Jakarta, 5 Desember 2014 – Pada Kamis (4/12) Menteri Luar Negeri RI, Retno Lestari Priansari Marsudi, menerima Suaka di Kantor Kementerian Luar Negeri, di Jalan Pejambon Jakarta Pusat. Suaka merupakan jaringan masyarakat sipil Indonesia untuk perlindungan pencari suaka dan pengungsi, yang terdiri dari LBH Jakarta, HRWG, dan individu pegiat isu pencari suaka dan pengungsi. Pertemuan tersebut digagas dalam rangka menyikapi kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Australia terkait dengan pengurangan kuota penerimaan pengungsi yang transit di Indonesia.
Di dalam pertemuan tersebut, Suaka – yang diwakili oleh F. Yonesta, Ali Akbar Tandjung, Yunita, Rizka Rachman, dan Veronika Koman – menyampaikan beberapa poin penting, antara lain:
• Permasalahan pengungsi adalah permasalahan bersama, dan harus dilihat dari perspektif hak asasi manusia. Sebab mereka adalah korban pelanggaran hak asasi manusia dan persekusi di negara asalnya.
• Situasi pencari suaka dan pengungsi selama transit di Indonesia cukup memprihatinkan. Hal ini dikarenakan adanya stigma hukum “imigran ilegal” yang dikenakan kepada mereka. Stigma ini berlanjut pada perlakuan buruk terhadap para pencari suaka dan pengungsi, dimana selain harus mendekam di dalam rumah detensi imigrasi, pencari suaka atau pengungsi tidak memiliki akses pada hak-hak dasarnya, meliputi: hak pendidikan formal bagi anak-anak pengungsi, hak atas pelayanan kesehatan, hak atas tempat tinggal yang layak, dan hak atas penghasilan yang layak. Minimnya akses terhadap hak-hak dasar tersebut, diperparah dengan praktek koruptif dari oknum pemerintah yang melakukan pemerasan atau penyuapan kepada para pencari suaka dan pengungsi, yang dalam beberapa kasus bisa terkait baik dengan penyelundupan orang maupun akses terhadap bantuan internasional.
• Meskipun Indonesia bukan negara pihak dari Konvensi Pengungsi 1951, Pemerintah Indonesia tetap memiliki kewajiban konstitusional, legal dan internasional untuk menegakan hak-hak setiap orang tanpa terkecuali, termasuk hak para pencari suaka dan pengungsi. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa hak-hak yang dijamin di dalam konvensi pengungsi, dijamin pula di dalam konstitusi, Undang-Undang dan Konvensi internasional terkait hak asasi manusia yang telah disahkan menjadi hukum domestik.
• Pemerintah Indonesia diharapkan dapat mewujudkan komitmennya untuk membentuk kerangka hukum domestik mengenai pencari suaka dan pengungsi sebagaimana dimandatkan dalam Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) pemerintahan sebelumnya berupa Aksesi Konvensi Pengungsi 1951, serta dimandatkan oleh Undang-Undang tentang Hubungan Luar Negeri berupa Peraturan Presiden.
• Pembangunan fasilitas penahanan, terlebih di suatu pulau terpencil, bukanlah solusi yang tepat, bahkan akan semakin membebani Indonesia dalam hal pembiayaan pembangunan, pemeliharaan, serta dukungan logistik lainnya. Solusi alternatif dari penahanan, seperti konsep perumahan komunitas atau pengungsi perkotaan, akan lebih meringankan beban pemerintah, dan justru menguntungkan masyarakat sekitar.
• Berdasarkan hal-hal tersebut, Suaka memberikan rekomendasi kepada Menteri Luar Negeri agar:
1. Perlunya memprioritaskan pembentukan kerangka hukum untuk melindungi pengungsi.
2. Solusi alternatif yang berbasis komunitas sejalan dengan hak asasi manusia.
3. Membuka partisipasi masyarakat sipil dalam membuat kebijakan terkait pencari suaka dan pengungsi.
4. Pemerintah perlu mendorong kerjasama regional untuk mengatasi permasalahan pencari suaka dan pengungsi.
Dalam kesempatan itu, Menteri Luar Negeri menyayangkan kebijakan unilateral Australia yang mengurangi kuota penerimaan pengungsi yang transit di Indonesia. Menurutnya, permasalahan pengungsi adalah permasalahan bersama, antara negara asal, negara transit, dan negara tujuan. Namun, Menteri Luar Negeri tidak khawatir terhadap kebijakan tersebut, dikarenakan adanya negara lain yang bersedia menerima para pengungsi, misalnya Amerika Serikat.
Menteri menekankan bahwa dalam menangani permasalahan ini harus mempertimbangkan antara beban negara dan kewajiban internasional. Terkait komitmen Indonesia mengenai aksesi Konvensi Pengungsi, salah satu staf kementerian luar negeri menginformasikan bahwa agenda aksesi konvensi pengungsi 1951 akan tetap dimasukan di dalam RANHAM Pemerintah ke depan. (Rizka)