Peringatan Hari Anak Nasional bersama Anak-anak dari Kelompok Minoritas
Hari Anak Nasional yang diperingati setiap tanggal 23 Juli, mestinya menjadi momentum semua pihak peduli terhadap seluruh anak Indonesia, termasuk anak-anak dari kelompok minoritas. Saat ini masih banyak hak anak dari kelompok minoritas yang diabaikan. Mereka dikucilkan, didiskriminasi, dicerabut hak-haknya.
Di Sampang, sudah hampir setahun ini, ratusan anak dari komunitas Syiah harus jadi pengungsi karena rumah mereka dibakar oleh orang-orang yang berbeda keyakinan dengan orang tua mereka. Bayi-bayi mereka harus tidur di atas lantai hanya dengan alas terpal atau tikar. Anak-anak tak bersekolah di tempat dan dengan fasilitas yang layak. Anak-anak Syiah Sampang turut terusir dari rumahnya, dari desa di mana orang tua, kakek moyang mereka dulu dilahirkan. Banyak faktor bisa disebut penyebabnya, tapi faham agama yang tak ramah perbedaan adalah sumber yang meledakkan konflik tersebut. Di Lombok Nusa Tenggara Barat, sudah 7 tahun puluhan keluarga Ahmadiyah mengungsi di Asrama Transito bersama anak-anak mereka. Hidup berdesak-desakan, dalam ruangan-ruangan yang hanya disekat gorden, hanya karena keyakinan orang tua mereka berbeda dengan keyakinan kebanyakan orang di sana. Anak-anak dari kelompok minoritas lain, seperti penghayat kepercayaan juga kerap menerima perlakuan diskriminasi, baik di sekolah maupun maupun di tempat tinggal mereka. Di sekolah, anak-anak dari kelompok penghayat kepercayaan harus dipaksa memilih satu dari enam agama yang diakui oleh negara yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Budha, Hindu dan Konghucu.
Inilah yang masih dirasakan oleh banyak anak Indonesia yang lahir dari kelompok/ komunitas minoritas di Indonesia. Hak mereka turut tercerabut bersamaan dengan diskriminasi yang diterima orang tua mereka. Padahal anak-anak mestinya tak dilibatkan dalam konflik orang dewasa. Anak-anak berhak tumbuh dan berkembang tanpa rasa takut, tanpa dilabeli atribut yang bisa merugikan masa depan mereka, tanpa pembedaan-pembedaan yang didasarkan pada pilihan-pilihan orang tua mereka.
Salah satu prinsip perlindungan anak yang tercantum dalam Konvensi Hak Anak (KHA)/ Convention on the Rights of the Child (CRC) yang telah diratifikasi Indonesia adalah hak untuk tidak didiskriminasi. Setiap anak tidak boleh didiskriminasi oleh alasan apapun, baik perbedaan suku, warna kulit, agama, status sosial dan lain sebagainya. Prinsip non diskriminasi juga menegaskan bahwa semua anak berhak mendapatkan keadilan atas hak-haknya.
Negara Indonesia dan pemerintah telah berjanji melalui Undang-Undang 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dalam Pasal 4 disebutkan “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Pasal 21 Undang-Undang ini pun dengan tegas menyebutkan “Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.”
Mereka mengharap kado istimewa di Hari Anak Nasional tahun ini. Selamat hari anak nasional !
Satgas Perlindungan Anak, LBH Jakarta, Aliansi Nasional Bhineka Tungal Ika (ANBTI), ICRP, Yayasan Pulih, LiSAN, YLBHU, Sobat KBB, Sejuk, Komnas Perempuan, KontraS, dan lainnya
Cp : Ilma Sovriyanti (Satgas PA)087875445707 / Muhamad Isnur (LBH Jakarta) 0815 1001 4395