Pernyataan Pers
124/SK-RILIS/I/2016
Awal tahun 2016 ini, terjadi peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh anggota TNI dan mengakibatkan korban anak mengalami luka berat. Kasus tersebut terkait dengan tuduhan pencurian burung oleh T (12) dan M (16) yang diselesaikan dengan cara main hakim sendiri oleh anggota TNI. Belum lekang kasus tersebut dari perhatian kita, kekerasan terhadap anak yang diduga dilakukan oleh anggota TNI kembali terjadi. Kali ini pengaduan kekerasan terhadap anak terjadi pada 2 (dua) anak berumur 14 tahun, berinisial H dan S di daerah sekitar Cibinong.
Adapun kronologi kejadiannya, pada tanggal 13 Desember 2015 saat libur sekolah, H (13 tahun), S (13 tahun) dan R (21 tahun) sedang berkunjung ke rumah S yang berada di daerah Bojong Gede. Saat itu H, S, dan R, setelah bermain didaerah Cibinong, berniat untuk kembali ke rumah S dengan bersama-sama menggunakan sepeda motor, sepeda motor dikendarai R. Sepanjang perjalanan, H memegang sebuah minuman gelas plastik “teh gelas” dengan tujuan sewaktu-waktu dapat meminumnya. Namun, saat melewati jalan rusak motor yang ditumpangi H dan S tiba-tiba menggilas batu sehingga sepeda motor tersebut kehilangan keseimbangan. Karena itu, teh gelas yang dipegang oleh H terlempar mengenai tembok sebuah rumah di pinggir jalan yang sedang diperbaiki. Cipratan airnya pun mengenai salah satu pekerjanya.
Pada saat kejadian tersebut, pemilik rumah keluar. Lebih lanjut diketahui pemiliknya bernama Heri, seorang anggota TNI Angkatan Laut berpangkat kopral, berdinas di Cilandak. Ia langsung berteriak “maling!!!” ke arah H, S dan R. Setelah itu, tiba-tiba banyak orang menggunakan sepeda motor mengejar H,S dan R. Karena panik mereka mempercepat laju sepeda motornya. Akhirnya sepeda motor berhenti, lalu H dan S berupaya menjelaskan kejadian tersebut kepada orang banyak itu. Mereka pun meminta H untuk ikut menjelaskan kronologis kejadian kepada Heri. H dan S dibawa sementara R berhasil menyelamatkan diri dan langsung menghubungi orang tuanya.
Di tengah jalan, saat berada di lampu merah depan Pemerintah Daerah (“Pemda”) Cibinong, H berpapasan dengan pelaku Heri dan tiba-tiba Heri turun dari motornya menghampiri motor yang diboncengi H, menghakimi H dan tidak memberi kesempatan untuk berbicara, lalu memukul H. Saat peristiwa itu terjadi, S juga menyusul dan melihat kejadian tersebut. H dan S selanjutnya dibawa ke lahan kosong samping rumah Heri. Di tempat itu, H dan S kembali dipukuli, bahkan baju S dibuka lalu dipakai untuk mengikat S ke pohon. Pelaku Heri mengambil kalung rantai baja putih yang digunakan oleh S dan mencambuki badan S dengan kalung tersebut. S juga sempat diinjak, dan diteriakkan “bakar!”. R yang sebelumnya menyelamatkan diri akhirnya datang bersama orang tua S. Setelah itu, ada bimas lingkungan yang meredakan peristiwa tersebut . Akibat kejadian itu, H dan S mengalami luka-luka di bagian muka, bahu, dan perut. Belum ada pemeriksaan bagian dalam.
Atas peristiwa tersebut, orang tua korban penganiayaan melaporkan tindakan oknum TNI tersebut ke Polsek Bojong Gede pada tanggal 18 Desember 2015, namun ditolak. Mereka hanya diberi surat permohoanan visum et repertum. Tidak ingin menyerah, mereka kembali melaporkannya pada tanggal 24 Desember 2015 ke Garnisun Gambir, namun diarahkan melaporkan ke Polisi Militer AL di Jalan Bungur.
Setelah beberapa kali bolak-balik akhirnya laporan mereka diterima juga oleh Polisi Militer AL. Selain itu, pada Januari 2016 awal keluarga korban juga melapor ke Polres Depok dan Polres Bogor. Selain aparat, korban dan keluarga juga telah melaporkan kasus ini ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komnas HAM, dan LPSK.
LBH Jakarta berduka atas kejadian yang lagi-lagi menunjukkan arogansi seorang oknum yang diduga anggota TNI dengan melakukan kekerasan terhadap anak-anak yang rentan. Perkara ini bukan perkara pertama yang terjadi. Keberulangan kejadian yang berpola sesungguhnya memunculkan pertanyaan sejauh mana reformasi di institusi TNI khususnya terkait dengan kepatuhan para anggotanya terhadap prinsip negara hukum. Kultur kekerasan dan maen hakim sendiri masih nampak dalam berbagai kasus yang melibatkan oknum anggota TNI. Padahal, TNI semestinya bertugas melindungi segenap bangsa-rakyat Indonesia bukan sebaliknya.
Peristiwa yang lagi-lagi memakan korban anak juga menunjukkan kegagalan perlindungan anak di Indonesia. Pembentukan lembaga-lembaga yang berfokus pada perlindungan anak masih belum optimal dan tegas dalam menghadapi dan mencari penyelesaian komprehensif terkait permasalahan semacam ini.
Berdasarkan hal tersebut, LBH Jakarta meminta dan mendesak agar keadilan ditegakkan dan pelaku segera diadili; meminta pimpinan TNI AL, POMAL untuk mengawal proses penegakan hukum pada pelaku; Pemerintah menjamin perlindungan bagi korban; dan KPAI, Komnas HAM bekerjasama dengan LPSK memberi pemulihan fisik dan psikis serta perlindungan bagi korban sekaligus saksi anak H dan S.
Demikian Pernyataan Pers ini kami sampaikan. Keadilan harus ditegakkan meski langit runtuh!
Hormat Kami,
20 Januari 2016
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
Narahubung:
Bunga M. R. Siagian (08567028934); Arif Maulana (0817256167)