Setelah hampir dua tahun pasca percobaan pembunuhan Penyidik KPK Novel Baswedan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia membentuk Tim Satuan Tugas (Tim Satgas) pada tanggal 8 Januari 2019. Pembentukan tim tersebut dikritisi oleh berbagai pihak sebagai upaya Presiden untuk menghindar dari tanggung jawab atas pengungkapan kasus Novel. Terlebih tim tersebut bertanggungjawab kepada Kepala Kepolisian yang selama ini intitusinya telah terbukti tidak berhasil mengungkap kasus Novel. Tim tersebut dibentuk dengan tidak mengindahkan berbagai tuntutan masyarakat untuk dibentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Independen yang bertanggungjawab kepada Presiden.
Pada hari ini (17/7) Tim Satgas Polri telah mengumumkan hasil kerja mereka. Namun terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
Pertama, Tim Satgas Polri telah gagal mengungkap kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan. Sampai hari ini (17/7) pada konferensi pers yang dilakukan Tim Satgas Polri, masih belum ditemukan siapa yang bertanggungjawab baik sebagai pelaku lapangan maupun pelaku intelektual atas kasus tersebut. Kasus Novel masih berada dalam kegelapan selama belum ditetapkannya tersangka atas kasus ini. Kegagalan Tim Satgas tak lain dan tak bukan adalah kegagalan dari Kepolisian RI mengingat penanggungjawab dari Tim Satgas Polri adalah Kapolri.
Kedua, terjadi kontradiksi antara penjelasan dengan kesimpulan yang disampaikan Tim Satgas Polri. Tim Satgas Polri menemukan banyaknya alat bukti (74 saksi – 40 diantaranya telah diperiksa ulang –; 38 rekaman CCTV – bahkan dibantu oleh Australian Federal Police –; dan 114 toko bahan kimia telah diperiksa). Akan tetapi, kesimpulan dari Tim Satgas Polri malah menyatakan tidak adanya alat bukti. Selain itu, Tim Satgas Polri seakan-akan malah menyalahkan penggunaan kewenangan berlebihan dari Novel Baswedan namun tanpa adanya terduga yang terindentifikasi melakukan kejahatan. Hal ini menunjukan bahwa Tim Satgas Polri telah mencoba membangun opini yang spekulatif, tanpa adanya bukti yang mencukupi. Selain itu, Tim Satgas Polri diperuntukkan untuk mengungkap kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan, bukan untuk mendalami kasus-kasus di luar tugas, pokok dan fungsinya (tupoksi).
Ketiga, terdapat keluhan atas kurangnya sumber daya yang dimiliki oleh Tim Satgas Polri. Padahal, Kepolisian adalah unsur terbesar dalam Tim Satgas Polri yang memiliki berbagai sumber daya yang mumpuni dalam berbagai kasus. Bahkan berbagai macam kasus pembunuhan, perampokan, penjambretan, yang minim alat bukti saja dapat diungkap oleh Polri hanya dalam waktu hitungan jam. Tim Satgas juga tidak menjelaskan secara merinci mengenai kategori “kasus yang sulit” berdasarkan Perkap No.14 tahun 2012 jo. Perkap No.12 tahun 2010 tentang Manajemen Perkara atau Penyidikan.
Keempat, penyerangan kepada Novel Baswedan sebagai penyidik bukanlah serangan pertama sehingga harus dilihat sebagai serangan yang dilakukan secara sistematis dan harus dipandang sebagai bagian dari rangkaian yang tidak terpisahkan dari penyerangan terhadap KPK. Pembiaran penyerangan dan teror terhadap Pegawai, Struktural, maupun Pimpinan KPK, menjadi angin segar bagi berbagai pihak untuk melakukan penyerangan lanjutan terhadap KPK dan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Kelima, rekomendasi Tim Satgas Polri untuk membentuk Tim Teknis hanyalah upaya untuk kembali mengulur-ngulur waktu dan semakin mengaburkan pengungkapan kasus ini penyerangan terhadap Novel Baswedan.
Berkaitan dengan gagalnya Tim Satgas Polri yang mana merupakan kegagalan Kepolisian Republik Indonesia tersebut, kami menyatakan sikap:
- Menuntut Presiden Republik Indonesia terpilih Joko Widodo untuk mengambil tanggungjawab atas pengungkapan kasus Novel Baswedan dengan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang bersifat independen serta bertanggungjawab langsung kepada Presiden;
- Menuntut Presiden Republik Indonesia sebagai kepala negara serta panglima penegakan hukum untuk tidak melempar tanggungjawab pengungkapan kasus ini kepihak lain dan secara tegas bertanggungjawab atas pengungkapan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan.
Jakarta, 17 Juli 2019
Tim Advokasi Novel Baswedan