Siaran Pers
Tim Advokasi Selamatkan KPK
Tim Advokasi Selamatkan KPK Serahkan Dokumen Kesimpulan Perkara Wadah Pegawai KPK vs Pimpinan KPK Kepada Majelis Hakim PTUN Jakarta
Tim Advokasi Selamatkan KPK yang terdiri dari YLBHI, ICW, LBH Jakarta, dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi telah memberikan dokumen kesimpulan perkara gugatan tata usaha negara kepada Majelis Hakim PTUN Jakarta, perkara No.217/G/2018/PTUN.JKT pada Kamis (28/2). Tim Advokasi Selamatkan KPK tetap menuntut agar Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor 1426 Tahun 2018 tentang Tata Cara Mutasi di Lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi (Objek Sengketa) dicabut.
Dalam dokumen kesimpulan tersebut, Tim Advokasi Selamatkan KPK merangkum semua pembuktian selama persidangan bahwa Objek Sengketa terbit dengan cara yang sewenang-wenang, tidak transparan, dan tidak partisipatif. Selain itu, ditemukan fakta bahwa ternyata Objek Sengketa justru diterbitkan dengan cara melanggar prosedur internal penerbitan produk hukum di KPK-RI.
Hal ini tampak dari keterangan pengakuan saksi fakta Rasamala Aritonang, dimana ia selaku Kepala Perancangan Peraturan dan Produk Hukum KPK-RI sama sekali tidak dilibatkan dalam penerbitan Objek Sengketa. Baik dalam hal perumusan, konsultasi, maupun penerbitan, Rasamala tidak tahu menahu sama sekali rencana pemberlakuan kebijakan tata cara mutasi sewenang-wenang tersebut.
Selain itu, Objek Sengketa juga diterbitkan dengan tidak sama sekali melibatkan Wadah Pegawai KPK, Pegawai KPK, maupun pejabat struktural KPK yang menjadi korban langsung kebijakan mutasi sewenang-wenang. Hal ini tampak dalam kesaksian yang disampaikan oleh Lakso Anindito, Sujanarko, Putri Rahayu, dan juga Dian Novianti. Wadah Pegawai KPK misalnya, meski pun berulang kali minta dilibatkan, namun permintaan ini tidak ditanggapi sama sekali oleh Pimpinan KPK.
Dokumen Kesimpulan perkara Tim Advokasi Selamatkan KPK juga menunjukkan keterangan Ahli Manajemen Sumber Daya Manusia KPK-RI yang menyatakan bahwa Objek Sengketa bertentangan dengan prinsip sistem merit yang diterapkan di KPK-RI. Pemberlakuan sistem merit di KPK-RI sendiri mensyarakatkan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan profesionalitas dalam segala kebijakan kepegawaian, termasuk kebijakan mutasi.
Tidak cukup sampai disana, keterangan Ahli dari Dr. Oce Madril, S.H., M.A. (UGM) dan Bivitri Susanti, S.H., LL.M. (STH Indonesia Jentera) menguatkan argumentasi Tim Advokasi Selamatkan KPK bahwa Objek Sengketa diterbitkan dengan bertentangan peraturan perundang-undangan yang ada dan bertolak belakang dari asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Meskipun Objek Sengketa di kemudian hari “dicabut” dengan terbitnya Peraturan Pimpinan KPK RI No. 1 Tahun 2019 tentang Penataan Karier di Lingkungan KPK, namun hal tersebut menimbulkan masalah tersendiri. Di persidangan, Tim Advokasi Selamatkan KPK mempertanyakan kejanggalan pencabutan ini, karena mestinya Keputusan dicabut oleh Keputusan, bukan oleh Peraturan. Hal ini yang kemudian justru menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidaktertiban hukum di KPK-RI.
Dengan disampaikannya dokumen kesimpulan perkara oleh Tim Advokasi Selamatkan KPK, harapannya dapat mempermudah Majelis Hakim agar memeriksa perkara dengan lebih cermat sekaligus rasional dengan mempertimbangkan fakta dan aturan hukum yang ada. Putusan Hakim di kemudian hari atas perkara ini, berdampak besar terhadap masa depan lembaga KPK-RI sebagai lembaga garda terdepan dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. []
Tim Advokasi Selamatkan Kpk
YLBHI – ICW – LBH Jakarta – KOALISI MASYARAKAT SIPIL ANTI KORUPSI
Narahubung:
• Muhammad Rasyid Ridha S. (081213034492)
• Arif Maulana (0817256167)