LBH Jakarta mendesak pengusutan terhadap peristiwa kebakaran maut di Lapas Kelas I Tangerang sembari menyerukan agar pemerintah meninjau kembali sistem hukum narkotika nasional yang cenderung mempidanakan pecandu narkotika sehingga menyebabkan kelebihan kapasitas (overcrowding) lembaga pemasyarakatan. Satuan-satuan narkotika juga mulai dari Polri hingga BNN juga harus ditinjau efektivitasnya karena masalah narkotika tak kunjung selesai.
Pada 8 September 2021 dini hari telah terjadi kebakaran di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tangerang yang mengakibatkan sebanyak 41 (empat puluh satu) meninggal dunia dan 73 orang luka-luka. Atas tragedi tersebut LBH Jakarta mengucapkan turut berbela sungkawa kepada korban dan keluarga yang ditinggalkan.
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mengakui bahwa instalasi listrik Lapas Kelas I Tangerang belum pernah diperbaiki sejak bangunan itu berdiri pada tahun 1972. Selain itu menurut Direktur Keamanan dan Ketertiban (Dirkamtib) pada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham, Abdul Aris mengungkapkan, hanya ada satu regu atau sekira 15 petugas yang mengamankan Lapas Tangerang secara keseluruhan, saat kejadian kebakaran. LBH Jakarta menilai kondisi tersebut membuktikan begitu buruknya tata kelola dan keamanan yang berorientasi pada perlidungan hak warga binaan pemasyarakatan (WBP). Padahal sesuai dengan namanya mereka adalah ‘warga binaan’ yang diharapkan bisa kembali ke masyarakat dan memulai hidup baru setelah menjalani hukuman.
Selain itu yang menjadi catatan penting adalah mengenai kondisi kelebihan kapasitas (overcrowding), diketahui bahwa Lapas Kelas I Tangerang hanya memiliki daya tampung sebanyak 600 orang, namun dihuni oleh 2.072 orang warga binaan yang artinya kelebihan kapasitas sebesar 250% dari daya tampung Lapas. Blok yang terbakar juga adalah blok khusus narkotika. Kondisi tersebut bisa dibilang sebagai salah satu penyebab banyaknya korban jiwa dalam kebakaran ini.
Salah satu yang menjadi penyebab overcrowding adalah sistem peradilan pidana yang masih mengutamakan pidana pemenjaraan ketimbang pemidanaan non-penjara sebagaimana dijelaskan dalam UN Standard Minimum Rules for Non-Custodial Measures atau dikenal sebagai “Tokyo Rules”. Dalam Tokyo Rules disebutkan bahwa tujuan dari pemidanaan non-penjara adalah menerapkan alternatif hukuman yang efektif bagi pelaku tindak pidana serta memberikan keseimbangan yang tepat antara hak individu pelaku tindak pidana, hak korban, dan kepentingan masyarakat.
Untuk itu, LBH Jakarta menilai pendekatan restorative justice harus dikedepankan oleh Kepolisian dan Kejaksaan dalam melakukan penegakan hukum yang menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia. Untuk pecandu harus direhabilitasi dan harus dilakukan pula evaluasi terhadap satuan-satuan narkotika mulai dari Polri hingga BNN karena hingga kini masalah narkotika tak kunjung selesai.
Selanjutnya LBH Jakarta mendesak pula proses penyelidikan dan penyidikan yang transparan dan akuntabel untuk menentukan tentang adanya tidaknya unsur kelalaian (culpabilitas) dan/atau kesengajaan dalam peristiwa kebakaran lapas tersebut dan menghukum pelakunya secara pidana berdasarkan Pasal 359 KUHP maupun digugat berdasarkan Pasal 1366 KUHPerdata dan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Perma) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan melanggar Hukum oleh Badan/Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) bagi keluarga korban.
Berdasarkan hal-hal di atas LBH Jakarta mendesak:
- Kepolisian Republik Indonesia melakukan penyelidikan dan penyidikan secara transparan dan akuntabel tentang penyebab kebakaran dan apabila ditemukan kelalaian dan/atau kesengajaaan menghukum pihak-pihak yang harus bertanggungjawab;
- Pemerintah dan DPR RI melakukan evaluasi terhadap kerja Kementerian Hukum dan HAM c.q. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan c.q. Lapas Kelas I Tangerang;
- Kementerian Hukum dan HAM harus melakukan evaluasi secara keseluruhan kondisi Lapas dan Rutan secara berkala dan menjamin bahwa tragedi seperti ini tidak terulang kembali;
- Kementerian Hukum dan HAM cq. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan cq. Lapas Kelas I Tangerang harus bertanggung jawab secara penuh terhadap pemulihan seluruh pihak yang menjadi korban tragedi terbakarnya Lapas Kelas I Tangerang;
- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengawasi dan melakukan pemantauan terkait dengan kebakaran yang terjadi di Lapas Kelas 1 Tangerang.
Jakarta, 8 September 2021
Hormat kami,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta