Infrastruktur keamanan, regulasi khusus untuk menangkal upaya-upaya yang mengganggu atau pelemahan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi oleh KPK;
- Khususnya untuk pengamanan aparat penegak hukum dalam pemberantasan Korupsi, LBH Jakarta mendesak kepada pemerintah dan DPR untuk menerbitkan regulasi mengenai perlindungan penyidik maupun keluarganya dalam proses penanganan perkara tindak pidana korupsi. Hal ini merujuk semangat perlindungan yang diatur dalam UU Teorisme dan peraturan pelaksananya yang memandatkan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa dan atau hartanya, baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara bagi Setiap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim yang memeriksa beserta keluarganya dalam perkara tindak pidana terorisme. Mestinya dalam kasus korupsi sebagai extra ordinary crime perlindungan yang sama juga harus diberikan Negara;
Jakarta, 13 April 2017
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
Kontak:
Direktur LBH Jakarta – Alghiffary Aqsa (081280666410)
Kabid Fair Trial LBH Jakarta – Arif Maulana (0817256167)
[1] http://news.okezone.com/read/2 017/04/11/337/1664226/jokowi-p erintahkan-kapolri-tangkap-pel aku-penyiram-air-keras-ke-nove l-baswedan, diakses 12 April 2017;
[2][2]http://nasional.kompas.c om/read/2017/04/12/18211711/pa nglima.tni.siapkan.prajurit.un tuk.kawal.penyidik.kpk, diakses 12 April 2017;
[3] http://www.beritasatu.com/nasi onal/424892-kpk-sambut-positif -tawaran-tni-kawal-penyidik. html
[4] Lihat Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia;