HUKUM DIPAKAI UNTUK MENYERANG BALIK
DAN MEMBUNGKAM SIKAP KRITIS WARGA;
STOP KRIMINALISASI PEMBELA HAM “FWK PADANG”!
Panghulu barajo ka mufakat, mufakat barajo ka na bana, manuruik alua jo patuik, bana badiri sandirinya.
(Pemimpin berpedoman mufakat, mufakat berpedoman yang benar, menurut alur kepatutan, yang benar berdiri dengan sendirinya.)
Peribahasa Minang diatas dengan jelas memberi tahu kita bahwa kebudayaan Minang menjungjung tinggi prinsip partisipatif. Setiap kebijakan bukanlah semata keputusan sepihak dari pemegang kekuasaan, namun harus melibatkan masyarakat. Paska gempa 7,6 SR yang menimpa Kota Padang pada 30 September 2009 masyarakat Kota Padang menghadapi tantangan yang tidak mudah. Menghadirkan kembali optimisme menatap masa depan, inilah yang harus dikerjakan secara bersama-sama. Ditengah upaya menjawab tantangan tersebut, pemerintah kotamadya Padang justru membuat langkah kontra produktif. Bukannya bersinergi dengan rakyatnya, malah membuat kebijakan tanpa melibatkan warganya. Padahal kebijakan itu akan berdampak besar terhadap pencaharian banyak orang.
Kamis malam tanggal 22 Oktober 2009, TNI Yon Zikon 13/KF Jakarta atas perintah Wali Kota Padang membangun 1100 kios sementara di Jalan Pasar Baru. Keputusan membangun kios sementara lahir tanpa pernah melibatkan para pedagang. Padahal keberadaan kios dan los berpengaruh signfikan pada penghasilan para pedagang. Pembangun kios dan los mengakibatkan tertutupnya akses transportasi ke Pasar Raya Padang. Selain itu lebih kurang 250 pedagang pengumpul dari berbagai daerah yang sebelumnya menggunakan sebagian badan Jalan Pasar Baru untuk berdagang dari jam 01.00 s/d jam 08.00 tidak dapat lagi berdagang. Kegiatan jual beli pertokoan yang terdapat di sepanjang jalan Pasar Baru sampai ke Jln. Permindo juga terpukul dengan pembangunan kios dan los.
Selain melanjutkan pembangunan kios, Selasa 10 November 2009 Pemkot Padang malah meminta pedagang untuk mengosongkan toko/kios dan pindah ke Kios dan Los dengan batas waktu sampai tanggal 13 November 2009 karena gedung Inpres II, III, dan IV akan dibongkar kemudian akan dibangun oleh investor dari Malaysia dan Cina.
Pembangun kios dan los tersebut ditentang oleh para pedagang. Mereka kemudian melakukan berbagai langkah untuk menghentikan proses pembangunan. Mulai dari mengirimkan surat penolakan ke Wali Kota dan lembaga lain hingga berunjuk rasa menyampaikan penolakan ke DPRD Kota Padang. Sejak 22 Oktober 2009 hingga 10 Februari tercatat telah 7 kali para pedagang bersama elemen masyarakat lainnya berunjuk rasa ke DPRD. Buah dari perjuangan tersebut, DPRD Kota Padang telah mengeluarkan 3 surat rekomendasi agar Walikota segera menghentikan pembangunan kios dan los. Namun, rekomendasi tersebut juga tidak diindahkan.
Kasus pembangunan kios/los rupanya menjadi pemantik terjadinya konsolidasi di antara masyarakat Padang yang pernah menjadi korban kesewenang-wenangan Walikota Padang. Pada tanggal 4 Januari 2010 para pedagang bersama Forum Warga Kota, Aliansi Pedagang Pasar Raya, Gerakan Mahasiswa Padang dan korban-korban kesewenang-wenangan Walikota Padang ( warga teluk sirih, warga kurao pagang, warga Lapai, warga Pasia Nan Tigo) berunjuk rasa dan menyampaikan pernyataan sikap ke DPRD Kota Padang. Pernyataan sikap itu antara lain :
- Menolak tempat perelokasian pedagang korban gempa di jalan Pasar raya Padang dan mendesak pemkot Padang memindahkan relokasi tersebut;
- Mendesak pemkot Padang untuk membangun kembali pasar yang rusak akibat gempa bumi dengan dana APBN atau APBD dengan tidak melibatkan investor atau diswastanisasikan;
- Fungsikan kembali Terminal Angkutan Kota di areal Sentral Pasar Raya.
- Usut tuntas kasus pencaplokan tanah masyarakat Teluk Sirih yang terindikasi telah terjadi praktek KKN;
- Usut tuntas pencaplokan tanah masyarakat Kurao Pagang yang nyata-nyata merupakan perbuatan melawan hukum berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Padang (Walikota telah menjadi tersangka sejak tahun 2008 namun hingga kini prosesnya tidak berjalan);
- Usut tuntas kasus manunggal jalan BSD II Pasia Nan Tigo yang terindikasi telah terjadi KKN;
- Usut tuntas kasus korupsi meterisasi penerangan jalan umum yang diduga merugikan negara dengan nilai proyek sebesar 32,5 milyar rupiah;
- Usut tuntas dana bantuan korban gempa untuk warga Lupai tahun 2007, yang tidak tersalurkan.
Unjuk rasa ini ditanggapi positif oleh DPRD Kota Padang, DPRD membentuk pansus hari itu juga.
Pada tanggal 10 Februari 2010, PedagangPasar Raya Padang melakukan aksi tutup Toko dan bersama dengan Forum Warga Kota (FWK) Padang serta korban tindakan Wali Kota Padang kurang lebih 3.000 massa melakukan unjuk rasa ke rumah dinas Walikota Padang. Sedari unjuk rasa belum dilakukan, gangguan telah terjadi. Ketika para pedagang menutup toko dan bersiap melakukan unjuk rasa, mereka di datangi oleh puluhan orang anggota Satpol PP Kota Padang. Anggota satpol PP mengancam para pedagang untuk jangan melakukan aksi unjuk rasa.
Walikota yang hendak ditemui para pengunjuk rasa tidak berada ditempat. Kapoltabes Padang yang saat itu berada di rumah Walikota juga tidak bersedia menemui pengunjuk rasa, dengan alasan dirinya bukan tuan rumah. Hal ini kemudian disampaikan oleh pengurus FWK pada peserta unjuk rasa. Sempat terjadi kericuhan pada saat itu, namun dapat diredakan pukul 15.00 WIB. Masa kemudian mendirikan tenda untuk beristirahat, namun atas permintaan Kapoltabes Padang, pukul 21.00 WIB massa membubarkan diri.
Pada tanggal 11 Februari 2010, DPRD Kota Padang melalui Keputusan DPRD Kota Padang No. 185.05/DPRD-PGD/2010 mengeluarkan rekomendasi kepada Walikota untuk merelokasi kios sementara di Pasar Raya Padang, membayarkan bantuan gempa tahun 2007 sebesar Rp. 9,47 milyar dan penggadaan kembali terminal angkutan kota di Pasar Raya Padang. Namun hal ini tetap tidak diindahkan oleh Walikota Padang. Walikota melalui Sekretaris Daerah malah melaporkan anggota dan pengurus FWK ke Poltabes Padang atas dugaan penghasutan (160 KUHP) dan pengrusakan (170 KUHP) Rumah Dinas Walikota Padang pada aksi demonstrasi tanggal 10 Februari 2010.
Saat ini terdapat 6 orang telah ditangkap dan ditahan Poltabes Padang secara sewenang-wenang dan melawan hukum (tanpa surat tugas dan surat perintah penangkapan), mereka yakni Dedi Surya,Yandrizal, Tengku Alim Perdana, Sofyan, Ramli, Roni Putra, yang semuanya adalah pengurus dan anggota FWK. Polisi juga melakukan penggeledahan rumah-rumah (tanpa surat izin penggeledahan) dan penyitaan harta benda milik anggota FWK berupa 1 unit sepeda motor dan 1 unit mobil (tanpa surat izin penyitaan). Sedangkan anggota dan pengurus FWK yang lainnya hampir setiap malam rumahnya didatangi oleh orang tak dikenal yang menanyakan keberadaan mereka. Merasa dirinya tidak aman, maka beberapa dari mereka memilih meninggalkan Kota Padang untuk meminta perlindungan.
Penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, pengeledahan dan penyitaan yang tidak sesuai prosedur serta intimidasi dari orang tak dikenal terhadap anggota dan pengurus FWK, kriminalisasi terhadap Roni Putra, yang juga pelapor kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Walikota dalam proyek penerangan jalan umum sebesar 32,5 Milyar rupiah dan dana bantuan gempa senilai 46 Milyar rupiah dengan pasal penghasutan dan pengrusakan. Selain itu, saat ini H. Afrizal (ketua FWK) dan Andi Desmon (Sekretaris FWK) telah masuk dalam Daftar pencariaan orang. Padahal, tidak satu pun dari mereka / keluarga mereka pernah menerima surat panggilan. Artinya polisi telah gegabah dan terburu-buru ketika memasukan mereka dalam DPO. Kondisi-kondisi di atas memperkuat dugaan telah terjadinya upaya sistematis melumpuhkan pengurus dan anggota FWK yang sedang melakukan kerja-kerja pembelaan hak asasi manusia. Hukum dan aparat penegak hukum dipakai sebagai alat untuk menyandera keadilan. Para pembela hak asasi manusia yang berteriak lantang menuntut penuntasan kasus-kasus tersebut justru dikriminalisasi.
Berdasarkan hal tersebut di atas, Kontras, Imparsial, Walhi Eknas, LBH Jakarta, YLBHI menyampaikan pernyataaan sebagai berikut :
- Mendesak Poltabes Padang agar segera membebaskan para pengurus dan anggota FWK yang ditangkap dan ditahan secara sewenang-wenang serta menindak tegas pelaku intimidasi dan teror terhadap anggota dan pengurus FWK beserta keluarga;
- Mendesak Poltabes Padang untuk menerapkan proses hukum yang jujur dan adil dengan mengedepankan nilai-nilai ham;
- Mendesak Propam Mabes Polri dan Polda Sumatera Barat untuk segera mengambil tindakan tegas dengan menonaktifkan Kapoltabes Padang dan Kasat Reskrim serta segera mengusut dugaan pelanggaran disiplin dan kode etik profesi Polri dalam proses penangkapan, penahanan, penyitaan dan penggeledahan sewenang-wenang;
- Mendesak Kompolnas untuk melakukan tindakan pemantauan atas dugaan pelanggaran kode etik dan disiplin POLRI dalam proses penyidikan terhadap 6 orang pengurus dan anggota FWK
- Mendesak Kepolisian Republik Indonesia untuk segera melanjutkan proses penyidikan terhadap Walikota Padang yang telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus pencaplokan tanah Masyarakat Kurao Pagang sejak tahun 2008;
- Mendesak Komnas HAM agar segera melakukan fungsi pemantauan dengan menyelidiki dugaan pelanggaran HAM terhadap 6 orang pengurus dan anggota FWK yang dikriminalisasi ketika sedang mengkritisi kebijakan pemkot padang dan melakukan kerja-kerja pembelaan hak asasi manusia
Jakarta, 7 Maret 2010
Hormat Kami
LBH Jakarta, KONTRAS, IMPARSIAL, Eknas Walhi, YLBHI
Contac Person : Nurkholis – 085883699373, Indri – 08161466341