RMOL. Semangat kaum buruh untuk memperjuangkan nasibnya tidak pernah surut. Kaum buruh Indonesia terus berjuang melawan politik upah murah.
Pasalnya, belum adanya kebijakan pemerintah yang pro terhadap kaum buruh, membuat beberapa organisasi pergerakan buruh akan melakukan perlawanan dan menolak politik upah murah. Serta membebaskan kaum buruh dari lingkaran kemiskinan.
Direktur Trade Union Rights Centre (TURC), Surya Tjandra menyatakan, tahun ini serikat buruh akan berjuang kembali untuk menuntut kenaikan upah.
“Kita berupaya mengejar ketertinggalan sejak reformasi 1998 tidak ada kenaikan upah secara riil, upah nominal memang meningkat enam kali lipat tapi upah riil tidak ada peningkatan,” katanya dalam konferensi pers ‘Melawan Politik Upah Murah Di Tahun 2014’ di Kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakarta, kemarin.
Selain itu, pada tahun ini ada kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan inflasi tidak terkontrol yang sangat menggerus upah buruh. “Kita terus memperjuangkan kenaikan yang signifikan. Upah minimum seharusnya adalah upah efektif yang diterima buruh,” ujarnya.
Dia mencontohnya, masih banyak pekerja yang baru mendapat kenaikan gaji hanya saat upah minimum dinaikkan. “Jadi, kenaikan upah sangat tergantung pada upah minimum, upah minimum menjadi pintu untuk kenaikan upah, padahal kalau negara ini benar, kenaikan upah diberikan secara riil,” tandasnya.
Menurutnya, seharusnya Indonesia bisa mencontoh Brazil, di mana pemerintah setempat melakukan pengetatan penerimaan negara yang bersumber dari pajak agar perusahaan dapat menaikkan upah pekerjanya.
Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), M Rusdi menilai, pemerintah dan kalangan pengusaha terus mengupayakan agar upah buruh di Indonesia tetap murah. Mereka seolah kolusi. “Kita sangat menyesalkan kenaikan upah hanya dihitung berdasarkan tingkat inflasi, selain itu kita juga melihat ada politik memecah belah kalangan buruh untuk meredakan sikap buruh terhadap politik upah murah,” katanya.
Dia menyesalkan sikap pemerintah yang seolah tutup mata akibat kenaikan BBM beberapa waktu lalu. “Di Jakarta dampaknya sudah terasa, ongkos tranportasi dan harga kebutuhan pokok sudah melonjak naik,” katanya.
Menurutnya, upah buruh di Indonesia harusnya sama dengan upah buruh di Malaysia dan Singapura. “Kita menginginkan upah minimum sebesar Rp 3,3 juta karena kita mengejar pasar upah ASEAN, apalagi pemerintah akan membuka 20 kawasan industri baru yang artinya ekonomi kita tumbuh dan investor beramai-ramai datang ke Indonesia,” terangnya.
Dia menegaskan bahwa kenaikan upah tidak membuat investor kabur dari Indonesia, dan dia mendesak pemerintah agar menghentikan kebohongan soal dampak buruk kenaikan upah. “Untuk menolak politik upah murah ini, pada 3, 5, dan 7 September nanti KSPI akan melakukan aksi besar-besaran se-Indonesia, lalu pada bulan Oktober dan November nanti 5 hingga 10 juta anggota KSPI akan melakukan mogok nasional dan daerah dimana buruh akan turun ke jalan, serta akan menutup kegiatan operasional di pabrik, pelabuhan, bandara, dan jalan tol,” jelasnya.
Ketua Umum Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI), Rudi HB Daman mengatakan, sejak zaman kerja paksa hingga saat ini, buruh di Indonesia belum mendapatkan upah yang layak. “Ada perampasan upah buruh di Indonesia seperti penangguhan kenaikan upah hingga kenaikan harga BBM,” ujarnya.
Dia menilai sebagian besar penangguhan upah berasal dari praktik korupsi dan suap. “Akibat dominasi pihak asing, Indonesia tidak memiliki kemandirian secara politik dan ekonomi, sumber daya alam dikuasai feodal, posisi buruh lemah dan angka pengangguran semakin besar,” katanya.
Dia melihat sistem kerja outsourcing merupakan skema untuk mempertahankan politik upah murah. “Kalau perusahaan tidak mau menaikkan upah maka pemerintah harus mengontrol sepenuhnya harga-harga kebutuhan pokok, selain itu pemerintah harus dapat membangun industri nasional untuk mengatasi pengangguran,” kata dia.
Ketua Umum Serikat Buruh Transportasi Perjuangan Indonesia (SBTPI), Ilham Syah mengatakan, praktik upah murah yang terjadi saat ini disebabkan oleh ketidakmampuan Indonesia bersaing di negara-negara lain di ASEAN.
“Upah minimun mengarah pada pengkotak-kotakan buruh, bahkan saat ini banyak kepala daerah yang mendukung kebijakan upah murah untuk menggalang investasi dan meningkatkan pendapatan asli daerahnya,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Febi Yonesta mengungkapkan, ada beberapa modus yang sering dilakukan untuk mendukung kebijakan upah murah, mulai dari proses legislasi penetapan upah, modus penangguhan upah, dan modus pembiaran pelanggaran upah murah.
Menakertrans Muhaimin Iskandar menegaskan, pemerintah akan selalu mendorong kesejahteraan buruh baik lewat kenaikan upah. Atau lewat pengetatan pola outsourcing. “Hak buruh tidak pernah diabaikan,” cetusnya.
Sumber: rakyatmerdeka