Senin, 18 Oktober 2021, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menggelar sidang dakwaan perkara dugaan pembunuhan di luar proses hukum (unlawful killing) yang dilakukan oleh anggota polisi terhadap empat anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI).
Pada persidangan yang lalu, penuntut umum telah mendakwa Terdakwa dengan pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang pembunuhan, dan Pasal 351 ayat (3) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP tentang penganiayaan berat yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang, dengan ancaman pidana 15 tahun dan 7 tahun penjara.
Namun, hingga saat ini para Terdakwa anggota kepolisian tersebut tidak dilakukan penahanan oleh pihak Kejaksaan Agung dengan alasan sudah mendapatkan jaminan dari atasan anggota Reserse Mobil (Resmob) Polda Metro Jaya.
Hal ini merupakan tindakan yang diskriminatif, mengingat perbuatan yang diduga dilakukan oleh Terdakwa adalah perbuatan yang menghilangkan nyawa orang lain yang dilakukan oleh Terdakwa selaku representasi negara, serta ancaman pidana yang dilakukan oleh Terdakwa yakni 15 tahun penjara, yang mana sesuai dengan pasal 21 ayat (4) KUHAP, penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau Terdakwa yang melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 5 tahun atau lebih.
Oleh karenanya berdasarkan pasal 21 ayat (4) KUHAP para terduga pelaku unlawful killing laskar FPI sudah seharusnya ditahan pada saat statusnya menjadi tersangka pembunuhan dan penganiayaan berat hingga menyebabkan kematian, namun pada prakteknya hal ini tidak dilakukan.
Berbagai tindakan penegakan hukum yang diskriminatif ini, tidak hanya muncul pada kasus unlawful killing laskar FPI, tetapi juga pada kasus-kasus lainnya yakni sebagai berikut :
- Kasus penyiraman air keras Novel Baswedan, hingga saat ini pelaku masih menjadi anggota kepolisian aktif, dan belum diberhentikan dari institusi Polri walaupun sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 21 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara, yang mana seharusnya pelaku anggota kepolisian tersebut diberikan sanksi berupa Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTH);
- Kasus Irjen Napoleon yang telah divonis terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam kasus Djoko Tjandra dan telah menganiaya Muhammad Kace di Rutan Bareskrim hingga saat ini masih berstatus sebagai anggota Polri aktif dan belum diberhentikan dari institusi Polri;
- Kasus Penganiayaan terhadap Nurhadi selaku Jurnalis Tempo yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Daerah Jawa Timur, tidak dilakukan penahanan walaupun statusnya sudah Tersangka;
Apabila dibandingkan dengan perkara pidana yang melibatkan masyarakat sipil sebagai Tersangka atau Terdakwa, dalam praktiknya LBH Jakarta selaku penasihat hukum sangat sulit memperoleh penangguhan penahanan baik di tingkat kepolisian maupun kejaksaan walaupun sudah diajukan permohonan penangguhan penahanan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (1) KUHAP.
Fakta ini pun didukung dengan data penelitian YLBHI tahun 2021 tentang praktik penahanan di Indonesia. Ditemukan dari 113 Tersangka, sejumlah 109 orang dilakukan penahanan, sisanya 10 orang tidak dilakukan penahanan. Selain itu, dari 103 Tersangka ditemukan sebanyak 29 orang Tersangka diambil keterangannya setelah dilakukan penahanan terlebih dahulu.
Namun, hal ini berbeda apabila anggota kepolisian yang menjadi Tersangka maupun Terdakwa dalam perkara pidana. Para Pelaku yang berasal dari institusi polri tersebut memiliki impunitas dalam penegakan hukum. LBH Jakarta menilai bahwa masih banyaknya proses penegakan hukum yang diskriminatif antara masyarakat sipil dengan anggota Polri.
Oleh karenanya berdasarkan hal tersebut, LBH Jakarta mendesak untuk :
- Meminta kepada Kepala Kepolisian RI dan Kejaksaan RI untuk tetap objektif, imparsial dan tidak diskriminatif dalam melakukan penegakan hukum khususnya terhadap anggota Kepolisian RI;
- Mendesak agar seluruh anggota kepolisian yang telah terbukti melakukan tindak pidana segera diberhentikan dengan tidak hormat dari institusi Polri;
- Meminta kepada Komisi Kepolisian RI untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap anggota kepolisian RI secara responsif dan progresif.
Jakarta, 19 Oktober 2021
Hormat Kami
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta