Jakarta, 04 Oktober 2018, sejumlah korban pengeroyokan yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Tanggerang dalam proses penggusuran paksa di Batuceper, Batu Jaya Tangerang melakukan pelaporan ke Polda Metro Jaya. Korban melakukan pelaporan dengan didampingi oleh kuasa hukum dari LBH Jakarta. Warga, pendamping dan kuasa hukum menilai, pengeroyokan yang dilakukan oleh Satpol PP tersebut merupakan pelanggaran terhadap Pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Agus, seorang warga yang menjadi korban pengeroyokan menceritakan bagaimana dirinya dikeroyok oleh Satpol PP saat proses penggusuran berlangsung. Menurutnya, proses pengeroyokan terjadi saat kuasa hukum warga sedang melakukan mediasi dengan pihak Pemda Tanggerang.
“Awalnya sekitar 40 orang Satpol PP datang ke arah warga yang bertahan. Mereka bicara kepada kuasa hukum dan mengatakan ingin melakukan mediasi, kuasa hukum minta agar seluruh Satpol PP dan jajaran mundur 10 langkah ke belakang dan tidak melakukan penggusuran selama proses mediasi berjalan. Awalnya mereka setuju, namun setelah kuasa hukum masuk ke sekolah untuk mediasi, kami mulai didorong oleh puluhan bahkan ratusan Satpol PP, kami ditarik, didorong, dipukuli dan diintimidasi. Kami mengalami luka-luka dan lebam-lebam, bahkan ada seorang pendamping yang memiliki penyakit di batang otaknya di pukul dibagian kepala hingga tak sadarkan diri,” cerita Agus, seorang warga yang juga mengalami pengeroyokan oleh sejumlah Satpol PP.
Tindakan brutal yang dilakukan oleh Satpol PP tersebut menurut Yenny kuasa hukum warga dari LBH Jakarta, tidak mencerminkan tindakan seorang pengabdi masyarakat. Yenny juga menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Tanggerang yang tidak menyadari bahwa tindakan pengeroyokan merupakan tindak pidana. Dan menurut Yenny, tindakan pengeroyokan tersebut tidak bisa digolongkan sebagai tindakan pengeroyokan pada umumnya.
“Tindakan yang dilakukan oleh SATPOL PP pada saat proses penggusuran kemarin merupakan bentuk penyiksaan, karena hal tersebut dilakukan oleh aparatur negara terhadap masyarakat sipil,” tegas Yenny, Pengacara Publik LBH Jakarta.
Lebih lanjut, pada penggusuran di Batuceper tersebut, tidak hanya warga dan rekan-rekan masyarakat sipil, kuasa hukum warga lainnya yakni Adhit dari LBH Jakarta dan Sofyan juga ikut menjadi korban pengeroyokan yang dilakukan Satpol PP.
“Kami punya sejumlah bukti pengeroyokan bahkan list nama sejumlah anggota Satpol PP yang melakukan pengeroyokan, karenanya jelas, korban ada, bukti jelas, jadi ya kita laporkan,” ungkap Yenny.
Penggusuran terhadap rumah keluarga Alm. Abdul Fatah sendiri merupakan latar belakang terjadinya pengeroyokan. Penggusuran dilakukan terhadap 10 KK yang sudah tinggal di atas lahan sejumlah 380 m2 sejak tahun 1959. Pemerintah Kota Tangerang bersikeras bahwa tanah tersebut adalah lahan milik Dinas Pendidikan Kota Tangerang, namun hingga proses penggusuran dilaksanakan, baik Pemerintah Kota Tanggerang maupun Dinas Pendidikan Kota Tangerang tidak juga dapat menunjukan dasar alas hak yang terang. Sedangkan selama 59 Tahun, warga-lah yang menguasai lahan tersebut dengan tinggal dan mendirikan rumah.