Bukan hanya cinta yang bisa ditolak, Gugatan PT Katexindo Citramandiri kepada Pimpinan Serikat Pekerja Serikat Pekerja Nasional PT Katexindo Citramandiri (SPN KC) terkait mogok kerja berujung pada penolakan. Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membacakan putusan yang mengabulkan Eksepsi SPN KC karena Penggugat salah menarik pihak (Error in Persona) sehingga dinyatakan “Gugatan Penggugat tidak dapat diterima / N.O. (Niet Ontvankeijk)” pada Rabu (30/10) di Pengadilan Hubungan Industrial, Jl. M.T. Haryono sore tadi.
Sekitar 40 buruh SPN KC bersama LBH Jakarta, sebagai kuasa hukumnya, menyambut putusan dengan lega. “Hakim menyatakan Penggugat telah menggugat pihak yang salah. Kalau memang mau menggugat sah tidaknya mogok kerja, seharusnya yang digugat adalah seluruh buruh yang ikut mogok kerja,” ujar Ahmad Biky, Pengacara Publik LBH Jakarta. Lebih lanjut Biky menjelaskan, “Mereka punya kesempatan untuk memperbaiki gugatan atau mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung. Kita tunggu saja.” Biky juga menyampaikan berbagai upaya strategis lanjutan yang dapat dilakukan para buruh.
Perkara ini berawal dari gugatan perselisihan hak PT Katexindo Citramandiri kepada Pimpinan Serikat SPN KC terkait mogok kerja yang dilakukan oleh sekitar 1800 orang pada tanggal 21, 24, 25, 26, dan 27 Februari 2014. Mogok kerja dilakukan akibat perundingan yang dilakukan berulang kali untuk membahas tuntutan buruh atas masalah dalam lingkungan kerja, namun berujung jalan buntu. Pihak manajemen selalu berdalih dengan alasan tidak ada pihak yang berwenang mengambil keputusan.
Gagalnya perundingan menggerakkan buruh untuk menekan perusahaan dengan melaksanakan hak sesuai peraturan perundang-undangan: Mogok Kerja. Alih-alih memenuhi seluruh tuntutan, buruh malah digugat pengusaha. Dalam gugatannya PT Katexindo Citramandiri meminta Majelis Hakim, yang dipimpin oleh Iim Nurohim, untuk menyatakan mogok kerja tersebut tidak sah sehingga buruh tidak berhak atas upah selama mogok.
Uniknya kasus ini berbeda dari perselisihan hubungan industrial pada umumnya. Biasanya buruh yang menggugat perusahaan atas hak-hak mereka, tapi kali ini perusahaan menggugat buruh. Gambar ini menyiratkan penindasan yang ternyata belum berakhir bagi para buruh. Jelas saja, Wiji Thukul dalam puisinya mendedau:
“Sehari saja kawan
Kalau kita mogok kerja
dan menyanyi dalam satu barisan
sehari saja kawan
kapitalis pasti kelabakan!!”
(Bunga)