Pandeglang, bantuanhukum.or.id—Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang menggelar sidang putusan terhadap tiga nelayan Ujung Kulon yang dikriminalisasi oleh Badan Taman Nasional Ujung Kulon (BTNUK) Rabu, 28/10/2015. Damo, Rahmat, dan Misdan, ketiga nelayan Ujung Kulon tersebut diputuskan tidak bersalah oleh Majelis Hakim PN Pandeglang. Mereka dibebaskan dari tuntutan karena dakwaan Jaksa Penuntut Umum sama sekali tidak terbukti. Keputusan bebas tersebut mengantarkan Damo, Rahmat, dan Misdan untuk menghirup udara bebas pada pukul 22.00 WIB hari itu juga.
Sebelumnya, sejak 4 Oktober 2014 Damo, Misdan, dan Rahmat telah ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Pandeglang dan dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan 4 bulan penjara dan denda 500 ribu rupiah karena dituduh mencuri kepiting, lobster dan kerang totok di wilayah Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Dakwaan ketiganya didasarkan pada UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah No.28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Setelah persidangan, Koordinator Kuasa Hukum Damo, Misdan, dan Rahmat, Hendra Supriatna dari LBH Jakarta menyatakan senang dengan putusan Majelis Hakim. Ia juga menyatakan memang sudah seharusnya ketiga nelayan tersebut dibebaskan oleh Majelis Hakim karena pada dasarnya sumber daya alam yang terkandung di Indonesia ini diperuntukan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat.
“Pada dasarnya aturan tersebut tidak mengatur secara rinci mengenai perbuatan yang dilarang dan perbuatan yang diperbolehkan, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia, sebagaimana yang termuat dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Hal tersebut menggambarkan Notoire Feiten, fakta umum yang tidak perlu dibuktikan lagi kebenaranya karena nelayan berhak mengakses SDA di wilayah TNUK,” jelas Hendra Supriatna.
Selanjutnya, Hendra juga menambahkan bahwasanya tuduhan yang menyatakan ketiga terdakwa melakukan perbuatan terlarang tidak tepat. “Surat Keputusan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam mengenai sistem Zonasi TNUK belum diperbaharui, sementara dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/92 kawasan hutan TNUK seluas 78.619 hektar mengalami perubahan dalam Keputusan Menteri Kehutan RI No. 3658/Menhut-VII/KUH/2014 tentang kawasan hutan TNUK menjadi 61.375, 46 hektar, adanya perubahan luas TNUK tersebut menjadi tidak tepat untuk mengatakan bahwa terdakwa melakukan perbuatan terlarang”.
Hendra pun berharap dengan putusan ini dapat menjadi sebuah picu perdamaian untuk menyelesaikan konflik antara masyarakat Desa Ujung Jaya dan BTNUK secara keseluruhan.
Pembebasan Damo, Misdan, dan Rahmat oleh Majelis Hakim PN Pandeglang ini didasarkan oleh pendapat Soeryo Adiwibowo, saksi ahli yang pernah dihadirkan oleh Tim Kuasa Hukum Damo, Misdan, dan Rahmat. Dalam pertimbangan putusannya Majelis Hakim menyatakan bahwa akan sangat menyulitkan masyarakat apabila tidak ada batas jelas dan fakta hukum mengenai tidak adanya batas di wilayah TNUK, maka secara langsung maupun tidak langsung masyarakat tidak akan mengetahui larangan ataupun aturan yang ditetapkan TNUK.
Selain oleh pihak keluarga, kebebasan Rahmat, Damo, dan Misdan juga dinantikan oleh warga Ujung Kulon khususnya masyarakat Desa Ujung Jaya. Bersama pihak keluarga ketiga nelayan tersebut, masyarakat Desa Ujung Jaya setia menuntut keadilan bagi Damo, Misdan, dan Rahmat, bahkan hingga melakukan unjuk rasa ke Jakarta untuk menemui Menteri Kehutanan.
“Warga menutut pembebasan Damo, Misdan, dan Rahmat yang dikriminalisasi dan kami mengharapkan agar kelak tidak ada lagi kriminalisasi yang akan dialami oleh warga, kami juga menuntut pemerintah untuk segera menyelesaikan konflik agraria di Ujung Kulon,” jelas Kusroni, koordinator aksi warga Ujung Jaya.
Menjelang sidang putusan kali ini warga Desa Ujung Jaya melakukan unjuk rasa di depan PN Pandeglang yang dimeriahkan dengan pentas kesenian rakyat kuda lumping. Bukan hanya warga, pernyataan dukungan solidaritas juga hadir dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), Keluarga Mahasiswa Cibaliung (Kumaung), Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), KPA, Sajogyo Institute, Jalak Muda, dan KIARA yang tergabung Tim Advokasi Rakyat Ujung Kulon.