RILIS PERS NO. 89/SK/LBH/I/2015
LBH Jakarta mendesak agar Pemerintah dan DPR segera melakukan revisi terhadap UU Pilkada yang sudah disahkan melalui Sidang Paripurna tanggal 20 Januari 2015 yang lalu. Hal ini disebabkan karena ada permasalahan mengenai isi dari undang-undang tersebut utamanya persoalan hilangnya hak pilih dari penyandang disablitas kejiwaan dengan adanya Pasal 57 ayat (3) huruf a.
“Persoalan UU Pilkada bukan hanya melulu soal pilkada langsung, tetapi juga merupakan persoalan hak pilih. Seorang penyandang disablitias kejiwaan tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena dilarang oleh UU ini,” ujar Febi Yonesta, Direktur LBH Jakarta. Lebih lanjut, Alghif menambahkan, “DPR memang akan melakukan revisi terhadap UU Pilkada ini tetapi tidak sampai kepada persoalan inti hak pilih penyandang disabilitas kejiwaan. Mereka hanya menyoroti persoalan teknis pelaksanaan pemilihan kepala daerah padahal sangat jelas masih ada diskriminasi dalam aturan ini terhadap penyandang disabilitas.”
Mengenai hak memilih dan dipilih bagi para penyandang disabilitas kejiwaan, kita bisa lihat bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas melalui UU No. 19 Tahun 2011, dimana dalam Pasal 29 huruf (a) Konvensi tersebut dikatakan bahwa “Negara-negara Pihak … akan mengambil langkah-langkah untuk menjamin agar penyandang disabilitas dapat berpartisipasi secara efektif dan penuh dalam kehidupan politik dan publik atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya secara langsung …”.
Dalam pengalaman LBH Jakarta melakukan pemantauan proses pemilihan umum, masih ada penghilangan hak politik bagi para penyandang disabilitas kejiwaan sehingga mereka tidak dapat berpartisipasi penuh dalam pemilihan umum yang lalu. Ratiikasi terhadap Konvensi Internasional
Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas ternyata belum cukup mendorong pemegang kebijakan melakukan langkah-langkah lanjutan dalam menginterpretasikannya kepada hukum nasional dan kemudian berdampak kepada pelaksanaan pemerintahan.
Sehubungan dengan hal ini, sudah sepatutnya DPR RI menggunakan kewenangannya untuk melalukan revisi terhadap UU Pilkada yang baru saja disahkan, karena bukan saja para penyandang disabilitas mampu untuk menggunakan hak politik mereka, tetapi juga karena Indonesia telah menjadi bagian dari Negara Pihak Konvensi Internasional Hak-Hak Penyandang Disabilitas yang memegang teguh prinsip non-diskriminasi dan wajib melakukan langkah konkret untuk pemenuhan hak-hak para penyandang disabilitas.
Atas hal-hal tersebut di atas, LBH Jakarta mendesak:
- DPR RI menjadikan revisi UU Pilkada sebagai Prioritas Prolegnas 2015;
- DPR RI untuk memasukkan RUU Penyandang Disabilitas ke dalam Prolegnas 2014-2019.
Jakarta, 20 Januari 2015
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
Narahubung: Febi Yonesta: 087870636308; Alghiffari Aqsa: 081280666410