Sidang Kasus 21-22 dalam perkara pidana No. 1274/Pid.B/2019/PN Jkt.Brt di Pengadilan Jakarta Barat pada Selasa (20/08) dilanjutkan dengan agenda pembacaan Eksepsi (Keberatan). Ada tiga terdakwa yang dituntut dalam dakwaan ini, yaitu Agus Maenaki, Febri Mujib Kulyubi, dan Mochammad Aminudin. Sebelumnya (13/08), Jaksa Penuntut Umum, Edwin I. Beslar telah membacakan tuntu tannya pada sidang pertama. Ada tujuh tuntutan dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum No.Reg.Perk.: PDM-172/JKT.BR/07/2019.
Dalam sidang kali ini, hanya ada satu terdakwa yang mengajukan Eksepsi, yaitu Agus Maenaki, sedangkan yang lainnya menolak untuk melakukan eksepsi. Pembacaan Eksepsi Agus Maenaki dibacakan oleh Penasehat Hukumnya Shaleh al Ghifari dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Ada beberapa poin yang menjadikan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum ini ditangkis, di antaranya karena kewenangan mengadilinya tidak berwenang secara “relatif”, tidak dapat terima, dan batal demi hukum.
Dalam hal ini, Pengadilan Negeri Jakarta Barat tidak berwenang secara “relatif” karena wilayah hukum saat Agus dituduh melakukan bukan di Jakarta Barat, melainkan di Jakarta Pusat karena saat kejadian Agus hendak pulang ke kosnya di Petamburan I, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum juga tidak dapat diterima karena Surat Dakwaan Error in Persona, yaitu orang yang diajukan oleh Penuntut Umum sebagai terdakwa “keliru” yang semestinya diajukan sebagai terdakwa adalah orang lain karena dia pelaku tindak pidana sebenarnya. Bila dilihat dari keterangan di Surat Dakwaan, peristiwa kerusuhan terjadi sekitar pukul 02.30 WIB, sedangkan Agus baru tiba di Jl. KS. Tubun sekitar pukul 05.30 WIB. Saat Penyidikan, Agus juga tidak didampingi penasehat hukum.
Dalam Eksepsi disebutkan bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap sehingga surat dakwaan menjadi batal demi hukum. Dalam dakwaan ini uraian tindak pidana yang didakwakan dan bentuk dakwaan terhadap Agus menjadi kabur (obscuur libel). Jaksa Penuntut Umum mendakwakan Agus dan Terdakwa lainnya dengan beberapa pasal alternatif, di antaranya Pasal 211 KUHP jo. 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 212 KUHP jo. 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 214 ayat (1) KUHP, Pasal 170 ayat (1) KUHP, Pasal 358 ke-1 KUHP, Pasal 187 ke-1 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau Pasal 218 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dari tujuh dakwaan yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum, tidak ada satu pun yang menerangkan tentang unsur tindak pidana yang dilakukan oleh Agus; siapa, kapan, dimana, bahkan bagaimana tindak pidana tersebut dilakukan tidak diterangkan oleh Jaksa Penuntut Umum, Jaksa hanya menerangkan kerusuhan yang dilakukan oleh “massa”, tapi tidak merujuk langsung pada terdakwa. Hal ini menyebabkan tidak terpenuhinya syarat materiil dan menyebabkan dakwaan batal demi hukum. Dari banyaknya dakwaan yang dituntut Jaksa, meskipun dakwaannya berbentuk alternatif, tapi hal ini menunjukan ketidaktegasan Jaksa dalam mengajukan dakwaan sehingga merugikan terdakwa. Seolah Jaksa sedang menjajahkan dakwaan dan tinggal memilih mana yang paling pas. Apalagi ada tujuh dakwaan alternatif dan membuat surat dakwaan ini tidak terang. Lagi pula, apabila surat dakwaan ini memang bersifat alternatif, harusnya pasal yang dikenakan harus pasal yang mirip, bukan berdiri sendiri.
Selanjutnya, sidang ditunda sampai tujuh hari ke depan dengan agenda tanggapan dari Jaksa Penuntut Umum.