Siaran Pers
Sabtu (19/04), Rumah Doa Persekutuan Oikumene Umat Kristen (POUK) Tesalonika disegel oleh Camat Teluknaga menjelang pelaksanaan paskah yang akan dilaksanakan pada Minggu (20/04). Penyegelan itu hanya terjadi sehari setelah jemaat melakukan prosesi Jumat Agung, salah satu rangkaian dalam tiga hari suci Paskah, di Rumah Doa mereka. Padahal kebebasan beragama jelas diatur dan menjadi hak konstitusional warga negara.
LBH Jakarta mengecam keras adanya tindakan penyegelan karena melanggar hak atas kemerdekaan beragama atau berkeyakinan. Dalam konteks ini, LBH Jakarta bukan membela keyakinan seseorang, melainkan membela hak seseorang dalam mempunyai keyakinan dan mengimplementasikan keyakinannya sejauh sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan hak asasi manusia.
LBH Jakarta juga menyayangkan tindakan aparat di tingkat Kecamatan Teluknaga yang melakukan penyegelan Rumah Doa POUK Tesalonika hal ini menunjukkan adanya sikap abai akan hak konstitusional warga negara berdasarkan UUD NRI 1945.
Atas tindakan penyegelan yang dilakukan oleh Camat Teluknaga, kami berpandangan sebagai berikut:
Pertama, tindakan aparat di tingkat Kecamatan Teluknaga melangkahi kewenangan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, khususnya Perda No. 3 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Perda Kab. Tangerang No. 5 Tahun 2014 tentang Bangunan Gedung dalam hal ini Bupati atau Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kab. Tangerang. Selama ini Camat Teluknaga masih mendalilkan bahwa alasan dibatasinya aktivitas Rumah Doa POUK Tesalonika dikarenakan belum adanya izin yang terbit terhadap Rumah Doa tersebut.
Sementara itu, jika merujuk pada Pasal 16 ayat (1) menegaskan bahwa “Permohonan rumah ibadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadat kepada bupati/walikota untuk memperoleh IMB rumah ibadat”.
Jika kita merujuk pada Perda Kab. Tangerang No. 3 Tahun 2018 hanya berfokus pada konsekuensi untuk pengajuan Izin Mendirikan Bangunan Pasal 1 angka 30 menuliskan bahwa: “Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah perizinan yang diberikan oleh Daerah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku”.
Lebih dari itu, Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, Dan Pendirian Rumah Ibadat Pasal 1 angka 8 menegaskan “Izin Mendirikan Bangunan rumah ibadat yang selanjutnya disebut IMB rumah ibadat, adalah izin yang diterbitkan oleh Bupati/walikota untuk pembangunan rumah ibadat”.
Dengan kata lain, ketentuan IMB diatas ingin menegaskan bahwa kewenangan izin untuk mendirikan bangunan adalah tugas dari Pemerintah Daerah dalam hal ini Bupati atau Walikota, bukan Camat. Maka, dengan adanya penyegelan yang ditemukan berdasarkan rekaman CCTV yang memperlihatkan aparat di tingkat Kecamatan Teluknaga (termasuk anggota TNI dan Polri) telah bertetangan dengan Pasal 28E ayat (1) UUD NRI 1945 yang berbunyi “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”.
Dengan demikian jika merujuk pada hukum positif Indonesia, tindakan Camat Teluknaga sudah merupakan tindakan maladministrasi dalam kategori perbuatan melampaui kewenangannya sehingga menimbulkan kerugian materill dan immateril terhadap jemaat POK Tesalonika.
Kedua, tindakan aparat di tingkat Kecamatan Teluknaga bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Undang-undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Internasional Covenant On Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Sipil dan Politik).
Pasal 4 Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 telah menegaskan bahwa kebebasan beragama merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Hal ini juga diatur di dalam undang-undang semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa.
Terlebih, pada 27 Maret 2025 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia telah mengeluarkan surat nomor 239/PM.00/R/III/2025 yang berisikan Rekomendasi mengenai Kebebasan Beribadah dan Perizinan Gereja POUK Tesalonika kepada Bupati Tangerang dan Kapolres Kota Tangerang yang pada pokoknya memerintahkan Bupati Tangerang untuk memastikan jemaat POUK Tesalonika mendapatkan haknya untuk dapat membangun tempat ibadah secara adil dan setara serta memfasilitasi proses perizinan yang selama ini terabaikan.
Adapun rekomendasi terhadap Kapolres Kota Tangerang Komnas HAM pada pokoknya memerintahkan Kapolres Kota Tangerang untuk menjamin keamanan terhadap jemaat POUK Tesalonika dalam menjalankan ibadanya dan menindak tegas segala bentuk gangguan yang bersifat diskriminatif.
Jika kita merujuk pada prinsip hak asasi manusia sebetulnya yang sedang diupayakan oleh POUK Tesalonika sebatas adanya tempat yang aman dan nyaman untuk melakukan ibadah, hal ini sepatutnya menjadi perhatian bahwa hak asasi manusia sudah sepantasnya melampaui proses administrasi.
Ketiga, tindakan Camat Teluknaga tidak mencerminkan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik karena tidak melakukan tindakan aktif untuk menemukan penyelesaian pendirian rumah ibadah bagi jemaat Rumah Doa POUK Tesalonika. Pemerintah daerah seharusnya memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadah jika Kecamatan Kota Tangerang berdalih bahwa persyaratan pendirian memang belum terpenuhi.
Faktanya, pengurus POUK Tesalonika sudah melakukan upaya pemenuhan persyaratan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) Rumah Doa sejak tahun 2023 akan tetapi proses perizinan tersebut hingga hari ini masih belum memiliki progres yang signifikan dan bahkan terkesan lamban. Sehingga, hal ini membuat Para Jemaat POUK Tesalonika merasakan keresahan karena tidak memiliki kepastian tempat untuk beribadah.
Alih-alih memberikan jaminan terlaksananya hak-hak jemaat POUK Tesalonika untuk beribadah di Rumah Doa, Camat Teluknaga memerintahkan kepada jemaat untuk melakukan ibadah di Aula Kecamatan yang kondisinya tidak layak untuk melakukan ibadah. Selain itu, Camat Teluknaga juga memerintahkan kepada jemaat POUK Tesalonika untuk mengirimkan surat izin kepada Camat Teluknaga setiap ingin melaksanakan kegiatan ibadah. Hal ini tentu mencerminkan gagapnya Camat Teluknaga untuk mengambil langkah-langkah solutif yang baik dan berkelanjutan, pemindahan tempat ibadah jemaat ke Aula Kecamatan dan memohin izin setiap kali akan dilaksanakannya ibadah bukanlah solusi bagi permasalahan bagi jemaat POUK Tesalonika.
Padahal, berdasarkan Pasal 225 ayat (1) huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menuliskan bahwa Camat memiliki tugas untuk mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum.
Berdasarkan pandangan tersebut di atas, kami mendesak:
- Bupati Kab. Tangerang untuk segera melaksanakan poin-poin rekomendasi Komnas HAM sebagaimana tertuang dalam angka 1 surat nomor 239/PM.00/R/III/2025 perihal Rekomendasi mengenai Kebebasan Beribadah dan Perizinan Rumah Doa POUK Tesalonika tertanggal 27 Maret 2025, yang diantaranya merekomendasikan untuk:
- Bupati melalui SKPD terkait dapat memastikan bahwa Rumah Doa POUK Tesalonika mendapatkan haknya dalam membangun tempat ibadah secara adil dan setara dan memfasilitasi proses perizinan tempat ibadah bagi jemaat POUK Tesalonika.
- Bupati melalui SKPD terkait dapat mengadakan dialog dengan masyarakat sekitar untuk menyelesaikan keberatan yang muncul melalui pendekatan yang damai dan inklusif.
- Bupati melalui SKPD terkait dapat mendorong sosialisasi nilai toleransi dan kebebasan beragama di lingkungan tersebut.
- Bupati melalui SKPD terkait dapat memastikan implementasi regulasi terkait pembangunan rumah ibadah dilakukan secara adil dan tidak diskriminatif terhadap kelompok agama tertentu.
- Kapolres Metro Tangerang Kota untuk segera melaksanakan poin-poin rekomendasi Komnas HAM sebagaimana tertuang dalam angka 2 surat nomor 239/PM.00/R/III/2025 perihal Rekomendasi mengenai Kebebasan Beribadah dan Perizinan Rumah Doa POUK Tesalonika tertanggal 27 Maret 2025, yang diantaranya untuk:
- Menjamin keamanan jemaat POUK Tesalonika dalam menjalankan kegiatan ibadah tanpa ancaman atau intimidasi dari pihak manapun.
- Menindak tegas segala bentuk gangguan yang dapat menghambat kebebasan beribadah dan menindaklanjuti laporan sesuai dengan hukum yang berlaku.
- Bupati Kab. Tangerang dan Kapolres Metro Tangerang Kota berperan aktif menjembatani dialog yang bermakna di antara para pihak terkait dalam rangka menegakkan nilai-nilai toleransi di antara masyarakat, demi terwujudnya perlindungan sepenuhnya hak untuk Beribadah bagi Para Jemaat POUK Tesalonika.
- Kapolda Metro Jaya dan Kapolres Metro Tangerang Kota melalui satuan pengawasan internal untuk memeriksa dan menindak jajarannya pada Polsek Teluknaga yang diduga terlibat aktif dalam melakukan hambatan pelaksanaan ibadah Jumat Agung dan Paskah bagi Para Jemaat POUK Tesalonika
- Ketua Ombudsman RI dan Kepala Perwakilan Ombudsman Prov. Banten untuk segera memeriksa adanya dugaan maladministrasi dalam proses pengurusan izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan penyegelan Rumah Doa POUK Tesalonika.