Siaran Pers
Koalisi Selematkan Teluk Jakarta
Jakarta, 21 Juni 2019. Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menyatakan terbitnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan di atas Pulau C dan Pulau D adalah langkah mundur. Penerbitan IMB tidak hanya mengabaikan kepentingan nelayan, masyarakat pesisir dan lingkungan, tetapi juga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini menunjukkan lemahnya komitmen dari Gubernur Anies dalam menghentikan reklamasi secara keseluruhan.
IMB terbit tanpa adanya kesesuaian fungsi bangunan dengan rencana tata ruang. Artinya, penerbitan IMB dilakukan tanpa ada dasar hukum yang jelas terkait peruntukan dan alokasi ruang Pulau C dan Pulau D. “Dalam syarat penerbitan IMB jelas harus ada kesesuaian fungsi bangunan sesuai dengan rencana tata ruang, sampai dengan saat ini belum ada rencana peruntukan ruang di atas pulau-pulau reklamasi yang telah terbangun. Padahal setiap pembangunaan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil seharusnya didasarkan pada Perda mengenai RZWP-3-K,” ujar Marthin Hadiwinata, Ketua Harian Kesaturan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI).
“Bangunan gedung yang telah berdiri dan tidak memiliki IMB jelas harus diberikan sanksi administratif berupa pembongkaran sesuai dengan ketentuan aturan yang berlaku dan tidak hanya itu kami tetap konsisten untuk menuntut dibongkarnya pulau reklamasi yang sudah terbangun. Denda yang dibayarkan oleh pengembang, menjadi cara memutihkan pelanggaran tata ruang tersebut,” tambah Martin.
Penerbitan IMB juga menunjukkan pertentangan antara komitmen Gubernur Anies untuk menentukan pemanfaatan Pulau C dan D setelah kajian menyeluruh atas pulau tersebut. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seharusnya menentukan terlebih dahulu peruntukkan Pulau C dan Pulau D kemudian menentukan tata ruang bagi pulau tersebut.
“Pemerintah seharusnya menentukan terlebih dahulu peruntukan Pulau C dan Pulau D sebelum menerbitkan IMB, kajian yang dijanjikan oleh Gubernur Anies sampai saat ini belum selesai dan Gubernur belum menentukan sikap kelanjutan pulau-pulau yang sudah terbangun, termasuk pilihan untuk membongkar pulau-pulau tersebut,” ujar Nelson Nikodemus Simamora, Pengacara Publik LBH Jakarta.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengambil jalan pintas dengan menggunakan Pergub No. 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, D, dan E untuk menerbitkan IMB. Pergub ini bukan merupakan aturan tata ruang, sebab aturan tata ruang merupakan kebijakan publik yang harus ditetapkan dalam Perda yang pembahasannya melibatkan wakil rakyat di DPRD.
Tidak hanya itu juga, pembangunan perumahan dan kawasan pemukiman di atas, sama dengan 25 hektar di kota metropolitan wajib izin dan dokumen lingkungan. Sedangkan, tidak jelas apakah bangunan yang ada di Pulau C dan Pulau D sudah memiliki AMDAL dan izin lingkungan.
“Pemerintah tidak transparan kepada masyarakat terkait penerbitan izin lingkungan di Pulau C dan Pulau D. Masyarakat yang tinggal di Teluk Jakarta harus dilibatkan dalam penyusunan AMDAL dan penerbitan izin lingkungan pembangunan bangunan Pulau C dan D. Tanpa adanya AMDAL dan izin lingkungan, IMB tidak boleh terbit. Sebelumnya Koalisi telah mengajukan keberatan terhadap perubahan izin lingkungan Pulau C, D dan Pulau G,” lanjut Ohiongyi Marino, Kepala Divisi Pesisir dan Maritim Indonesian Center for Environmental Law (ICEL).
Atas dasar tersebut, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta meminta Pemprov DKI Jakarta untuk mencabut IMB bangunan di Pulau C dan D dan membongkar pulau relamasi yang telah terbangun dengan memperhatikan keberlanjutan lingkungan hidup dan masyarakat luas terutama nelayan di Teluk Jakarta.
Hormat kami,
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta
Narahubung :
Marthin Hadiwinata: 081286030453
Nelson Nikodemus Simamora: 081396820400
Ohiongyi: 085777070735