Jakarta, LBH Jakarta—Aksi penolakan terhadap Undang-Undang Pemilihan Umum Gubernur, Bupati, dan Walikota atau yang dikenal dengan UU PILKADA dilakukan oleh lapisan masyarakat pada hari Selasa (14/10/14) di depan Gedung DPR RI Senayan Jakarta. Aksi yang diikuti sekitar 1000 massa besar tersebut terdiri dari beberapa elemen masyarakat seperti NGO/LSM, Serikat Buruh/Serikat Pekerja (SB/SP), Mahasiswa gabungan dari beberapa Universitas se-Jabodetabek, rekan-rekan media dan individu-individu yang menolak undang-undang tersebut. Adapun tujuan dilakukannya aksi ini adalah menolak atas disahkannya UU PILKADA yang menyebabkan masyarakat Indonesia tidak bisa memilih calon Kepala Daerahnya secara langsung.
Aksi yang dimulai dari pukul 13.00 hingga pukul 18.00 WIB ini berlangsung tertib dan lancar. Beberapa massa yang hadir dari berbagai organisasi berkumpul di depan pintu gerbang DPR RI. Diawali dengan rombongan massa dari Serikat Buruh/Serikat Pekerja yang terlebih dahulu tiba dan kemudian disusul oleh rombongan massa dari gabungan mahasiswa dan sebagainya.
Dalam aksi ini, masing-masing perwakilan menyampaikan orasi politiknya dan yel-yel penyemangat mengenai dampak UU PILKADA ini. Selain orasi politik, aksi teatrikal yang menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia saat ini akibat disahkannya UU PILKADA juga ditampilkan ditengah-tengah masa demonstran. Penampilan dari grup musik Marjinal dan pembacaan puisi juga ditampilkan untuk menyemarakan suasana unjuk rasa.
Masyarakat saat ini dibuat resah atas disahkannya UU PILKADA oleh DPR RI pada tanggal 26 September 2014 lalu. Masyarakat menilai bahwa hak-hak kosntitusional mereka telah dilanggar. Jika UU PILKADA tersebut dibiarkan saja berlaku di negara ini, maka masyarakat secara otomatis tidak bisa lagi memilih Kepala Daerahnya secara langsung. Pemilihan akan diwakilkan oleh wakil-wakil mereka yang menduduki kursi di DPRD masing-masing daerah. Dengan demikian, masyarakat tidak bisa memberikan penilaian secara langsung dan tidak bisa melihat pemimpin mana yang layak untuk menjadi seorang Kepala Daerah. Jika pemilihan dilakukan melalui DPRD, maka kekhawatiran terhadap kepentingan-kepentingan elite politik akan terjadi dimasa mendatang.
Oleh karena itulah, aksi ini dianggap penting bagi masyarakat yang menghendaki Pemilihan Umum Kepala Daerah secara langsung. Harapan dengan adanya aksi ini adalah supaya wakil-wakil rakyat di DPR RI dan Pemerintah Indonesia mendengar ‘jeritan hati’ rakyat yang menghendaki Demokrasi di Negara ini tetap berdiri. Sesuai dengan makna Demokrasi yaitu pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat, maka dengan demikian rakyat/masyarakat harus dilibatkan dalam penentuan kebijakan pemerintahan, termasuk PEMILU secara langsung (MJ).