Rabu 27 Januari 2021, Presiden Joko Widodo melantik calon tunggal Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Komjen Listyo Sigit Prabowo menjadi Kapolri. Pelantikan itu akan berdampak pada kursi Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) lowong dan menunggu pengganti yang baru.
Berdasarkan Pasal 20 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 yang mengubah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2010 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpres No. 5 Tahun 2017) Kabareskrim bertugas memimpin unsur pelaksana pokok bidang reserse kriminal yang membantu Kapolri dalam membina dan menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, pengawasan dan pengendalian penyidikan, penyelenggaraan identifikasi, laboratorium forensik dalam rangka penegakan hukum serta pengelolaan informasi kriminal nasional.
Atas posisi strategis dan sentral demikian, LBH Jakarta menilai calon Kabareskrim harus memiliki visi yang berorientasi pada reformasi kepolisian yang sesuai dengan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, independen, imparsial, non-diskriminatif dan profesional. Berdasarkan Aturan Perilaku Bagi Aparat Penegak Hukum Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 menyebutkan: “Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh hukum kepada mereka, yaitu dengan melayani masyarakat dan melindungi semua orang dari tindakan yang tidak sah, sesuai dengan rasa tanggung jawab yang tinggi sebagaimana diharuskan oleh profesi mereka”. Sebagaimana amananat Pasal 4 Undang –Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk, “mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.”
Untuk itu calon Kabareskrim sebagai pembantu Kapolri, sebagaimana 12 Catatan Kritis terhadap Kapolri yang telah kami sampaikan sebelumnya, setidaknya Kabareskrim harus memiliki komitmen dan memastikan semua jajaran anggota kepolisian dalam bertindak dan bertugas harus menghormati dan melindungi martabat kemanusiaan serta memelihara dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM). Maka, calon Kabareskrim harus terlebih dahulu menyelesaikan permasalahan ditubuh Polri yang menjadi perhatian publik luas, seperti:
A. KRITERIA
1) Meningkatkan profesionalitas penyidik di Kepolisian untuk menjalankan prinsip fair trial (peradilan yang adil) dalam setiap tindakan penyelidikan dan penyidikan:
a. Memastikan praktik penyiksaan (torture) dan praktik pembunuhan di luar hukum (extra judicial kiling) tidak terulang lagi
b. Memastikan semua tindakan dalam kerangka penegakan hukum yang dilakukan oleh Kepolisian tidak diskriminatif (non-discrimination);
c. Memastikan tidak ada lagi tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Kepolisian atau tindakan di luar ketentuan hukum dan HAM;
2) Menyeret semua anggota kepolisian yang terlibat dalam tindak pidana tidak hanya secara etik, namun sampai menyentuh pertanggungjawaban pidana secara akuntabel, transparan dan objektif melalui peradilan umum yang setara dengan warga sipil lain berdasarkan Pasal 4 PP No. 3 Tahun 2003, “Penyidikan terhadap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan tindak pidana dilakukan oleh penyidik sebagaimana diatur menurut hukum acara pidana yang berlaku di lingkungan peradilan umum.”
3) Menghormati kebebasan berkumpul, berekspresi dan berpendapat dimuka umum serta menghentikan kekerasan dan brutalitas anggota Kepolisian dalam pengamanan aksi demonstrasi mahasiswa, serikat buruh, serikat tani, serikat pekerja dan masyarakat sipil pada umumnya dengan memastikan tidak ada penggunaan kekuatan berlebihan (excessive use of force) seusai Perkap No. 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dan Perkap No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip HAM;
4) Mendata, memeriksa, dan menindaklanjuti seluruh laporan dan/atau pengaduan korban atau masyarakat kepada kepolisian yang mengalami penundaan berlarut (undue delay) di Kepolisian khususnya korban atau masyarakat yang merupakan kelompok minoritas dan rentan (perempuan, anak, dst.) sesuai Pasal 50 KUHAP, Pasal 4 PP No 2 Tahun 2003, dan Pasal 10 c Perkap No 11 Tahun 2011;
5) Menuntaskan kasus-kasus yang menjadi perhatian publik sebagai pucuk pimpinan fungsi reserse kepolisian, seperti mengungkap aktor interlektual penyiraman penyidik KPK Novel Baswedan, Kasus penyitaan barang-barang First Travel yang hilang, kasus kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan banjir seperti di Kalimantan Selatan;
6) Menuntaskan kasus-kasus Korupsi yang terjadi ditubuh Kepolisian berdasarkan UU Pemberantasan Tipikor dan UU Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari KKN.
B. PROSEDUR
Selain itu permasalahan yang harus diselesaikan diatas, LBH Jakarta juga mendesak dalam proses seleksi dan pemilihan calon KABARESKRIM, Dewan Pengangkatan harus dilakukan secara transparan dan akuntabel dengan melakukan:
1. Melibatkan partisipasi dan meminta pertimbangan publik dengan mengumukan nama-nama calon KABARESKRIM sesuai Pasal 8 dan Pasal 9 UU 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari KKN;
2. Melibatkan dan meminta Pertimbangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai Pasal 6 huruf a, b, dan c UU 19 Tahun 2019 Tentang Pemberantasan Tipikor;
3. Melibatkan dan meminta pertimbangan OMBUDSMAN RI Pasa 6 dan Pasal 8 ayat (2) UU 37 Tahun 2008 Tentang OMBUDSMAN RI;
4. Melibatkan dan meminta pertimbangan Komnas HAM sesuai dengan UU 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia;
5. Melibatkan dan meminta pertimbangan Komnas Perempuan sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 181 Tahun 1998 Tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan;
6. Melibtkan dan meminta pertimbangan Pusat Keuangan dan Pelaporan Transaksi Keuangan sesuai dengan UU 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Berdasarkan uraian tersebut LBH Jakarta mendesak:
1. Kapolri harus memastikan Kabareskrim yang menjadi pembantunya harus memilki komitmen pada reformasi kepolisian sesuai prinsip demokrasi, hak asasi manusia, independen, imparsial, non-diskriminatif dan profesional;
2. Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) Mabes Polri dan Komisi Kepolisiaan Nasional (KOMPOLNAS) RI dalam memilih dan merekomendasikan calon Kabareskrim harus melibatkan dan meminta penilaian masyarakat sipil dan lembaga negara independen, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Keuangan dan Pelaporan Transaksi Keuangan (PPATK), Ombudsman RI, Komnas HAM, Komnas Perempuan, organisasi hak asasi manusia dan organisasi anti korupsi;
3. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) RI mengawasi serangkaian proses pemilihan Kabareskrim secara akuntabel, transparan dan objektif.
Hormat kami,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta