Bandung, www.bantuanhukum.or.id– Ditengah- tengah helatan Peringatan Konferensi Asia-Afrika (KAA) ke 60 Front Perjuangan Rakyat (FPR) mengadakan Konferensi Rakyat Asia-Afrika (KRAA) Anti Imperialisme di Bandung, Kamis (23/04).
KRRA Anti Imperialisme ini mengambil tema “ Perkuat Persatuan Rakyat Asia-Afrika melawan Neokolonialisme Pimpinan Amerika Serikat : Berjuang Untuk Kemerdekaan dan Kedaulatan Rakyat Asia-Afrika. Tema ini dipilih dengan tujuan untuk mengembalikan roh dan semangat KAA 1955 yang anti terhadap penjajahan dan kolonialisme terhadap rakyat Asia-Afrika. Selain itu KRAA Anti Imperialisme ini juga sebagai media Kampanye untuk konsolidasi gerakan rakyat Asia-Afrika dalam menentang kolonialisme dan imperialisme bentuk baru.
Menurut Rudi HB Daman Koordinator Front Perjuangan Rakyat ” Peringatan KAA ke 60 yang tengah diadakan oleh pemerintahan Jokowi telah jauh melenceng dari semangat KAA 1955, dimana ajang ini hanya semata-semata untuk melayani kepentingan Imperialis AS”.
Kritik ini bukanlah tanpa sebab, karena Rudi menilai pembangunan-pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah selama ini hanya untuk melanggengkan perampasan tanah-tanah rakyat dan KAA yang diadakan pemerintah Indonesia ini merupakan pintu masuk perampasan tanah itu kedepannya. Ia berharap kepada seluruh peserta yang mengikuti KRRA Anti Imperialisme ini dapat menjadi ajang konsolidasi bagi seluruh elemen gerakan rakyat yang hadir dan hasil rumusan dari KRAA Anti Imperialisme menjadi sebuah Deklarasi Rakyat. Deklarasi Rakyat tersebut nantinya akan dideklarasikan pada Karnaval Rakyat Asia-Afrika pada 24 April 2015.
KRAA ini dihadiri oleh perwakilan gerakan rakyat dari Fhilipina, Pakistan, Sri langka, India, Bangladesh, Nepal, dan Malaysia baik menjadi narasumber panel maupun sesi Speak Out. Konferensi ini juga diwarnai dengan lagu-lagu perjuangan rakyat.
Dalam kesempatannya mengisi sesi speak out yang bertemakan Demokrasi dan Pembangunan, Muhamad Isnur Kepala Bidang Penanganan Kasus LBH Jakarta menegaskan bahwa “KAA yang diadakan oleh pemerintahan Jokowi telah mengangkangi semangat KAA 1955”.
Harusnya KAA ini menjadi ajang bagi rakyat mengekspresikan aspirasinya, namun pemerintahan Jokowi melalui apparatus Negara melakukan pengamanan yang berlebihan sampai mengeluarkan larangan melaksanakan aksi. Tentunya larangan ini merupakan sinyal terancamnya demokrasi dan kita tak boleh tinggal diam.
Tidak hanya itu, Isnur juga menyatakan dukungannya terhadap seluruh elemen gerakan rakyat yang tengah berjuang melawan perampasan tanah demi kepentingan pembangunan. (Haikal)