Nelayan Muara Angke bersama Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta kembali melakukan unjuk rasa, Selasa (25/10). Masih dalam keteguhan hati, mereka menolak reklamasi di Teluk Jakarta, di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Unjuk rasa ini berangkat dari informasi yang para nelayan dapat mengenai adanya 2 (dua) rancangan peraturan daerah (Raperda), Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Aksi dimulai pada pukul 11.00 WIB di depan gedung DPRD tepat di gerbang pintu masuk. Dengan spanduk berisikan “Tolak Reklamasi” terbentang melebar dan bendera-bendera Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) dari Muara Angke berkibar mengiringi orasi dan penyampaian aspirasi secara bergantian disana.
Kedua Raperda tersebut yang disebut dengan Paket Raperda Reklamasi. Raperda tersebut memberikan landasan hukum pelaksanaan reklamasi di Teluk Jakarta. Mereka menganggap, Raperda ini merupakan jawaban dari alasan ketiadaan aturan hukum yang dijadikan putusan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta untuk membatalkan izin pelaksanaan reklamasi Pulau G di PTUN Jakarta pada 31 Mei 2016 yang lalu. Sedangkan di Bappenas, nelayan bermaksud menyampaikan aspirasi tentang penolakannya terhadap Rancangan Peraturan Presiden tentang Penanggulangan Bencana dan Penataan Terpadu Kawasan Pesisir Ibukota Negara.
Unjuk rasa damai tersebut membuahkan hasil, tidak beberapa lama perwakilan staf DPRD mendatangi massa unjuk rasa dan meminta beberapa perwakilan untuk masuk ke gedung menyatakan aspirasi para nelayan secara langsung. 10 Orang perwakilan masuk ke gedung dan mengutarakan apa yang menjadi keinginan mereka terkait akan disahkannya dua Raperda ini dengan diterima oleh Yuke Yurike, Ong Yenny dari Komisi B DPRD DKI Jakarta (fraksi PDIP) dan H.A. Nawawi dari Komisi E (fraksi Demokrat). Yuke Yurike dan Ong Yenny menyatakan agar nelayan berpikiran positif tentang Raperda ini, padahal sudah jelas-jelas ada peta pulau-pulau reklamasi dalam Raperda tersebut. Sedangkan H.A. Nawawi menyatakan agar seluruh persyaratan reklamasi seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) harus ada terlebih dahulu.
Unjuk rasa di Bappenas dimulai pukul 14.00 WIB. Para peserta aksi kembali melakukan orasi secara bergantian tidak lupa dengan atribut yang telah disiapkan. Staf dari Bappenas meminta 5 orang perwakilan dari nelayan untuk masuk menyampaikan aspirasi mereka secara langsung. Abdul dari Direktorat Pengairan dan Irigasi (Deputi Bidang Sarana dan Prasarana) cenderung ingin mendengarkan keluhan nelayan dan tidak ingin mendengar penolakan Raperpres tersebut. Abdul malah memotong saat Nelson Nikodemus Simamora selaku Pengacara Publik LBH Jakarta berbicara meskipun kemudian mempersilahkan bicara setelah menerima kritik keras tentang sikapnya.
Unjuk rasa kali ini memberikan pesan kepada para pejabat pembuat kebijakan bahwa para nelayan mengawasi gerak-gerik mereka dalam mengeluarkan peraturan. Pernyataan sikap terhadap Raperda dan Raperpres tersebut melalui aksi hari selasa adalah bukti bahwa pihak DPRD dan Bappenas harus berpihak pada lingkungan dan nelayan. “Bahkan jika diperlukan dibatalkan saja demi hajat orang banyak yaitu nelayan,” ujar Iwan, ketua Komunitas Nelayan Tradisional (KNT). (Yudha)