LBH Jakarta mendesak pemerintah untuk memberikan vaksin SARS-CoV-2 (Covid-19) yang aman, efektif, dan gratis untuk seluruh rakyat Indonesia. Proses pengadaan vaksin juga harus transparan dan bebas dari korupsi. Setelah tidak berdaya dalam hal 3T (testing, tracing, treatment) dan 3M (cuci tangan, jaga jarak, masker), kegagalan mengelola persoalan vaksin akan berakibat penanganan Covid-19 semakin tidak memiliki kejelasan dan target kapan berakhir di Indonesia sementara jumlah orang yang terinfeksi semakin menjulang tinggi dari hari ke hari dan menjadi negara dengan jumlah kasus dan kematian tertinggi di Asia Tenggara.
Sejak awal tahun, Indonesia (dan dunia) dilanda wabah Covid-19 yang disebabkan virus SARS-CoV-2. Hingga rilis ini dibuat, berdasarkan data pemerintah, tercatat ada 617.820 orang positif terinfeksi, 505.836 sembuh, dan 18.819 meninggal dunia. Meyakini vaksin sebagai solusi tunggal, berbagai negara mengembangkan dan membeli vaksin. Inggris sudah melakukan vaksinasi massal minggu lalu dan AS akan melakukannya minggu ini. Sedangkan Indonesia sudah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Coronavirus Disease 2019 pada Oktober. Minggu lalu 1,2 juta dosis vaksin datang dari Tiongkok dan diprioritaskan untuk tenaga kesehatan di Jawa-Bali.
Vaksinasi merupakan tindakan pengebalan masyarakat dari wabah penyakit (dalam hal ini terhadap virus SARS Cov-2) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1994 tentang Wabah Penyakit Menular dan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular. Setidak-tidaknya ada 3 hal yang harus dipenuhi pemerintah dalam hal vaksin, yaitu:
Pertama, vaksin harus aman karena setiap vaksin memiliki efek yang berbeda pada tiap orang, yang paling ringan misalnya sakit kepala, nyeri otot, mual, kelelahan, hingga demam. Penerima vaksin nantinya juga berasal dari berbagai usia dan harus aman pula tanpa membahayakan kesehatan penerima vaksin. Saat ini timbul keraguan karena vaksin yang telah diterima minggu lalu dari Sinovac baru akan keluar hasil uji klinisnya pada Januari 2021 dan baru tuntas pada Mei 2021. Pemerintah sudah memboyong vaksin padahal belum lulus uji klinis.
Kedua, vaksin harus efektif mencegah virus. Aktivitas masyarakat yang sudah sangat terhambat selama ini karena kekhawatiran terinfeksi virus harus berjalan normal kembali seperti sebelum pandemik terjadi. Sebagaimana tersebut di atas, vaksin Sinovac belum terbukti efektivitasnya berdasarkan hasil uji klinis, namun sudah dikirim ke Indonesia.
Ketiga, vaksin harus gratis untuk setiap orang dan diprioritaskan terlebih dahulu untuk kelompok terpapar dan rentan seperti tenaga kesehatan dan petugas pelayanan publik yang berinteraksi dengan banyak orang. Pemerintah juga harus mendorong transfer teknologi dalam proses pembuatan vaksin agar dapat diproduksi di dalam negeri secara massal dan murah tanpa perlu mencari lagi ke mancanegara. Namun yang terjadi kini sudah mengarah ke komersialisasi vaksin, di mana pemerintah menyatakan 75 juta orang harus melakukan vaksinasi mandiri (baca: berbayar) dan hal ini disambut oleh berbagai rumah sakit yang sudah membuka pendaftaran vaksinasi. Tidak sulit untuk menjadikan vaksin gratis karena selama ini pemerintah juga sudah menghabiskan anggaran untuk subsidi gaji pekerja/buruh dan UMKM serta bantuan sosial. Banyak negara juga menggratiskan vaksin seperti AS, Jerman, India, Kanada, dan negara-negara lainnya.
Ketiga poin di atas sejalan dengan mandat UUD 1945 Pasal 28H, Pasal 2 dan 12 Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya sebagaimana telah diratifikasi pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, serta Pasal 14, 15, dan 16 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang memandatkan pemerintah untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang tersedia, terutama yang diperoleh melalui kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini juga sejalan dengan Komentar Umum PBB Nomor 25 Tahun 20020 tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya serta Statement Komite Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya PBB tentang “Akses yang adil dan menyeluruh terhadap vaksin Covid-19”.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, LBH Jakarta menuntut pemerintah agar:
1. Menyediakan vaksin SARS-CoV-2 (Covid-19) yang aman, efektif, dan gratis bagi seluruh rakyat Indonesia serta mencegah komersialisasi vaksin;
2. Memastikan proses pengadaan vaksin bebas dari korupsi;
3. Terus mengusahakan 3T dan mendorong masyarakat untuk disiplin melaksanakan protokol kesehatan (3M).
Jakarta, 14 Desember 2020
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta