Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang kasus dugaan penyalahgunaan narkotika, dengan terdakwa Dendy Apriyandi pada Senin (26/3). Dendy didakwa melanggar pasal pengedaran atau pasal menguasai narkotika tanpa hak (Pasal 114 subsider Pasal 112 UU 35 Tahun 2009). Agenda persidangan pada kali ini memasuki pemeriksaan terdakwa.
Dalam keterangannya kepada jaksa penuntut umum dan majelis hakim, Dendy Apriyandi mengaku jika sebelumnya pernah ditangkap oleh polisi dan kemudian dimasukkan ke dalam program rehabilitasi korban penyalahgunaan narkotika di Panti Sosial Galih Pakuan Ciseeng, Kab. Bogor. Saat itu ia ditangkap bersama teman perempuannya yang bernama Eliyani Rusdi, dan tak lama kemudian keduanya dikirim ke Panti Rehabilitasi.
“Ya, saya sebelumnya adalah pasien rehabilitasi di Panti Sosial Galih Pakuan Bogor. Saya diciduk bareng teman perempuan saya yang bernama Eli, saat memakai narkotika bersama. Habis itu saya menjalani rehabilitasi”, ungkap dalam pengadilan Dendy.
Saat menjalani rehabilitasi tersebut, Dendy menyatakan bahwa dirinya diasuh oleh seorang pembina panti yang bernama Riski. Segala peralatan yang dimiliki Dendy, dan apa pun yang hendak diinginkan Dendy, harus melewati izin restu dan sepengetahuan daripada Riski.
“Di panti saya boleh izin keluar panti, kalau mau beli sesuatu. Atau juga boleh pakai handphone kalau diluar. Tapi itu harus sepengetahuan pengasuh panti saya, yang namanya Rizky. Ketika masuk panti, barang-barang tersebut ya dikembalikan lagi ke Riski,” imbuh Dendy.
Setelah menjalani rehabilitasi hingga saat kejadian penangkapan terhadap dirinya di tanggal 27 November 2017 pada pukul 21.00 WIB. Dendy mengakui bahwa dirinya sempat izin untuk meninggalkan panti (home leave) dan masih melakukan wajib lapor kepada pihak panti rehabilitasi. Saat melakukan wajib lapor, Dendy diantar oleh ibu dan adiknya. Hingga kemudian tiba di lokasi panti rehabilitasi, Dendy menitipkan seluruh barangnya termasuk dompet dan handphone disita oleh Riski selaku pembina di panti.
Sore hari pada tanggal 27 November 2017 itu, Riski berinisiatif mengantarkan ibu dan adiknya Dendy untuk pulang dengan menggunakan mobil milik Dendy. Keduanya diantarkan oleh Riski hingga Pasar Ciseeng. Setelah itu, Riski kembali ke panti rehabilitasi, dan kemudian pada pukul 19.00 WIB mengajak Dendy untuk pergi bersama ke rumah Ramli, seorang yang juga adalah pengasuh panti rehabilitasi.
“Saya diajak oleh saudara Riski untuk pergi ke rumah Ramli. Kita bersilaturahmi disana. Hingga kemudian ketika saya mau pulang, Riski memberikan dompet dan kunci mobil kepada saya. Saya pun pulang sendiri, hingga tak lama kemudian ban mobil saya bocor. Nah disitu ketika saya mau nambal ban di tukang tambal ban, saya disamperin orang yang mengaku dari Polsek Senen. Disitu digeledahlah saya,” tandas Dendy.
Sebelum digeledah, Dendy mengakui bahwa dirinya ditanya terlebih dahulu identitasnya oleh polisi tersebut. Para polisi tersebut kemudian menggeledah mobil beserta barang Dendy lainnya, hingga polisi menemukan secara tiba-tiba di handle pintu mobil dan dompet Dendy adanya bungkusan narkotika.
“Polisi-polisi itu teriak-teriak “ada narkoba nih, ada narkoba,” kenang Dendy.
Pada saat itu pula Dendy mengakui bahwa ia tidak mengetahui kepemilikan barang tersebut. Dendy juga mengatakan bahwa saat ia seharian bersama Riski, semua barang-barang milik Dendy dikuasai oleh Riski.
“Saya ga tau itu punya siapa. Tapi habis itu saya digelandang langsung dibawa dari Cibinong Bogor ke Polsek Senen Jakarta Pusat,” ungkap Dendy.
Selama proses pemeriksaan di Polsek Senen Jakarta Pusat, Dendy terus menyatakan secara konsisten bahwa bungkusan narkotika tersebut bukanlah miliknya. Dalam persidangan, ia merasa bahwa ada yang menjebak dirinya agar terkena kasus pidana penyalagunaan narkotika.
Sepanjang persidangan, Dendy mengakui bahwa sebelumnya pernah terlibat masalah dengan seorang anggota DPR RI bernama MM. Masalah tersebut berakar dari kecemburuan MM terhadap Dendy, karena Dendy adalah teman dekat dari Eli. Sepengetahuan Dendy, Eli sendiri sudah menjadi istri siri/istri kedua daripada MM.
“Elly itu teman dari semenjak zaman sekolah dulu, kira-kira SMA. Kadang sering main dan kumpul bareng. Terakhir kumpul itu ya yang pas pakai narkoba sebelum direhab itu. Tapi karena itulah, MM yang sudah jadi suami sirinya Eli seperti jadi cemburu buta. Pernah waktu sebelum kejadian penangkapan saya ini, mobil saya ketika diparkir di satu gedung, digembok sama dia. Saya sama MM sampai kemudian ribut-ribut juga di Polsek Tanah Abang. Tapi kemudian ya damai begitu saja, tapi masih ribut sebenarnya sampai sekarang”, ujar Dendy di persidangan.
Dendy sendiri menyatakan bahwa dirinya merasakan bahwa kasus ini dirancang dan dimanipulasi oleh pihak MM melalui pengacaranya yang bernama Dewi Kartika. Dendy merasa dijebak. Dalam persidangan, Dendy menyatakan bahwa ia mendapatkan kabar jika Riski yang adalah pengasuhnya di panti rehabilitasi, pernah berhubungan oleh Dewi Kartika. Saat pemeriksaan saksi dari penangkap Polsek Senen, para saksi bersikukuh merahasiakan pelapor kasus Dendy. Saksi tidak mau terbuka.
Hingga persidangan terakhir, Jaksa Penuntut Umum hanya bisa menghadirkan saksi penangkap dari Polsek Senen. Meskipun Dendy maupun Tim Penasihat Hukum sudah mencoba mengajukan agar Riski dihadirkan di persidangan sebagai saksi sejak penyidikan, namun hingga saat ini Jaksa Penuntut Umum maupun Majelis Hakim tidak bisa menghadirkannya, dengan alasan Riski sudah menghilang.
Tim Penasihat Hukum juga menilai, bahwa saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, yakni polisi yang menangkapi Dendy, tidaklah objektif dan kredibel sebagai saksi, karena saksi tersebut memiliki agenda kepentingan terkait kasus ini. Beberapa putusan Mahkamah Agung membenarkan hal tersebut.
Di akhir persidangan, Dendy menyatakan kembali secara lantang bahwa barang narkotika yang dijadikan barang bukti perkara oleh Jaksa Penuntut Umum bukanlah miliknya. Ia juga menegaskan bahwa hingga ia ditangkap dan melakukan tes urin, hasil tes urin justru menunjukkan bahwa dirinya negatif atau tidak terbukti sebagai pemakai narkotika. (Rasyid)