Oleh : Rambo Cronika Tampubolon, SH[1]
A. PENGERTIAN PAR
PAR Pada awalnya dikembangkan oleh seorang psikolog bernama Kurt Lewin di awal hingga pertengahan 1900an. Freire kemudian mengembangkan PAR sebagai kritik atas model pendidikan tradisional dimana guru berdiri di depan dan memberikan informasi ke murid sebagai penerima pasif. PAR ini juga merupakan kritikan terhadap penelitian yang lazimnya dilakukan oleh universitas maupun pemerintah dimana para ahli datang ke komunitas dan mempelajari subjek penelitian kemudian pergi membawa data untuk ditulis dalam laporan maupun tulisan.[2]
Participatory Action Research (PAR)[3] adalah metode riset yang dilaksanakan secara partisipatif di antara warga masyarakat dalam suatu komunitas aras bawah yang semangatnya untuk mendorong terjadinya aksi-aksi transformatif melakukan pembebasan masyarakat dari belenggu ideologi dan relasi kekuasan (perubahan kondisi hidup yang lebih baik). Dengan demikian, sesuai istilahnya PAR memiliki tiga pilar utama, yakni metodologi riset, dimensi aksi, dan dimensi partisipasi. Artinya, PAR dilaksanakan dengan mengacu metodologi riset tertentu, harus bertujuan untuk mendorong aksi transformatif, dan harus melibatkan sebanyak mungkin masyarakat warga atau anggota komunitas sebagai pelaksana PAR-nya sendiri.
PAR merupakan kegiatan riset yang berbeda dengan metode penelitian ilmiah lainnya yang biasa dilakukan oleh para akademisi, lembaga survey, dll. Di dalam metode penelitian ilmiah pada umumnya seorang researcher menjadikan suatu kelompok masyarakat hanya sebagai objek yang diteliti untuk mendapatkan suatu inti permasalahan tanpa memberikan perubahan (transformasi) nilai di dalam suatu masyarakat tersebut.
Di dalam kegiatan PAR, peneliti/praktisi PAR tidak memisahkan diri dari situasi masyarakat yang diteliti, melainkan melebur ke dalamnya dan bekerja bersama warga dalam melakukan PAR. PAR membahas kondisi masyarakat berdasarkan sistem makna yang berlaku di situ, bukan menurut disiplin ilmu tertentu di luar budaya masyarakat tersebut. PAR tak bisa lagi berposisi “bebas nilai” dan tidak memihak seperti yang dituntut ilmu pengetahuan sebagai syarat obyektivitas, melainkan harus memihak pada kelompok yang lemah, miskin, dirugikan, dan menjadi korban. Selain itu, PAR tidak berhenti pada publikasi hasil riset (laporan) dan rekomendasi untuk riset berikutnya, melainkan berorientasi pada perubahan situasi, peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat warga untuk memahami dan mengubah situasi mereka menjadi lebih baik.
B. TUJUAN PAR
Setiap kegiatan PAR bertujuan :
- Untuk membangun kesadaran masyarakat atau memberdayakan masyarakat aras bawah melalui pendidikan kritis, pembelajaran orang dewasa, dialog public, dll
- Untuk merubah cara pandang tentang penelitian dengan menjadikan penelitian sebuah proses partisipasi
- Untuk menggeser padarigma: masyarakat sebagi Objek à Subjek penelitian
- Untuk membawa perubahan (transformation) nilai sosial di masyarakat
C. PRINSIP-PRINSIP PAR[4]
Pertama, prinsip Partisipasi. Prinsip ini mengharuskan PAR dilaksanakan separtisipatif mungkin, melibatkan siapa saja yang berkepentingan dengan situasi yang sedang diteliti dan perubahan kondisi yang lebih baik. Dengan prinsip ini, PAR dilakukan bersama di antara warga masyarakat melalui proses berbagi dan belajar bersama, untuk memperjelas dan memahami kondisi dan permasalahan mereka sendiri. Prinsip ini juga menuntut penghargaan pada setiap perbedaan yang melatarbelakangi warga saat terlibat dalam PAR, termasuk penghargaan pada kesetaraan jender (terlebih jika dalam suatu komunitas warga perempuan belum memperoleh kesempatan yang setara dengan laki-laki untuk berpartisipasi sosial). Berbeda dengan riset konvensional, tim peneliti dalam PAR bertindak sebagai fasilitator terjadinya proses riset yang partisipatif di antara warga, bukan tim peneliti yang meneliti kondisi komunitas dari luar sebagai pihak asing.
Kedua, prinsip Orientasi Aksi. Prinsip ini menuntut seluruh kegiatan dalam PAR harus mengarahkan masyarakat warga untuk melakukan aksi-aksi transformatif yang mengubah kondisi sosial mereka agar menjadi semakin baik. Oleh karena itu, PAR harus memuat agenda aksi perubahan yang jelas, terjadwal, dan konkret.
Ketiga, prinsip Triangulasi. PAR harus dilakukan dengan menggunakan berbagai sudut pandang, metode, alat kerja yang berbeda untuk memahami situasi yang sama, agar pemahaman tim peneliti bersama warga terhadap situasi tersebut semakin lengkap dan sesuai dengan fakta. Setiap informasi yang diperoleh harus diperiksa ulang lintas kelompok warga/elemen masyarakat (crosscheck). Prinsip ini menuntut PAR mengandalkan data-data primer yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti bersama warga di lapangan. Sedangkan data-data sekunder (riset lain, kepustakaan, statistik formal) dimanfaatkan sebagai pembanding.
Keempat, prinsip Luwes atau Fleksibel. Meskipun PAR dilakukan dengan perencanaan sangat matang dan pelaksanaan yang cermat atau hati-hati, peneliti bersama warga harus tetap bersikap luwes menghadapi perubahan situasi yang mendadak, agar mampu menyesuaikan rencana semula dengan perubahan tersebut. Bukan situasinya yang dipaksa sesuai dengan desain riset, melainkan desain riset yang menyesuaikan diri dengan perubahan situasi.
D. METODE DAN ALAT KERJA PAR
Secara umum, metode PAR terbagi dalam dua tipe, yakni Eksplanatif dan Tematik. PAR Eksplanatif memfasilitasi komunitas/masyarakat untuk berpartisipasi dalam menganalisis kebutuhan, permasalahan, dan solusinya sebelum merencanakan aksi transformatif. Sedangkan PAR Tematik menganalisis program aksi transformatif yang sudah berjalan, sebagai alat evaluasi dan pengamatan (monitoring).
Dengan memanfaatkan kekayaan riset-riset konvensional yang masih terus berkembang, PAR melengkapi diri dengan banyak metode dan alat kerja. Untuk mengumpulkan data lapangan dan menganalisisnya, PAR memiliki metode berbagi cerita (sharing), wawancara mendalam (in-depth interview) dan diskusi kelompok terfokus (focus group discussion/FGD). Dalam FGD misalnya, partisipan atau informan tidak sebatas berdiskusi dalam posisi duduk, melainkan bisa berdiskusi dalam dinamika tertentu dengan menggunakan alat kerja tertentu, misalnya pemetaan gagasan (mind mapping), diagram pohon masalah (problem tree), grafik kecenderungan (trend lines), matriks peringkat atau skala prioritas (ranking), dsb. Bahkan, penggalian informasi dari partisipan bisa dilakukan melalui permainan peran (role-play). Dalam dinamika tersebut, partisipan/informan berpeluang lebih besar mengungkapkan pengalaman, gagasan, dan refleksi mereka secara lebih terbuka karena terbantu dengan sejumlah alat kerja yang memudahkan pengamatan (visual) dan kegiatan yang dinamis/tidak kaku. Dinamika tersebut juga memudahkan fasilitator untuk mendorong sebanyak mungkin partisipan/informan berpartisipasi lebih aktif karena menggunakan kegiatan dan alat kerja yang bisa dipilih atas dasar kesesuaiannya dengan latar belakang budaya, pendidikan, dan pekerjaan partisipan/informan.
E. TAHAPAN KEGIATAN PAR
Perencanaan
- Membuat kelompok PAR
- Membuat rencana PAR
- Pemetaan Wilayah
1) Letak Geografis (jalan, pintu masuk, letak), Demografis (sosial budaya setempat), Kantor-kantor strategis (kantor polisi, RS, rumah tokoh masyarakat/tokoh agama, dll)
2) Aktor-aktor penting dan relasi sosial (pihak pro, kontra dan neutral)
- Analisa Resiko (Peneliti dan kontak/sekutu)
(Kriminalisasi, pengusiran, penyuapan, konflik horizontal, pencurian, perampokan, kekerasan, penculikan, penghilangan nyawa)
- Membuat analisa awal kasus komunitas atau membuat LO awal.
- Mencari Kontak.
- Menyusun Strategi:
1) Menyusun Rencana perjalanan
2) Identitas penyamaran dan strategi pendukung (Jurnalis/Wartawan, Mahasiswa, Menjadi orang lokal/diupayakan mengerti sosial budaya setempat, Peneliti, Pedagang, Buruh, Strategi pendukung ; membuat website, kartu nama, kop surat, surat tugas jika lapangan tidak beresiko.
3) Menyusup; Membangun kontak dengan orang dalam
- Mempersiapkan fisik yang prima
- Penyiapan Logistic yang memadai (ID Card, akomodasi yang cukup, alat-alat penelitian)
Pelaksanaan
3. Turun ke komunitas/lapangan dan live in[5]
4. Mendekati kontak atau membangun sekutu strategis
5. Pengumpulan data (wawancara, observasi, dll)
6. Membuat legal opinion atau analisa kasus structural
7. Menyusun rencana aksi
Evaluasi
8. Melakukan evaluasi PAR keseluruhan
[1] Asisten Pengacara Publik LBH Jakarta bidang Pengembangan Sumber Daya Hukum Masyarakat (PSDHM)
[2] Pengacara Publik LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa : Panduan Participatory Action Reseacrh
[3] http : www.jejaringmudakatolik.web.id
[4] Diskusi kelas kyutri (Q3) tentang bagaimana mengembangkan partisipasi aksi riset oleh Sardi Winata
[5] Live in atau tinggal di komunitas merupakan hal yang wajib dalam pelaksanaan PAR ini demi tercapainya tujuan PAR secara maksimal.