Jakarta, bantuanhukum.or.id—Pada hari Minggu tanggal 20 September 2015, Para peserta Kalabahu Buruh mendapatkan materi berupa Taktik dan Strategi Pidana Perburuhan. Materi ini dimaksudkan agar para peserta Kalabahu Buruh mengerti dan memahami bagaimana mengadvokasi pidana perburuhan. Materi tersebut difasilitatori oleh Maruli Tua Rajagukguk, S.H. Materi dibuka dengan pertanyaan apakah peserta pernah melakukan advokasi? Lalu oleh para peserta diceritakan beberapa pengalaman peserta kalabahu buruh dalam mengadvokasi anggota Serikat masing-masing.
Oleh Fasilitator para peserta di kritik tentang sedikitnya sekali pembacaan undang-undang oleh para peserta yang mayoritas merupakan pengurus serikat. Maruli Tua Mengatakan bahwa sebagai pengurus harus rajin membaca undang-undang terkait, jangan sampai lebih malas dari anggota agar dapat lebih visioner. Maruli Juga menambahkan agar tidak takut dengan resiko, karena resiko dalam advokasi adalah sebuah keniscayaan. Penderitaan satu buruh harus menjadi penderitaan buruh yang lainnya.
Lalu materi diawali dengan penjelasan hukum perburuhan ada 2 dimensi sengketa yakni pidana dan perdata. Sementara perdata diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial, maka Pidana menggunakan mekanisme Hukum Acara pidana yang agak sedikit berbeda. Misalnya di Penyidikan akan dapat melawati dari Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Pengawas Ketenagakerjaan. Juga dijelaskan mengenai bedanya antara Kejahatan dan Pelanggaran dalam Hukum Pidana.
Selama materi, dijelaskan pula tahapan beracara untuk pidana perburuhan yakni aduan ke PPNS pegawas perburuhan yang biasanya ditindaklanjuti denagn adanya nota dinas. Namun ketika tidak kunjung ada itikad baik pengusaha dalam menindaklanjuti nota dinas tersebut, maka akan langsung meningkat jadi penyidikan, dan keluar Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP). Kepolisian dalam hal ini menjadi Koordinator Pengawas (Korwas) yang bertanggungjawab terhadap pemberkasan. Kemudian bila sudah terdapat alat bukti yang cukup, maka akan dilimpahkan ke penuntutan.
Dari tahapan ini, kemudian akan masuk kepada tahapan persidangan. Untuk persidangannya, akan mengikuti tahapan persidangan sebagaimana UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang acaranya meliputi pembacaan dakwaan, eksepsi (bila ada), Pendapat Jaksa Penuntut Umum (bila ada), Putusan Sela (bila ada), lalu masuk dalam tahap pembuktian, kemudian Pembacaan Surat Tuntutan, Pembacaan Pembelaan, Replik (bila ada), duplik (bila ada) dan diakhiri dengan Putusan Akhir.
Setelah menjelaskan tahapan tersebut, kemudian Fasilitator membagi peserta menjadi 5 kelompok, untuk mendiskusikan kasus dimana mereka diminta menentukan siapa pelaku, korban, dan apa langkah advokasi litigasi, non litigasi dan perubahan kebijakan. Kemudian setelah diskusi, peserta diminta bermain warung-warungan, dimana pada kelompok tersebut ada yang mempresentasikan hasil diskusinya, sementara sisanya pergi kepada kelompok lain untuk mendengarkan hasil kelompok lain, begitu seterusnya sampai selesai.
Sesi akhir, ditutup oleh fasilitator memberi masukan pada peserta. Masukan tersebut berupa kewajiban menentuka teori kasus sebelum memulai advokasi. Teori Kasus ini yang menjadi tema yang diangkat dalam semua bentuk advokasi, baik litigasi maupun non litigasinya kelak.