TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Setelah melakukan deklarasi antipolitisasi guru pada Selasa (18/9/2012), salah satu guru yang tergabung di Forum Musyawarah Guru Jakarta mendapat pesan teror. Deklarasi yang dilakukan bersama sejumlah guru lainnya, yaitu menolak politisasi guru di Jakarta untuk memilih calon pasangan nomor urut satu dalam Pemilu Kepala Daerah Jakarta.
“Teror mulai terjadi pada Selasa malam, setelah siangnya melakuka deklarasi. Pesan pendek dari banyak nomor tak dikenal masuk ke handphone saya. Isinya bernada caci maki. Bahasanya kasar, tapi saya tanggapi dengan tenang dengan dukungan dari teman-teman di ICW, dan LBH Jakarta,” ujar guru tersebut kepada Tribun di Jakarta, Sabtu (22/9/2012).
Teror semakin gencar setelah guru tadi ikut bagian bersama teman-temannya mengadukan 10 modus politisasi guru-guru yang diterima FMGJ, ditemani ICW, LBH Jakarta dan lainnya, ke Panitia Pengawas Pemilu DKI Jakarta pada Rabu (19/9/2012). Tindakan ini diambilnya lantaran guru-guru yang seharusnya menjunjung netralitas disuruh memilih Foke-Nara.
Salah satu modus yang dilaporkan FMGJ ke Panwaslu adalah keterlibatan Kepala Dinas Pendidikan Pemprov DKI Jakarta yang menginstruksikan kepala sekolah memasang baliho berisi ucapan terimakasih pada Gubenur Fauzi Bowo atas sekolah gratis atau program wajar 12 tahun dengan biaya dari kas sekolah. Uang baliho diambil dari kas sekolah.
Karena ancaman itu, usai mendatangi Panwaslu, sekian guru didampingi empat pengacara LBH Jakarta menghadap Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Setelah menyampaikan aduan, mereka mengirimkan pesan pendek kepada teman-teman seperjuangan untuk tidak usah khawatir atas kondisinya.
“Beruntung teror kemudian berhenti setelah Jokowi-Ahok menang. Saya sudah mengetahui risiko atas tindakan saya mewakili teman-teman. Makanya meminta perlindungan dengan LPSK menyusul sms yang mengancam saya. Terus terang saya bukan lah pendukung dari dua pasangan calon. Guru-guru sudah berdiam diri terlalu lama,” terangnya.
Menurutnya, guru-guru sejatinya memiliki kebebasan merayakan pesta demokrasi namun tetap mendapatkan kebebasan untuk menentukan pilihannya. Ia mengaku sangat menjunjung pesta demokrasi yang sehat, bukan dengan cara politisasi lewat jalur pendidikan, apalagi sampai memengaruhi anak didik sekolah.
Sumber : http://m.tribunnews.com/2012/09/22/teror-hilang-setelah-jokowi-basuki-menang