Upaya oknum Anggota Komisi III DPR RI yang mencoba menyuap komisioner Komisi Yudisial (KY) guna meloloskan salah satu calon hakim agung merebak ke publik. Melalui pengakuan komisioner KY Taufiqurahman Syahuri dan Imam Ansori Saleh diketahui bahwa oknum anggota DPR tersebut menawarkan uang sejumlah Rp. 1,4 miliar untuk tujuh komisioner, yang masing-masingnya mendapat Rp. 200 juta (Kompas, 18/9). Praktik seperti ini tentunya sangat berbahaya jika terus dibiarkan. Moralitas lembaga perwakilan akan kembali rusak oleh “perangai” oknum anggota DPR tersebut.
Pada sisi lain dan yang paling penting adalah terancamnya independensi lembaga peradilan. Hakim-hakim yang lahir dari produk “kepentingan hitam” tersebut akan terus melahirkan putusan-putusan kontroversial yang akan melukai hati publik. Sudah banyak contoh bagaimana desain rekruitmen ala “pasar bebas” ini kemudian menghasilkan hakim-hakim agung yang akan menghamba kepada uang dan politisi hitam yang terasa jelas namun sulit terungkap.
Sebenarnya, praktik jual beli suara oleh anggota DPR ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, kasus “suap jamaah” pengangkatan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Goeltom, juga telah mengantarkan sejumlah anggota DPR ke dalam hotel prodeo. Jika kemudian praktik “suap jamaah” ini muncul kembali, maka terdapat asumsi yang sulit dibantah bahwa sistem pengangkatan pejabat publik oleh DPR sangat membuka peluang untuk transaksi-transaksi hitam. Oleh karena itu, perlu kiranya untuk mengkaji ulang ikhwal pengangkatan pejabat publik melalui DPR guna menghasilkan para pejabat publik yang kredibel dan memiliki moral yang tinggi.
Melalui kasus ini, dan juga tersibaknya pertemuan anggota DPR dan seorang calon hakim agung di toilet, maka anekdot mafia peradilan yang selama ini dianggap seperti “kentut” yang baunya tercium tapi sulit mengetahui siapa orangnya harus segera dipatahkan. Dugaan suap sejumlah komisioner Komisi Yudisial oleh oknum anggota Komisi III DPR yang aktif guna meluluskan salah satu calon hakim agung harus segera dibuka dan diusut tuntas.
Berangkat dari hal tersebut, maka kami elemen-elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Pemantau Peradilan dengan ini menyatakan sikap:
- Meminta agar KY secara institusi membuka terang benderang dan menjelaskan kepada publik siapa saja nama oknum anggota Komisi III DPR yang mencoba menyuap beberapa komisioner KY untuk meloloskan calon hakim agung;
- Meminta agar KY secara institusi melaporkan oknum anggota Komisi III DPR RI tersebut ke Badan Kehormatan DPR RI;
- Meminta agar KY secara institusi melaporkan oknum anggota Komisi III DPR RI tersebut ke penegak hukum (KPK) atas tuduhan percobaan korupsi (suap);
- Meminta KPK untuk proaktif mengusut dan mendalami percobaan korupsi (suap) yang dilakukan oleh salah satu oknum anggota DPR tersebut karena percobaan korupsi (suap) merupakan salah satu bagian dari delik korupsi.
Jakarta, 20 September 2013
Koalisi Masyarakat Sipil Pemantau Peradilan
Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) FHUI | Indonesian Legal Roundtable | Indonesia Corruption Watch | Transparansi International Indonesia | Masyarakat Transparansi Indonesia I LBH Jakarta I Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia