RILIS PERS
No.1037 /SK/LBH/IX/2014
Ganti Rugi Tidak Adil: Warga Kali Baru Tuntut Jokowi Berikan Keadilan
LBH Jakarta, 3 September 2014 – Warga Kali Baru Tanjung Priok Jakarta Utara menolak ganti rugi pembebasan lahan milik mereka untuk pembangunan Tol Tanjung Priok karena dinilai tidak adil. Menurut Mindo, pemilik bidang lahan di Kali baru, nilai ganti kerugian yang ditawarkan tim penaksir, yakni 1,9 juta per meter persegi tak manusiawi dan tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Warga memilih bertahan meskipun uang ganti rugi sebagian lahan telah dititipkan Pemerintah DKI Jakarta kepada Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Warga Kali Baru adalah warga yang telah menempati lahan lebih dari 30 tahun secara sah menurut hukum. Warga memiliki dokumen-dokumen yang lengkap dan pengakuan dari pejabat setempat. Sebenarnya warga merasa berat untuk merelakan rumah mereka dan pindah ke tempat lain. “ Selama ini saya hidup nyaman di rumah ini meskipun kecil. Rumah kami terletak di lokasi strategis sehingga kami bisa usaha kecil-kecilan untuk menghidupi keluarga” ujar Rohilah salah satu dari warga. Meskipun demikian, warga rela rumahnya dibebaskan demi mendukung program Jakarta Baru Jokowi Ahok.
Akibat dari ganti kerugian yang tidak setimpal tersebut, banyak warga yang saat ini kebingungan untuk mencari tempat tinggal pengganti yang layak. Warga juga merasa miris karena untuk proyek yang sama ganti kerugian untuk warga Koja ditetapkan Rp. 12.000.000/m2. Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara beberapa waktu lalu, besaran tersebut bahkan meningkat menjadi Rp 35.000.000/m2. Jika dihitung, ganti kerugian antara warga Kali Baru dan Koja terpaut jauh sebesar 18,4 kali lipat. Ganti kerugian yang sangat rendah tersebut sangat merugikan warga Kalibaru yang masih tergolong tidak mampu.
Saat ini warga masih berusaha untuk melakukan mediasi dengan Gubernur DKI Jakarta. Jokowi sendiri berkomitmen agar warga dapat menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan dan mendorong pembicaraan tulus sebelum terjadinya penggusuran. Namun sangat disayangkan di tengah-tengah proses tersebut pada tanggal 29 Agustus 2014 melalui surat 1838/0.76.98, Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan justu mengirimkan surat peringatan yang ditandatangani oleh Kepala Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan Jakarta Utara Bambang Sudjimanto, MT kepada warga agar dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) × 24 jam untuk segera membongkar sendiri bangunannya. Surat ini bahkan diriingi dengan intimidasi dan ancaman penggusuran paksa. Tidak cukup di situ, sejumlah polisi dan Satpol PP mengultimatum warga untuk segera mengambil kerugian jika tidak akan dilakukan penggusuran paksa 3 September 2014;
LBH Jakarta mendesak agar setiap instansi di bawah Gubernur untuk menaati perundang-undangan yang berlaku. “ Berdasarkan ketentuan UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan umum warga berhak mendapatkan ganti kerugian yang layak dan adil, ganti kerugian tersebut harus memperhatikan asas kesejahteraan, kesepakatan dan keberlanjutan sebagaimana diatur pada Pasal 2 dalam peraturan tersebut”. Pemerintah DKI Jakarta juga wajib melakukan pembicaraan yang tulus dan memberikan perlindungan terhadap kepemilikan harta benda warga dan perlindungan dari ketakutan untuk berbuat dan tidak berbuat sesuatu. Kewajiban Pemda DKI ini mutlak sebagaimana amanah konstitusi UUD 1945 Pasal 28G Ayat (1).
Jakarta, 3 September 2014
Hormat Kami,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
Kontak :
Rahmawati Putri : 0857 807 62 987, Muhamad Isnur : 0815 1001 43 95