Buruh kembali menjadi sasaran atas kondisi ekonomi yang ada saat ini. Setelah terjadi kenaikan suku bunga yang berakibat pada melemahnya rupiah dan indek Harga Saham Gabungan (IHSG), buruh kembali terancam di PHK. Pemerintah berjanji akan melakukan antisipasi terjadinya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) buruh yaitu dengan menyiapkan empat paket kebijakan ekonomi pada tanggal 23 Agustus 2013 bagi para buruh di sektor industri padat karya seperti di industri tekstik, pakaian jadi, alas kaki, furniture, mainan anak. Dan terakhir, SBY mengeluarkan Inpres Penentuan Upah yang isinya buruh padat karya 5% plus inflasi dan di luar buruh padat karya sebesar 10% plus inflasi
Empat paket kebijakan tersebut dikeluarkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 Tahun 2013 yang berisi : pemberian insentif pajak penghasilan. Bentuknya berupa: Pengurangan Pajak penghasilan sebesar 25% – 50% dan penundaan pajak penghasilan paling lama 3 bulan dan saat terutangnya.
Pemerintah menyatakan bahwa empat paket ini diluncurkan agar mengantisipasi terjadinya PHK buruh di Indonesia.
Namun empat paket ini hanya dilakukan untuk kepentingan sesaat dan tidak akan menyelesaikan persoalan para buruh di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dengan ketidakseriusan pemerintah dalam mengatasi persoalan para korban PHK di Indonesia hingga sekarang: sistem kerja kontrak dan outsourcing yang masih menjadi persoalan bagi buruh, perangkat perburuhan yang birokratis dan memakan waktu lama, bahkan jika pengusaha melakukan pelanggaran hukum, pengusaha bisa dengan mudah lepas dari jeratan hukum. Faktanya, tanpa upah murah pun, buruh tetap rentan PHK. Karena bukan upah naik penyebab buruh di PHK. Tapi lebih pada tidak adanya perlindungan pemerintah terhadap buruh yang posisi tawarnya masih lemah.
Sedangkan jumlah Korban PHK di luar kondisi kenaikan melemahnya rupiah dan IHSG terus bertambah. Selama ini pemerintah juga tak menyelesaikan persoalan PHK yang dialami para buruh. Mereka membiarkan perusahaan-perusahaan melakukan pemecatan sepihak pada para buruhnya. Data sementara yang yang terkumpul di GEBUK PHK (Gerakan Buruh Korban Pemutusan Hubungan Kerja) berdasarkan jumlah pengaduan adalah sebagai berikut:
- PT Panarub Dwi Karya : 1500 buruh
- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) : 68 jurnalis
- Federasi Buruh Lintas Pabrik: 74 korban
- PT. Stella Maris: 1 orang guru
- FKI: 800
- Serbuk : 881 korban
- SBSI 92 : 700 korban
GEBUK PHK menyimpulkan terdapat beberapa modus PHK oleh perusahaan, sebagai berikut ini:
- PHK karena buruh melakukan kesalahan (kesalahan sedikit saja berujung PHK)
- Mutasi dan demosi
- Pemutusan Kontrak atau kontrak habis
- Pindah atau relokasi perusahaan
- Menggabungkan diri atau melebur dengan perusahaan lain
Untuk itu kami dari GEBUK PHK menyatakan sikap:
- Menolak empat paket kebijakan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 Tahun 2013 karena paket ini tidak akan menyelesaikan persoalan buruh di Indonesia
- Menolak Inpres Penentuan Upah Minimum;
- Menuntut pemerintah untuk serius menyelesaikan persoalan PHK buruh di Indonesia karena PHK buruh tidak bisa diselesaikan secara instan dan parsial;
- Menuntut pemerintah untuk membangun industri nasional untuk kesejahteraan rakyat.
Jakarta, 1 September 2013
Hormat Kami
GEBUK PHK (Gerakan Buruh Korban PHK):
AJI Jakarta, LBH Jakarta, Aspek Indonesia, AJI Indonesia, FSPM Independen (Federasi Serikat Pekerja Media Independen), Federasi GSPB, GSBI (Gabungan Serikat Buruh Independen), FSPSI Reformasi (Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Reformasi), FBLP (Federasi Buruh Lintas Pabrik), FSP2KI, Serbuk Siamindo Karawang, Serbuk Siamindo Fujiseat Karawang, Ineru Indonesia, KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia), TURC (Trade Union Right Center), Politik Rakyat, FSGI, FSPTSK, LBH Pers, KPO-PRP, Progresif, Politik Rakyat, PPR, SPKAJ, LIPS (Lembaga Informasi Perburuhan Sedane), SBSI 92.
Kontak;
LBH Jakarta; (Maruli; 081369350396; Nelson; 081396820400); FBLP; (Dian; 081804095097); Federasi Progresip; (Alank; 089695741958); Aji ; (Luviana; 08164809844; Daniel; 081298607976); SBMI; (Ramses; 081364578636);