Pada 18 – 22 Juni 2013, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, yang diwakili Direkturnya, Febi Yonesta, berkesempatan melakukan misi ke Maldives (Maladewa) atas undangan dari Forum Asia, sebuah organisasi HAM regional yang beranggotakan 47 organisasi yang tersebar di 16 negara di seluruh Asia. Tujuan utama misi tersebut adalah untuk mengevaluasi situasi hak asasi manusia di Maldives, khususnya terkait dengan kebebasan berekspresi, berkumpul dan berserikat. Anggota tim misi yang terdiri dari Indonesia, Nepal, dan India tersebut bertemu dengan pejabat pemerintah, komisi-komisi independen, politisi, pejabat PBB, ahli internasional, media, aparat keamanan, dan masyarakat sipil.
Misi tersebut menemukan bahwa meskipun Maldives merupakan Negara yang baru saja keluar dari rejim otoriter selama 30 tahun, sejak 2008 Maldives menunjukan komitmennya untuk membangun Negaranya ke arah yang lebih demokratis dan menjamin hak asasi manusia. Namun demikian, ditemukan pula adanya beberapa tantangan yang masih dihadapi oleh Maldives. Undang-undang tentang Kebebasan Berkumpul masih membatasi ruang masyarakat untuk secara bebas berkumpul dan menyatakan pendapat di muka umum. Bahkan, ada kecenderungan semakin mengecilnya ruang tersebut. Pembatasan yang diatur di dalam Undang-Undang tentang Berkumpul Secara Damai, tidak sejalan dengan standard HAM internasional. Beberapa laporan menyatakan aparat keamanan masih menggunakan kekuatan yang berlebihan untuk membubarkan beberapa aksi demonstrasi.
Di isu kebebasan berserikat, masyarakat sipil masih mengalami kesulitan mendirikan serikat, baik berupa Organisasi Masyarakat Sipil, Serikat Buruh, Organisasi Rakyat, maupul Partai Politik. Hal ini disebabkan oleh aturan yang tidak jelas terkait dengan pendaftaran organisasi.
Dalam sebuah konferensi pers yang digelar di Male, ibu kota Maldives, Febi menyampaikan: “Salah satu pilar penting dalam demokrasi adalah adanya partisipasi rakyat dalam proses pembentukan hokum dan kebijakan, sehingga rakyat dapat pula menentukan masa depannya. Kebutuhan masyarakat untuk berorganisasi dan mendirikan serikat harus dipandang sebagai sebuah untuk lebih efektif dalam berpartisipasi. Namun, kami menemukan adanya ketidakjelasan perlindungan hukum dan kebijakan kepada masyarakat yang ingin mendirikan organisasi atau serikatnya. Terlebih, Rancangan Undang-Undang tentang Organisasi Masyarakat cenderung mempersempit lingkup kerja organisasi yang dapat diakui. Oleh karena itu, kami meminta Pemerinta Maldives untuk membuat hukum dan kebijakan yang dapat mempermudah dan mendorong partisipasi serikat dan organisasi masyarakat sipil di dalam memajukan demokrasi di Maldives.”
Sementara anggota misi yang lain mengingatkan agar Pemerintah Maldives memenuhi kewajibannya seperti dimandatkan oleh beberapa Konvensi HAM internasional yang telah diratifikasi, baik di bidang legislasi, administrasi maupun yudisial, sesuai prinsip dan standard HAM internasional. Oleh karena Maldives beberapa bulan ke depan akan menyelenggarakan Pemilihan Presiden, seluruh Partai Politik diharapkan menjadikan hak asasi manusia sebagai bagian dari manifesto politiknya. Serta menghimbau kepada seluruh pihak untuk memastikan pemilihan umum yang akan datang diselenggarakan dengan cara-cara yang damai, transparan, dan demokratis.