Karya Latihan Bantuan Hukum (Kalabahu) 39 LBH Jakarta memasuki akhir pekan kedua, Jumat (20/04). Materi pertemuan pada sesi kali ini adalah Hak Atas Peradilan yang Jujur. Materi tersebut disampaikan oleh Arif Maulana, Kepala Divisi Kaderisasi dan Pengembangan Organisasi LBH Jakarta.
Arif mengawali penyampaian materi dengan menjelaskan mengenai pengertian hak atas peradilan yang jujur. Ia menyoroti juga bagaimana lemahnya pengertian aparat penegak hukum mengenai penyiksaan. Hak atas peradilan yang jujur dan adil adalah bagian dari hak asasi manusia yang inheren dalam sebuah negara hukum dan penyiksaan merupakan salah satu bentuk unfair trail.
Kepolisian dalam tugasnya sebagai penyidik masih menjadikan penyiksaan sebagai sarana untuk membuat orang mengakui kejahatan. Hal tersebut diperburuk dengan anggapan banyak orang bahkan korban penyiksaan, yang menganggap penyiksaan yang dilakukan polisi adalah wajar. Arif menyebutkan, bahwa fair trail merupakan bagian dari tanggung jawab negara dan merupakan hak universal yang sudah dijamin melalui instrumen-instrumen HAM.
“Setiap Negara cq. pemerintah memiliki tugas untuk mengadili mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan. Namun, ketika orang mengalami pengadilan yang tidak adil, akses keadilannya tidak diberikan. Ketika orang-orang disiksa atau diperlakukan buruk oleh aparat penegak hukum, ketika individu yang tidak bersalah dihukum, atau ketika proses hukum yang nyata tidak adil, sistem peradilan itu sendiri kehilangan kredibilitas. Hak asasi manusia harus ditegakkan di kantor polisi, pusat-pusat penahanan, pengadilan dan sel penjara, Jika tidak pemerintah telah gagal dalam tugas dan tanggung jawabnya,” terang Arif.
Dalam sesi ini, Arif juga menjelaskan mengenai ruang lingkup dari fair trail dan bagaimana sistem peradilan pidana harus mengatur mengenai anti penyiksaan itu sendiri.
“Ruang lingkup fair trail ada empat, yaitu Hak-hak sebelum diadili (pre trial rights), Hak-hak selama persidangan, Hak-hak kondisi khusus, Hak-hak pasca persidangan. Oleh karena itu, dalam KUHAP kita mesti menjamin akan hal tersebut, namun dalam KUHAP kita sekarang pasal yang mengatur mengenai penyiksaan saja tidak ada. Dalam RKUHAP harus dilihat apakah sudah diatur belum pengertian penyiksaan sebagaimana yang dimaksud dalam kovensi penyiksaan,” jelas Arif.
Sebelum menutup sesi selain menunjukan kasus-kasus unfair trail yang terjadi dan pernah ditangani oleh LBH Jakarta, Arif juga menekankan bahwa peradilan yang jujur adalah Hak Asasi Manusia yang tidak bisa dibatasi. Hak tersebut bersifat universal dan tidak bisa dibatasi oleh siapapun.
“Indonesia sebagai negara hukum sudah menjamin hal tersebut dalam konstitusi negara kita, yaitu UUD 1945.” tutup Arif. (Aldo Kotan)