Warga korban penggusuran Pekayon dan Jakasetia yang tergabung dalam Forum Korban Penggusuran Bekasi (FKPB) didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Bekasi (10/02). Gugatan ini ditujukan kepada Perusahaan Umum Jasa Tirta II (PJT II), Walikota Bekasi, Kepala Dinas Tata Ruang Kota Bekasi, Kepala Satuan Pamong Praja Kota Bekasi (Satpol PP Kota Bekasi), Kapolres Metro Kota Bekasi, Kapolsek Metro Bekasi Selatan, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kota Bekasi. Mekanisme gugatan yang ditempuh oleh warga korban penggusuran Pekayon dan Jakasetia ini adalah gugatan perbuatan melawan hukum yang didaftarkan secara daring menggunakan sistem E-Court.
Sebelumnya, pada tahun 2016 Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi melakukan penggusuran terhadap warga Pekayon dan Jakasetia. Pemerintah Kota Bekasi mengklaim tanah yang ditempati warga selama ini merupakan tanah negara sehingga tanah tersebut hendak dipergunakan untuk keperluan membangun jalan. Pada waktu yang bersamaan terdapat pihak lain (PJT II) yang juga mengklaim tanah yang ditempati warga. Namun, salah satu warga yang pernah menjadi korban penggusuran memiliki girik atas tanah yang telah diklaim PJT II dan Pemkot Kota Bekasi sehingga warga berinisiatif mengajukan permohonan informasi publik kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bekasi atas tanah tersebut. Kemudian, ditemukan fakta bahwa tanah yang ditempati warga bukanlah milik Pemkot Kota Bekasi maupun milik PJT II sebab belum pernah ada yang mengajukan permohonan hak atas tanah tersebut.
Mengingat belum adanya pemilik yang sah hak atas tanah tersebut, warga-pun mengajukan permohonan pemblokiran proses pendaftaran sertifikat kepada BPN Kota Bekasi agar tidak ada pihak lain yang mengurus perizinan pada saat proses hukum warga berjalan, namun permohonan pemblokiran tersebut ditolak tanpa alasan yang jelas oleh BPN Kota Bekasi.
Kuasa hukum para penggugat, Ayu Eza Tiara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta juga mempertanyakan legitimasi Pemkot Bekasi yang menggusur warga pekayon serta legitimasi PJT II yang selama ini melakukan pungutan biaya pemanfaatan lahan terhadap warga. Tak hanya melanggar peraturan perundang-undangan yang ada, Ayu Eza Tiara juga menjelaskan bahwa Pemkot Bekasi dan tergugat lain juga telah melanggar Komentar Umum Nomor 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang mengatur secara tegas bahwa dalam melakukan penggusuran harus didahulukan proses pembicaraan yang tulus dan saat melakukan penggusuran tidak menghilangkan hak-hak warga.
“Tidak adanya itikad baik yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada memperlihatkan tindakan yang dilakukan para tergugat merupakan perbuatan melawan hukum,” tegas Ayu Eza Tiara.
Pada akhirnya peristwa penggusuran tersebut telah membuat nasib warga menjadi sangat buruk sebab hingga saat ini warga yang menjadi korban pengguran sama sekali tidak mendapat biaya ganti rugi maupun relokasi ketempat yang lebih layak sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam memenuhi hak atas tempat tinggal. (Abdan Ramadhani)