Pada tanggal 21 dini hari, KPU mengumumkan hasil pemilu. Dan pada tanggal 21 Mei siang aksi damai dimulai oleh pendukung 02. Aksi ini berlanjut pada tanggal 22 Mei hingga malam hari. Di sela-sela aksi damai tersebut terjadi insiden yang mengarah pada kerusuhan yang terjadi pada tanggal 22 Mei dini hari hingga tanggal 22 siang. Atas peristiwa tersebut YLBHI, KontraS, LBH Jakarta, AJI, Lokataru Foundation, Amnesty, dan LBH Pers melakukan pemantauan yang temuan awalnya akan dipaparkan di bawah ini.
Temuan terhadap peristiwa ini terdiri atas (1) Pecahnya insiden, (2) Korban, (3) Penyebab, (4) Pencarian dalang, (5) Tim Investigasi Internal Kepolisian, (6) Indikasi Kesalahan Penanganan Demonstrasi, (7) Penutupan Akses tentang Korban oleh Rumah Sakit, (7) Penanganan Korban yang Tidak Segera, (8) Penyiksaan, Perlakuan Keji, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat, (9) Hambatan informasi untuk Keluarga yang Ditahan, (10) Salah Tangkap, (11) Kekerasan terhadap Tim Medis, (12) Penghalang-Halangan Meliput Kepada Jurnalis: kekerasan, persekusi, perampasan alat kerja, perusakan barang pribadi, (13) Penghalangan Akses kepada Orang yang Ditangkap: untuk Umum dan Advokat, (14) Pembatasan Komunikasi Media Sosial.
Berdasarkan temuan-temuan di atas terdapat beberapa kesimpulan yang bisa ditarik yaitu:
- Terindikasi adanya pelanggaran HAM dengan korban dari berbagai kalangan yaitu tim medis, jurnalis, penduduk setempat, peserta aksi dan dari berbagai usia.
- Terjadi penyimpangan dari hukum dan prosedur yang ada yaitu diantaranya KUHAP, Konvensi Anti Penyiksaan/CAT, Konvensi Hak Anak/CRC, Perkap 1/2009, Perkap 9/2008, Perkap 16/2006 tentang Penggunaan kekuatan, Perkap 8/2010, Perkap 8/2009.
Atas temuan-temuan tersebut kami menyampaikan rekomendasi sebagai berikut:
- Lembaga oversight kepolisian seperti Komnas HAM, Ombudsman, Kompolnas, dan Komisi III dari DPR RI untuk segera mengevaluasi kinerja petugas Polri dalam aksi 21 dan 22 Mei dalam insiden-insiden yang berpotensi merupakan pelanggaran HAM.
- Polri untuk mengumumkan kepada publik, baik kepada lembaga-lembaga oversight negara, jurnalis, atau masyarakat umum, secara rinci laporan penggunaan kekuatan yang sudah sesuai prosedur tersebut dengan mempublikasi Formulir Penggunaan Kekuatan (A): Perlawanan – Kendali dan Formulir Penggunaan Kekuatan (B): Anev Pimpinan yang merupakan lampiran dari Perkap No. 1/2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Sudah lama, Polri selalu mengklaim menggunakan kekuatan sesuai prosedur dalam menghadapi aksi massa atau menyergap terduga pelaku kriminal tanpa disertai akuntabilitas yang jelas lewat publikasi pelaporan semacam ini.
- Penyidik Kepolisian RI harus segara mengirimkan surat tembusan pemberitahuan penahanan kepada masing-masing keluarga yang ditahan.
- Rumah Sakit harus memberikan informasi publik tentang jumlah orang yang dirawat dan meninggal.
- Komnas HAM, Komnas Perempuan, Ombudsman dengan melibatkan masyarakat sipil perlu menyelidiki lebih lanjut tentang insiden ini- menemukan dalang di balik peristiwa guna mencegah keberulangan peristiwa dan impunitas di masa mendatang.