Siaran Pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP
27 Februari 2025 – KUHAP yang mengatur mulai dari kewenangan aparat hingga jaminan perlindungan hak-hak warga saat berhadapan dengan hukum sedang direncanakan akan diganti oleh DPR RI. Produk hukum ini menjadi harapan masyarakat untuk dapat merespons fenomena-fenomena ketidakadilan seperti salah tangkap, penyiksaan, kekerasan, hingga pemerasan oleh aparat supaya tidak lagi berulang ke depan.
Pada Rapat Paripurna DPR RI ke-13 masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir tanggal 18 Februari 2025, RUU KUHAP disetujui sebagai usul inisiatif DPR. Namun hingga saat ini draft RUU KUHAP yang resmi masih belum dibuka kepada publik. Berdasarkan pemantauan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP, DPR RI dalam beberapa minggu terakhir melakukan diskusi-diskusi
antara lain yang secara terbuka dengan lembaga-lembaga negara seperti Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Namun terdapat pula diskusi-diskusi yang diduga dilakukan secara tertutup dengan lembaga-lembaga tertentu mengenai penyusunan draft RUU KUHAP.
Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai komitmen DPR RI terhadap prinsip transparansi dan partisipasi publik dalam proses legislasi. Pembahasan RUU KUHAP harus dilakukan secara terbuka dan perlu dilakukan partisipasi bermakna. Menurut Rani, peneliti dari PSHK “Bahwa proses legislasi dengan pola abusive law-making, tidak transparan dan minim pelibatan publik di dalamnya, seringkali melahirkan produk hukum yang secara substansi akan bermasalah”.
Selain draft RKUHAP dan naskah akademik yang belum dibuka kepada publik, Belly Stanio Pengacara Publik dari LBH Jakarta menyampaikan: “Tercium bau-bau busuk dari pembahasan tertutup yang membahas soal RKUHAP, hal ini bisa dilihat baru-baru ini ada pertemuan antara Habiburokhman selaku Ketua Komisi III DPR RI bertemu dengan kepolisian. Diduga pertemuan ini salah satunya membahas soal lembaga POLRI dalam
RKUHAP. Oleh karena itu penting untuk dikawal bersama baik dari mahasiswa, pers, dan seluruh golongan untuk sama-sama memantau perkembangan dari RKUHAP ini”.
Saat ini beredar draft tidak resmi RUU KUHAP versi 17 Februari 2025 yang diduga menjadi draft yang diserahkan pada saat rapat paripurna DPR RI ke-13. Namun substansi materi dalam draft tersebut bertentangan dengan konsep penguatan RKUHAP yang disampaikan dalam Surat Terbuka tertanggal 9 Februari 2025 oleh Koalisi.
Menurut Iftitahsari Peneliti dari ICJR, “Bahwa dalam draft RUU KUHAP versi 17 Februari 2025, terlihat adanya upaya untuk memasukkan ketentuan-ketentuan dari peraturan internal kepolisian, khususnya terkait prosedur penyelidikan dan penyidikan. Ketentuan-ketentuan ini telah lama menjadi sorotan dan kritik karena bertentangan dengan hukum acara pidana yang lebih tinggi, yaitu KUHAP 1981. Materi substansinya juga tidak akuntabel. Dengan memasukkan ketentuan-ketentuan tersebut ke dalam RUU KUHAP, pembuat kebijakan seolah-olah melegitimasi praktik-praktik yang selama ini dipandang tidak transparan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan”. Hal ini menunjukan bahwa RUU ini justru mengukuhkan aturan yang tidak sejalan dengan reformasi hukum yang transparan dan bertanggung jawab.
Kemudian dalam RUU KUHAP versi 17 Februari 2025 tersebut juga belum memuat pengaturan mengenai bagaimana cara tersangka, saksi, korban menggunakan hak-haknya secara efektif, hingga konsekuensi-konsekuensi atas pelanggaran terhadap hak-hak tersebut dalam penanganan kasusnya. Hal ini penting untuk memastikan agar ketentuan-ketentuan tersebut dapat dijalankan secara operasional dan pengaturan perlindungan hak-hak masyarakat dalam
RUU KUHAP tidak hanya sebatas sebagai ornamen atau pelengkap dalam undang-undang. Sejalan dengan hal tersebut, Nixon Randy Pengacara Publik LBH Masyarakat mengatakan “Ketentuan Hukum Acara Pidana yang seharusnya menjamin hak-hak seluruh elemen masyarakat sipil tanpa terkecuali. Sebab, hari ini masih banyak marginalisasi kelompok tertentu, seperti kelompok disabilitas, perempuan, dan minoritas gender orientasi seksual yang harus mendapatkan tempat yang proporsional. Terlebih lagi, sejumlah kewenangan upaya paksa dan teknik investigasi yang dimiliki APH, khususnya kepolisian, sering kali
berujung pada praktik penjebakan atau rekayasa kasus.”
Bimo, Wakil Ketua BEM FH UI sebagai perwakilan mahasiswa menyatakan, “Ketika pembahasan RKUHP dahulu, mahasiswa hukum di kelas-kelas bisa mempelajari pasal-pasal yang ada dalam RKUHP, hal ini berbeda dengan pembahasan RKUHAP saat ini. DPR-RI harus stop bermain petak umpet pembahasan RKUHAP, harus dibuka dan harus melibatkan masyarakat secara bermakna.”
Pembuat kebijakan juga harus paham bahwa penegakan hukum yang tidak akuntabel akan berdampak pada kondisi perekonomian negara. Seperti yang dikatakan oleh M Isnur, Ketua Umum YLBHI, “Bahwa saat ini pemerintah tidak peduli dengan hukum, pemerintah hanya
peduli dengan investasi. Tapi, perlu saya ingatkan bahwa saat ini investasi dan ekonomi tidak tumbuh karena terhambat banyak hal, akibat dari tindakan aparat yang menjadi semacam alat untuk berlaku tidak adil, Misal kita ambil contoh kasus beberapa waktu lalu yang dialami oleh grup band Sukatani, mereka diintimidasi dan dipaksa meminta maaf, hal ini tidak boleh terjadi lagi dengan dalih penegakan hukum. Akhirnya seni, investasi, ekonomi
semua tidak berkembang karena aparat berlaku sewenang-wenang, kedepannya KUHAP bisa membatasi kesewenang-wenangan aparat dari mulai polisi, jaksa dan yang lainnya. Kesewenang-wenangan ini juga menjadi celah aparat untuk melakukan korupsi, seperti yang terjadi pada kasus pemerasan DWP, hal ini bisa menjadi momentum pemerintah untuk memperbaiki investasi dan ekonomi dari sudut pandang acara pidana”.
Sebagaimana Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP sampaikan sebelumnya dalam Surat Terbuka tertanggal 9 Februari 2025 kepada Komisi III DPR RI dan BKD DPR RI, setidaknya, terdapat materi-materi krusial yang perlu diatur dalam pembaharuan KUHAP, antara lain: penguatan hak-hak (tersangka, saksi, korban) termasuk mekanisme keberatan atas tindakan penegakan hukum yang sewenang-wenang dan bertentangan dengan HAM; pengaturan dan pengujian perolehan alat bukti; standar dan akuntabilitas upaya paksa dan penyelesaian perkara di luar persidangan; hingga rekodifikasi hukum acara pidana
berdasarkan pada prinsip due process of law, mekanisme checks and balances, serta penghormatan pada hak asasi manusia.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas kami menyerukan agar:
- DPR RI untuk segera mempublikasikan draft resmi dan naskah akademik RUU
KUHAP. - Segera hentikan proses legislasi yang gelap dalam pembahasan RUU KUHAP, kami
mendesak agar seluruh proses dilakukan secara transparan dan terbuka, dengan
melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat.Hormat Kami,
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP
1. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
2. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
3. PBHI Nasional
4. KontraS
5. AJI Indonesia
6. AJI Jakarta
7. Aksi Keadilan
8. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)
9. Koalisi Reformasi Kepolisian
10. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (BEM FH UI)
11. Indonesia Judicial Research Society (IJRS)
12. Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM)
13. Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet)
14. Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers)
15. Imparsial
16. Perhimpunan Jiwa Sehat
17. LBH APIK Jakarta
18. Themis Indonesia
19. PIL-Net Indonesia
20. Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD)
21. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)Narahubung: Belly Stanio