Sidang Jumhur Hidayat kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Agenda sidang pada Kamis, 16 September 2021 adalah pemeriksaan Terdakwa Jumhur Hidayat yang merupakan babak terakhir dari pembuktian dalam proses persidangan.
Sidang dimulai dengan Majelis Hakim mempersilahkan Jaksa Penuntut Umum mengajukan pertanyaannya kepada Jumhur Hidayat. Tim Jaksa Penuntut Umum menanyakan apa motif atau maksud dari Jumhur Hidayat yang memposting tweet tersebut. Jumhur pun menjawab dengan menyebutkan dua alasannya yaitu yang pertama, ia merupakan pimpinan salah satu serikat buruh dan kedua ia memiliki berbagai teman-teman dari gerakan civil society. Adapun lebih lanjut pihak JPU menanyakan makna dari cuitan tersebut yang kemudian dijawab oleh Jumhur “Sebuah bangsa disebut terjajah itu apabila ia dieksploitasi dengan buruh murah, kekayaan alamnya digerus, sebagai platform investasi, dan menjadi pasar. Makanya saya melihat UU Omnibus law ini akan membawa kita kesitu. Belanda memakai bendera dan resmi pemerintahannya menjajah Indonesia setelah 200 tahun perusahaan dagang belanda masuk terlebih dahulu.”
Sidang dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh Tim Penasihat Hukum kepada Jumhur Hidayat. Beberapa hal yang menarik dari persidangan kali ini datang dari jawaban Jumhur Hidayat pada saat pertanyaan dilemparkan oleh Tim PH, diantaranya:
Pertama, bahwa jelas cuitan yang dilontarkan Jumhur pada media sosial Twitter merupakan bentuk ekspresi masyarakat sipil yang menolak Omnibus Law. Dalam proses persidangan, seringkali adanya anggapan bahwa postingan Jumhur tersebut mengakibatkan “kerusuhan” pada saat aksi Omnibus Law pada Oktober 2020 lalu. Menariknya, pada persidangan yang lain telah diproses saksi A yang diduga menjadi aktor kerusuhan pada saat aksi omnibus law, saksi A juga merupakan saksi yang memberatkan dalam perkara Jumhur, namun JPU tidak menghadirkan saksi A tersebut, Tim PH menanyakan apakah Jumhur Hidayat mengenal saksi A, yang kemudian oleh Jumhur dijawab tidak mengenal tetapi tahu. Pertanyaan ini berujung pada satu fakta yang ditemukan bahwa saksi A yang dianggap melakukan kerusuhan pada saat aksi Omnibus Law–yang merupakan saksi yang memberatkan Jumhur dalam persidangan namun tidak dihadirkan; atau bisa dibilang saksi A merupakan bukti yang menghubungkan cuitan yang dilakukan Jumhur dengan peristiwa kerusuhan. Lebih lanjut, pada proses persidangan saksi A di Depok, saksi A menyatakan bahwa ia tidak memiliki akun twitter. Ia menyatakan bahwa dia membaca seruan aksi dari Instagram.
Kedua, Jumhur Hidayat menceritakan mengenai pengalamannya terlibat dalam gerakan sipil sejak mahasiswa pada era Orde Baru. Jumhur Hidayat pun menceritakan bahwa ia pernah dipenjara selama 3 tahun di era Orde Baru tersebut. Jumhur juga menjelaskan bahwa postingan atau kritik terhadap suatu kebijakan terutama yang berdampak pada hak-hak buruh yang menjadi proses panjang persidangan hari ini bukanlah yang pertama, melainkan ia sudah melakukan kritik dengan memuat tulisan-tulisan, memberi masukan, melakukan diskusi serta berbicara di media. Adapun Jumhur menjelaskan bahwa justru ia memperjuangkan SARA, hak buruh, masyarakat adat dan lainnya. Jumhur pun percaya bahwa ketika ia membela dan memperjuangkan SARA dan hak asasi manusia, itu adalah tindakan mulia.
Menariknya dari poin kedua di atas, salah seorang Majelis Hakim melontarkan pertanyaan kepada Jumhur Hidayat yang pada intinya “Anda aktivis dari muda, dan memang pernah juga dipidana karena aktivitas Saudara. dipecat juga. Artinya ini juga merupakan bagian dari pengalaman hidup Saudara. selama beraktivitas juga selain anda pernah ditahan atau dipidana, ada aktivitas yang berhasil dari perjuangan saudara. kalau seperti itu, apa sebab atau adakah perbedaan aktivitas saudara dulu ditahan dan dipidana dan anda beraktivitas juga tapi tidak dipidana dan sekarang anda diproses. apa beda dari aktivitas saudara berhasil dan sekarang diproses? Silahkan jujur, apa yang ada di pikiran saudara atau dibenak saudara pada saat menulis narasi tersebut? pilihan apa yang membuat saudara memasukkan itu ke twitter? kenapa tidak melakukan diskusi padahal Saudara pernah berhasil dengan cara tersebut? bahkan perjuangan Anda itu menaikkan upah minimum, memberikan kesempatan kepada buruh untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Pada saat menulis, kenapa Anda merubah kebiasaan diskusi, anda menuangkan kebiasaan tersebut?”
Dari jawaban tersebut, Jumhur Hidayat menjawab yang pada intinya “yang ada di benak saya semua dalam skema ketidaksetujuan dengan omnibus law. Perjuangan omnibus law dilakukan di berbagai front: diskusi, dialog, media massa, dan twitter. semua front. oleh teman-teman yang merasa perlu adanya perlawanan terhadap kebijakan, kami diskusi. Tapi ternyata pemerintah keras kepala. Bikin rapat sendiri-sendiri, kita gak diajak. itu semua civil society merasa gak diajak, jadi ini sekiranya suasana kebatinan saya membuat narasi di twitter, yang saya lakukan adalah bentuk selemah-lemahnya perjuangan melalui twitter.” Selama proses persidangan pun Jumhur Hidayat menjelaskan bahwa kritikan yang ia tuangkan melalui twitter tersebut merupakan kritik terhadap kebijakan yang dibuat oleh DPR dan Pemerintah, substansi serta proses pembuatan UU tersebut, bukan terhadap individu tertentu. Hal yang dilakukan oleh Jumhur pun merupakan bagian dari perjuangan masyarakat sipil dalam menuntut haknya serta merupakan bentuk ekspresi bagi masyarakat sipil yang terlanggar haknya.
Pemeriksaan Terdakwa Jumhur Hidayat ditutup dengan tiga poin terakhir yang disampaikan, yaitu:
- saya tidak berbohong karena hanya mengomentari berita. tidak mengomentari sesuatu yang berbeda dari fakta;
- saya tidak punya niat apapun untuk melakukan kerusuhan/keonaran. saya tidak terkoneksi dengan mereka dan saya pada saat itu dalam keadaan sakit. bisa jadi dulu sebagai bentuk perlawanan terakhir;
- saya tidak berbuat keonaran, diskusi sudah dilewatkan. tapi itu tadi, pemerintahnya keras kepala.
Pemeriksaan selesai pada pukul 12.21 WIB dan sidang ditunda dan akan dilanjutkan pada 23 September 2021 dengan agenda sidang Pembacaan Tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum. (Jihan Fauziah Hamdi)