Tak Sengaja Mematahkan Palang Parkir,
Andrew Dilaporkan Pidana Oleh Green Pramuka
Siaran Pers: 842/SK-Rilis/VII/2017
Sdr. Andrew sebagai penghuni Green Pramuka City didakwa Pasal 406 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah hanya karena tidak sengaja merusak barang sehingga menimbulkan kerugian sebesar Rp100.000 (seratus ribu rupiah).
Kronologis Kasus:
Pada tanggal 8 November 2014, sekitar pukul 00.30 WIB, Andrew turun ke basement 1 untuk mengambil motornya yang terparkir di Area Parkir Apartemen Green Pramuka City dengan maksud hendak membeli obat untuk penyakit jantungnya di Apotek. Pada saat Andrew mengambil motornya di tempat parkir ternyata sedang dilakukan Fogging (pengasapan demam berdarah) di sekitar area apartemen. Andrew merasa terkejut karena ia merasa tidak ada pemberitahuan sebelumnya bahwa akan ada kegiatan Fogging tersebut, tanpa berfikir panjang lagi Andrew memutuskan untuk segera keluar dari area parkir tersebut, namun sesampainya di gerbang parkir, gerbang tersebut tetutup dengan palang tanpa adanya penjaga yang seharusnya berjaga.
Andrew berteriak memanggil petugas parkir sambil membunyikan klakson motor berkali-kali namun tidak ada satupun respon dari petugas. Andrew akhirnya memutuskan membuka palang parkir tersebut secara manual yaitu mendorong kearah depan palang parkir tersebut dan tidak sengaja mematahkan palang parkir tersebut. Tindak Andrew tersebut tidak ada maksud atau niat sedikitpun untuk melakukan pengerusakan, hal tersebut ia lakukan karena sering melihat para petugas yang membuka palang parkir tersebut secara manual apabila palang parkir tersebut sedang terjadi error system. Adapun kerugian dari rusaknya palang parkir tersebut hanya sebesar Rp100.000 (seratus ribu rupiah).
Ironi hukum pidana yang seharusnya digunakan sebagai alat terakhir (ultimum remidium) dalam penegakan hukum terutama terkait kasus-kasus dengan kerugian hanya Rp100.000, justru tidak diselesaikan secara musyawarah (restoratif justice). Hal tersebut diperparah lagi dengan ketidak telitian Jaksa Penuntut Umum yang menerapkan Pasal untuk menjerat Sdr. Andrew yang mana seharusnya dengan kerugian dibawah Rp. 2.500.000 menggunakan Pasal 407 ayat (1) KUHP.
“Perbuatan-perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 406, jika harga kerugian tidak lebih dari dua puluh lima rupiah diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.”
Jika nilai barangnya tidak lebih dari Rp 25,- (dua puluh lima rupiah), maka pasal yang digunakan adalah Pasal 407 ayat (1) KUHP. Akan tetapi, seiring dengan berkembangnya nilai mata uang, patokan nilai tersebut tidak dapat digunakan lagi. Nilai tersebut telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pasal 1 peraturan tersebut mengatakan bahwa kata-kata “vijfen twintie gulden“(diterjemahkan menjadi dua puluh lima rupiah) dalam pasal-pasal 364, 373 379, 384 dan 407 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana diubah menjadi “dua ratus lima puluh rupiah”. Yang mana ketentuan ini kemudian diubah lagi oleh Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP yang berbunyi:
“Kata-kata “dua ratus puluh lima rupiah” dalam pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).”
Ini berarti selama barang yang dirusak tersebut tidak lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), maka perbuatan pengrusakan tersebut dipidana dengan Pasal 407 ayat (1) KUHP.
Perkembangan Persidangan:
1. Pada tanggal 6 Juli 2017 Andrew telah menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan agenda Dakwaan;
2. Pada tanggal 13 Juli 2017 Andrew telah menjali sidang keduanya dengan agenda pembacaan nota keberatan/eksepsi, namun ditunda karena Hakim tidak dapat menghadiri persidangan.
Sidang selanjutnya akan dilaksakan kembali pada Kamis, 20 Juli 2017 dengan agenda persidangan yang sama yakni pembacaan nota keberatan/eksepsi. Dalam proses perkara ini LBH Jakarta mendesak:
1. Institusi penegak hukum, baik kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman memaksimalkan penyelesaian perkara dapat berdasarkan Keadilan Restoratif guna bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dan terciptanya perdamaian antara korban dan pelaku sebagaimana yang diamanatkan dalam Nota Kesepakatan 2012 ;
2. Majelis Hakim pada perkara nomor 629 / Pid. B / 2017 / PN Jky. Pst mengadili perkara perlu mengedepankan keadilan restoratif dan mempertimbangkan jenis pemidanaan lain misalnya pidana denda, sehingga juga dapat mengurangi penumpukan jumlah penghuni Lapas dan Rumah Tahanan (Rutan) yang selama ini selalu kelebihan kapasitas.
Jakarta, 20 Juli 2017
Hormat kami,
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
Narahubung :
Ayu Eza Tiara (082111340222)
Bunga Siagian (08567028934)