Dayat dan Hermansyah adalah buruh yang bekerja di PT. Dream Sentosa Indonesia Karawang. Pada 21 April 2016 keduanya mendirikan serikat buruh yang berafiliasi dengan KASBI, Dayat kemudian didapuk sebagai ketua serikat buruh. Sebagai ketua dan anggota serikat buruh, Dayat dan Hermansyah menjalankan fungsi mereka untuk membela rekan-rekan kerja mereka untuk memperoleh keadilan. Namun, hal tersebut justru membawa mereka berhadapan dengan hukum setelah PT. Dream Sentosa Indonesia menggugat keduanya dengan tuguhan perbuatan melawan hukum.
Berawal pada tahun 2017, PT. Dream Sentosa Indonesia melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada 4000 buruh dengan pesangon sebesar satu kali dari Peraturan Menteri Tenaga Kerja (PMTK). Namun, sebanyak 38 buruh menolak hal tersebut. Dayat dan Hermansyah adalah dua diantara 38 buruh tersebut.
“Mereka melakukan penolakan dengan alasan yang jelas karena kebijakan perusahaan tidak sesuai dengan Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengharuskan perusahaan membayar sebesar 2 kali lipat yang disesuaikan dengan masa kerja,” jelas Oky Wiratama Pengacara Publik LBH Jakarta yang fokus pada isu perburuhan.
Kenyataan berbicara sebaliknya, alih-alih memenuhi UU Ketenagakerjaan, perusahaan justru menggugat Dayat dan Hermansyah. Oleh perusahaan keduanya dituduh menyebarkan berita bohong terkait adanya lowongan pekerjaan di PT. Dream Sentosa Indonesia. Akibat berita tersebut, PT. Dream Sentosa Indonesia merasa mengalami kerugian imateriil. Alasan kerugian tersebut muncul karena PT. Dream Sentosa Indonesia harus melayani banyaknya pertanyaan dari banyak orang yang mencari pekerjaan. Atas dasar tersebut PT. Dream Sentosa Indonesia menyimpulkan bahwa Dayat dan Hermansyah telah melakukan perbuatan melawan hukum.
“Selain dengan alasan lelah melayani pertanyaan dari para pencari kerja, perusahaan juga menganggap bahwa mediasi dengan buruh cukup menyita waktu dan menyebabkan perusahaan mengalami kerugian,” tambah Oky yang juga kuasa hukum Dayat dan Hermansyah.
Gugatan yang disidangkan di Pengadilan Negeri Karawang, oleh majelis hakim yang menangani gugatan PT. Dream Sentosa Indonesia ditolak. Dalam amar putusannya, hakim mengabulkan eksepsi tergugat mengenai kompetensi dan kewenangan absolut. Hakim juga memutuskan bahwa PN Karawang tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili gugatan penggugat. Dan terakhir, hakim juga menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 1.341.000 (Satu Juta Tiga Ratus Empat Puluh Satu Ribu Rupiah)
Sebelumnya, perkara antara buruh PT. Dream Sentosa Indonesia dengan PT. Dream Sentosa Indonesia telah tercatat di Dinas Ketenagakerjaan Karawang. Oleh sebab itu gugatan yang diajukan perusahaan cacat formil dan obscur libel. Karena tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesain Perselisihan Hubungan Industrial.
“Jelas disini, perkara ini masuk dalam kewenangan pengadilan hubungan industrial, karena menyangkut perselisihan hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja, yang mengakibatkan perbedaan pendapat diantara keduanya,” tutup Oky. (Syarkowi)