Siaran Pers
Wadah Pegawai KPK Sampaikan Replik Bantahan terhadap Jawaban Pimpinan KPK-RI di Persidangan PTUN Jakarta
Pada Rabu (28/11/2018), Wadah Pegawai KPK dkk. yang diwakili oleh Tim Advokasi Selamatkan KPK (yang terdiri dari LBH Jakarta, YLBHI, ICW, dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi) menyampaikan replik bantahan Para Penggugat atas Jawaban pimpinan KPK-RI di Persidangan PTUN Jakarta. Turut hadir juga pada agenda persidangan replik ini Mochamad Praswad Nugraha yang merupakan Penggugat II dari 3 Penggugat dalam perkara nomor: 217/G/2018/PTUN.JKT ini.
Dalam replik tersebut, Para Penggugat menyampaikan bahwa Objek Sengketa, yakni Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor 1426 Tahun 2018 tentang Tata Cara Mutasi Di Lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi, tertanggal 20 Agustus 2018, adalah Keputusan Pejabat untuk lingkup internal orang tertentu. Artinya adalah kewenangan mengadilinya ada pada PTUN, bukan di Mahkamah Agung sebagaimana disampaikan oleh Tergugat sebelumnya dalam jawabannya.
Selain itu, Para Penggugat juga menyatakan dalam repliknya bahwa Wadah Pegawai KPK mempunyai legal standing untuk mengajukan gugatan, karena selain ia adalah perkumpulan dengan kapasitas badan hukum, juga memiliki tugas dan kegiatan melakukan bantuan hukum. Bantuan hukum tersebut meliputi pada kewenangan Wadah Pegawai KPK untuk mengajukan gugatan di peradilan, termasuk pengadilan tata usaha negara.
Kapasitas Yudi Purnomo yang mewakili Wadah Pegawai KPK sendiri sudah terkualifikasi Para Penggugat dalam repilk Para Penggugat. Yudi Purnomo yang merupakan Ketua Wadah Pegawai KPK, pada dasarnya memiliki hak dan kedudukan untuk mewakili perhimpunannya, dimulai dari pembuatan perjanjian, menghadap pimpinan, dan sebagainya.
Tidak cukup sampai disana, Para Penggugat menegaskan bahwa tidak ada tumpang tindih kepentingan hukum antar masing-masing Para Penggugat. Penggugat I (Wadah Pegawai KPK) memiliki kepentingan hukum karena dirugikan akibat tidak diikutsertakan merumuskan dan menerbitkan bersama aturan terkait mutasi pegawai. Penggugat II dan Penggugat III (Mochamad Praswad Nugraha & Tri Artining Putri) adalah pegawai KPK-RI merupakan subjek hukum langsung yang diatur dalam Objek Sengketa, dan berpotensi menjadi korban mutasi sewenang-wenang di kemudian hari.
Dalam replik atas masalah pokok perkara, Para Penggugat tetap tegas menyatakan bahwa Objek Sengekta, yakni Keputusan Pimpinan terkait Tata Cara Mutasi bertentangan dengan ketentuan UU KPK, PP Sistem Manajemen SDM KPK, Peraturan Komisi tentang Kepegawaian, dsb. Hal ini dikarenakan dalam Objek Sengketa sama sekali tidak memuat klausul detail mengenai kriteria dan tata cara mutasi yang berkeadilan dan partisipatif. Dalam Objek Sengketa, mutasi bisa dilakukan sewenang-wenang atas rekomendasi atasan/pimpinan, yang mana sangat bersifat subjektif.
Selain itu dalam pembentukannya, Objek Sengketa sudah cacat sejak lahir, karena ia dirumuskan dan dibuat tanpa melibatkan Wadah Pegawai KPK yang sebenarnya punya kewenangan yang sama untuk terlibat dalam setiap perumusan dan penentuan kebijakan terkait kepegawaian. Wadah Pegawai KPK sendiri secara resmi telah berkirim surat elektronik terkait kebijakan ini, namun tidak ada respon positif berkelanjutan.
Ada pun argumen-argumen lain yang disampaikan dalam replik Para Penggugat juga mencakup pada konteks Objek Sengketa yang tidak memenuhi asas-asas umum pemerintahan yang baik. Selain itu, Objek Sengketa juga bertentangan dengan berbagai asas, seperti asas akuntabilitas, asas proporsionalitas, dan lainnya. Hal ini dikarenakan Pimpinan KPK-RI tidak bisa mempertanggungjawabkan produk kebijakannya sendiri. Selain itu, Objek Sengketa juga karena muatannya tidak proporsional dan mengakomodir kepentingan keseluruhan pegawai KPK-RI.
Keseluruhan argumen dalam replik, tetap dibingkai dalam perspektif bahwa terbitnya Objek Sengketa adalah bagian dari bentuk upaya pelemahan KPK-RI dengan cara mengacak-acak sistem sumber daya manusia di internal KPK-RI. Semua pegawai KPK-RI berpotensi menjadi korban mutasi sewenang-wenang, termasuk Biro Hukum KPK-RI itu sendiri yang kini menjadi Kuasa Hukum Pimpinan KPK-RI.
Replik Para Penggugat sendiri disusun untuk menegaskan kembali dalil-dalil yang sebelumnya telah disampaikan dalam Surat Gugatan. Atas replik ini, Para Penggugat tetap memohon kepada Majelis Hakim PTUN untuk mengabulkan permohonan penundaan dan pencabutan objek sengketa.
Seiring dengan berjalannya proses persidangan Wadah Pegawai KPK melawan Pimpinan KPK-RI, Tim Advokasi Selamatkan KPK selaku Kuasa Hukum daripada Wadah Pegawai KPK tetap menyerukan agar:
- Pimpinan KPK melakukan penundaan bahkan pencabutan keberlakuan Keputusan Pimpinan KPK No. 1426 Tahun 2018 tentang Tata Cara Mutasi di Lingkungan KPK;
- Pimpinan KPK bertindak partisipatif dalam merumuskan kebijakan internal KPK, setia pada aturan perundang-undangan dan kode etik KPK, serta memperkuat dan melindungi lembaga KPK agar kerja-kerja pemberantasan korupsi dapat berjalan secara maksimal;
- Majelis Hakim PTUN Jakarta perkara nomor 217/G/2018/PTUN.JKT agar berlaku independen, objektif, berpihak pada nilai keadilan dan anti korupsi, dan dapat memutus perkara secara benar dan adil;
- Masyarakat se-Indonesia turut terlibat dan berpartisipasi aktif dalam melindungi lembaga KPK serta mendukung seluruh kerja-kerja pemberantasan korupsi.
Salam anti korupsi!
Narahubung:
- Rasyid Ridha (081213034492)
- Arif Maulana (0817256167)