Jakarta, bantuanhukum.or.id – Kamis lalu (20/8) BNP2TKI melakukan sosialisasi kenaikan upah minimum Buruh Migran Indonesia (BMI) di Taiwan. Nusron Wahid yang merupakan kepala BNP2TKI hadir langsung untuk memberikan sosialisasi terkait kenaikan upah minimum tersebut. Kenaikan upah ini merupakan langkah yang baik setelah 18 tahun upah BMI di Taiwan tidak naik. Sejak awal upah buruh migran Indonesia konsisten di nominal dari 15.840 NT dan kini mengalami kenaikan menjadi 17.000 NT yang akan berlaku efektif per 1 September 2015. Pemerintah Indonesia masih menginginkan kenaikan lebih dari angka tersebut, tetapi dikarenkan situasi menjelang Pemilu Taiwan, maka angka ini disepakati oleh BNP2TKI.
Kenaikan Upah Minimum terhadap pekerja informal menjadi angin segar bagi para Buruh Migran Informal yang bekerja di Taiwan. Dengan begitu, taraf hidup BMI di Taiwan bisa semakin meningkat dan terjamin. Saat ini, upah minimum sektor formal pekerja adalah sebesar 20.008 NT. Sedang per 1 September 2015, pekerja Informal mendapatkan upah 17.000 NT.
Selain memberikan sosialiasi terhadap kenaikan upah minimum, dalam kesempatan kali ini BNP2TKI juga menjelaskan mengenai rencana moratorium terhadap pengiriman Tenaga ABK (Anak Buah Kapal) ke Taiwan. Penghentian pengiriman ABK ini merupakan kebijakan yang dibuat oleh BNP2TKI bersama dengan kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal tersebut dilakukan karena rendahnya kesehatan dan keselamatan kerja, banyaknya ABK yang tidak paham tentang kelautan, dan banyak pula ABK yang terlibat dalam penyusupan ke Samudra Pasifik yang merupakan perairan Indonesia.
Di dalam sosilasasi tersebut tercetus pula ide untuk menggunakan Direct Hiring (penempatan langsung), dimana nantinya untuk pengiriman Tenaga Kerja Indonesia tidak lagi menggunakan Agency. Hal ini masih membutuhkan kajian mendalam antara pihak terkait karena Indonesia tidak memiliki perwakilan di Taiwan. Selama ini hubungan Indonesia-Taiwan dilakukan melalui Kantor Dagang masing-masing negara. Sehingga menurut Nusron Wahid, BNP2TKI membutuhkan masukan dari kawan – kawan Jaringan Buruh Migran, dan diharapkan akan ada pembahasan lebih mendalam yang harus segara dilakukan, dengan melibatkan Kementerian Luar Negeri.
Menanggapi hal tersebut, Eny Rofiatul, Pengacara Publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyatakan bahwa “ Pemerintah seharusnya mengakomodir migrasi melalui agen maupun mandiri (direct hiring). Yang perlu dilakukan pemerintah adalah memaksimalkan pengawasan dan perlindungan buruh migran kita tanpa diskrimiansi“. Hal ini terkait dengan siapa pihak yang bertanggung jawab terhadap perlindungan buruh migran, jika nantinya akan diadakan Direct Hiring. Acara sosialisasi tersebut diakhir pada pukul 13.15, dengan agenda lanjutan adalah akan di adakan diskusi perlindungan dan penempatan TKI yang akan dibahas oleh pihak yang berkepentingan antara lain BNP2TKI, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Luar Negeri dan Jaringan Buruh Migran. (RR)