Rilis Pers 78/SK-ADV-PMU/I/2019
Warga Korban Penggusuran Petamburan Minta Anies Hormati Putusan Pengadilan dan Bayar Hutang 4,7 M Kepada Warga
12 tahun sudah warga korban penggusuran Rusun Petamburan menanti Pemprov DKI Jakarta melaksanakan putusan pengadilan. Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak 2005 tersebut memerintahkan Pemprov DKI membayar ganti rugi kepada 473 KK warga Petamburan sebesar total Rp. 4. 730.000.000,- (empat miliar tujuh ratus tiga puluh juta) dan memberikan DO/unit rumah susun sesuai dengan janjinya sebelum penggusuran.
Kasus ini bermula ketika 473 KK warga RW 09 Kelurahan Petamburan, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat digusur oleh Pemprov DKI Jakarta pada tahun 1997 untuk pembangunan Rusunami di wilayah tersebut. Meski demikian, pada pelaksanaannya Pemprov DKI melanggar hukum karena melakukan pembebasan tanah sepihak hingga relokasi yang tertunda hingga 5 tahun karena molornya pembangunan Rusunami.
Warga kemudian menggugat Pemprov DKI yang kemudian dikabulkan melalui Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 107/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst tanggal 10 Desember 2003. Putusan tersebut dikuatkan melalui Putusan pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 377/Pdt/2004/PT.DKI tanggal 23 Desember 2004 dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2409/KPDT/2005 tanggal 26 Juni 2006. Langkah warga meminta haknya sangat sulit karena tidak adanya itikad dari Pemprov DKI Jakarta. Pemprov DKI Jakarta mengajukan Peninjauan Kembali yang kemudian ditolak melalui Putusan Mahkamah Agung No. 700/PK.pdt/2014. Pemprov juga sempat memohon fatwa kepada Mahkamah Agung pada 2016 agar terhindar dari kewajiban dalam putusan.
Pada masa pemerintahan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, warga pun tak mendapatkan kepastian mengenai kapan akan dilaksanakannya putusan tersebut. Malahan pada akhir 2018, gubernur mengajukan permohonan penetapan putusan tidak dapat dilaksanakan (Non executable) kepada Pengadilan Negeri agar tidak perlu melaksanakan isi putusan. Padahal, selama ini warga terus menerus mengupayakan melalui jalur-jalur formal persuasif yang disediakan.
Dampaknya, kondisi warga kian memprihatinkan. Sebagian besar warga terpaksa tidak dapat tinggal pada hunian layak karena harus menghuni bangunan semi permanen di sekitar Rusun Petamburan. Sebuah ironi mengingat pada mulanya proyek Rusunami Petamburan ditujukan untuk pengentasan kawasan kumuh.
LBH Jakarta beranggapan bahwa pelaksanaan putusan sangat bergantung pada kehendak dan keberpihakan Pemprov DKI mengingat tidak adanya upaya paksa yang dapat dikenakan terhadap pemerintah sebagai tergugat perdata. Pemprov DKI dapat dikatakan telah melakukan pemiskinan terhadap warga Petamburan karena mangkir dari tanggung jawabnya selama 12 tahun terakhir.
Oleh karena itu, LBH Jakarta bersama-sama dengan warga Petamburan mendesak kepada Pemprov DKI Jakarta untuk segera melaksanakan isi putusan pengadilan dan membayar uang ganti rugi sewa sebesar Rp 4.730.000.000,- serta memberikan jatah unit rumah susun milik kepada warga rusun Petamburan. Langkah tersebut sangat penting untuk segera dilakukan jika Pemprov DKI memang patuh hukum dan memiliki keberpihakan pada masyarakat miskin. Jika tidak, tentu kepercayaan masyarakat kecil terhadap pemerintah kian terkikis mengingat janji Pemilu yang terus tidak ditepati.
Senin, 14 Januari 2018
LBH Jakarta – Warga Petamburan
Narahubung:
LBH Jakarta: Charlie Albajili (0812 2402 4901) | Nelson Nikodemus Simamora (0813 9682 0400) |
Masri Rizal – Warga Petamburan – (0813 1456 8816)