Kantor Staf Presiden (KSP) kembali mengundang warga Rumpin untuk dipertemukan dengan pihak dari TNI AU (25/01) di Kantor KSP. Pertemuan yang difasilitasi KSP ini merupakan usaha untuk menemukan titik temu terkait konflik tanah antara warga Rumpin dengan TNI AU yang sudah berlangsung sejak lama. Agenda pada pertemuan kali ini lebih banyak membahas terkait posisi dan awal mula kasus penguasaan tanah warga Rumpin oleh TNI AU.
Pertemuan yang digagas oleh KSP ini pun berangkat dari hasil rapat terbatas KSP dengan presiden beberapa waktu yang lalu. Dalam rapat tersebut presiden menginstruksikan agar semua aset BUMN dan kekayaan negara jelas status hukumnya. KSP yang pada pertemuan dengan warga Rumpin dan pihak TNI AU diwakili Ifdhal Kasim menginginkan agar konflik warga Rumpin dan TNI AU segera berakhir.
“Kami berharap agar kasus ini segera selesai guna menghindari ledakan sosial yang dapat terjadi sewaktu-waktu akibat dari situasi konflik di lapangan yang tidak menentu,” ungkap Ifdhal.
Dalam pertemuan tersebut, warga Rumpin juga didampingi oleh staf Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor, Pandji. Pandji yang pernah menjabat sebagai Camat Rumpin dan ditunjuk oleh Bupati Bogor sebagai salah satu anggota tim verifikasi pun menjelaskan awal mula konflik tersebut mencuat. Menurutnya awal konflik antar warga Rumpin dan TNI AU bersandar pada SK Kepala Staf Angkatan Perang tahun 1950.
“Dasar pengusaan oleh TNI AU ini adalah SK Kepala Staf Angkatan Perang tahun 1950, kemudian SK tersebut dikonversi menjadi Inventaris Kekayaan Negara (IKN) yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan setelah sebelumnya menerima rekomendasi dari Dirjen Pertahanan Negara,” jelas Pandji.
Disisi lain Pandji pun menjelaskan bahwa warga Rumpin juga memiliki alas hak penguasaan tanah berupa girik. Girik merupakan alas hak yang kuat pada saat itu sebelum dikenal istilah Sertifikat Hak Milik yang merupakan implikasi dari Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) di tahun 1960. Pandji juga menekankan bahwa semua pihak harus memperhatikan kondisi masyarakat yang sudah tinggal disana sejak dahulu.
”Masalah ini tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah daerah karena keterbatasan kewenangan. Ada 7.000 masyarakat yang tinggal di sana, mau dikemanakan?” tambah Pandji.
Pemerintah daerah pun selalu melakukan pertemuan rutin besama dengan pimpinan TNI maupun instansi lain di jajaran pemerintahan Kabupaten Bogor, namun semua pihak juga menyadari bahwa kewenangan untuk memutuskan segala sesuatu terkait masalah ini ada di pemerintah pusat.
“Setidaknya Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanahan dan Agraria, serta KSAU harus duduk bersama untuk mencari solusi penyelesain masalah tanah di Rumpin,” tutup Pandji.
Hal senada juga disampaikan oleh Mayor Heri sebagai Kepala Staf Instalasi Lanud Atang Sanjaya Kabupaten Bogor. Menurutnya Kesatuan yang berada di Atang Sanjaya tidak dapat berbuat banyak terkait pengambilan kebijakan atas konflik tanah dengan warga rumpin. Sebagaimana kita ketahui bersama, kesatuan TNI dimanapun sangat bergantung pada instruksi dari mabes TNI, hal tersebut pun berlaku bagi TNI AU yang masih bersitegang dengan warga Rumpin.
“Terkait dengan status tanah, apabila Kementrian Keuangan mengeluarkannya dari IKN maka TNI AU siap menyerahkannya kembali kepada warga tetapi sebelum hal tersebut dilakukan maka TNI AU wajib menjaga fisik aset tersebut,” kata Heri.
Sementara itu, perwakilan warga Rumpin, Bandi menekankan agar semua pihak kembali pada hasil verifikasi yang sudah disetujui Danlanud, Pemda, dan BPN. Selain itu, Bandi juga mendesak KSP untuk segera mnyelesaikan kasus ini.
“Ini merupakan pertemuan yang ke 4 kalinya namun belum menemukan kesepakatan, kami harus menyampaikan ke masyarakat apa perkembangannya, kami ke Istana bukan untuk jalan-jalan,” tegas Bandi
Ifdhal Kasim menyampaikan bahwa memang keputusan terkait kasus ini harus melibatkan lembaga tinggi negara terkait. Paska pertemuan ini Kepala KSP akan membuat rekomendasi agar kasus ini segera dibawa ke rapat terbatas dengan presiden.
Di akhir pertemuan, Pengacara Publik LBH Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora S.H. selaku pendamping warga Rumpin pun menyampaikan secara langsung agar pada rapat terbatas dengan presiden KSP sudah tidak lagi membahas permasalahan data. Nelson berharap akhir rapat terbatasa antara KSP dan presiden sudah memiliki kesimpulan dalam agenda penyelesaian konflik tanah warga Rumpin dengan TNI AU. (Bonny)