Rabu, 24 Juli 2024. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta secara resmi menerima pemberitahuan (relaas) isi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1206 K/Pdt/2024, terkait perkara gugatan warga negara terhadap kelalaian dan kegagalan negara dalam melindungi warga dari jeratan praktik pinjol yang eksploitatif. Setelah perjalanan panjang dan dinyatakan kalah di tingkat pertama maupun banding, gugatan yang diajukan 19 warga ini akhirnya dinyatakan diterima dan dikabulkan.
Presiden, Wakil Presiden, Ketua DPR RI, Menkominfo, dan Ketua Dewan Komisioner OJK bahkan juga dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum lantaran lalai dan membiarkan transaksi pinjaman online (pinjol) berjalan tanpa adanya regulasi perlindungan, sehingga menyebabkan warga tereksploitasi. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim tingkat Kasasi pada Mahkamah Agung yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan bahwa:
“…apabila berlanjut tanpa pengaturan secara hukum yang adil dan berkepastian hukum, keberadaan pinjaman online tidak akan membawa manfaat dan kebaikan bagi masyarakat, tetapi justru sebaliknya akan membawa kehidupan masyarakat tenggelam pada keterpurukan secara ekonomi tereksploitasi dan tidak dapat bangkit lagi.
Bahwa berdasarkan alasan tersebut, gugatan Para Penggugat terhadap Para Tergugat justru membawa manfaat besar bagi masyarakat dalam upaya menghentikan jeratan dan eksploitasi pinjaman online, melalui dilahirkannya peraturan yang adil, berkepastian hukum dan komprehensif, yang semuanya itu menjadi kewajiban Tergugat I Presiden RepubIik Indonesia dengan dukungan Para Tergugat II, III, IV dan V.”
Terhadap putusan tersebut, LBH Jakarta bersama-sama dengan Para Penggugat berpandangan sebagai berikut:
Pertama, Mahkamah Agung telah mengambil langkah yang tepat dalam mengadili dan memutus perkara ini. Sebagai lembaga peradilan tertinggi, sudah semestinya Mahkamah Agung mengoreksi lembaga peradilan yang ada di bawahnya dengan mengeluarkan putusan-putusan yang substansinya yang membela kepentingan umum.
Kedua, putusan ini semakin membuat terang persoalan. Praktik-praktik eksploitatif pinjol telah menjadi fakta persidangan dan kaidah hukum dalam putusan. Hal ini sekaligus membuktikan bagaimana negara telah gagal dan lalai melindungi warga.
Sejak membuka pos pengaduan pada 25 November 2018, LBH Jakarta telah menerima 1330 pengaduan korban pinjol dari 25 Provinsi di Indonesia. Dari ribuan pengaduan tersebut, setidaknya ditemukan kesimpulan bahwa keberadaan pinjol menunjukkan adanya kemudahan meminjam dan memperoleh dana cepat, tetapi justru sangat eksploitatif dan tanpa perlindungan hukum yang memadai dari negara, khususnya terhadap hak konsumen untuk memperoleh rasa aman.
LBH Jakarta menilai bahwa selama ini negara telah gagal menahan laju dan menata regulasi bagi praktik-praktik pinjol yang sarat akan pelanggaran, yakni bunga tinggi dan tanpa batasan, penagihan yang agresif, tidak manusiawi, menimbulkan kekerasan terhadap perempuan, penyebaran data pribadi, dan banyak lainnya.
Ketiga, melalui putusan ini pula hak atas privasi dan pelindungan data pribadi warga ketika menjadi konsumen aplikasi pinjol dapat terjamin, dalam putusan ini terdapat kewajiban Para Tergugat untuk menetapkan sistem pengawasan pelindungan data pribadi yang terintegrasi dan mumpuni, batasan pengambilan akses data pribadi (limited to what is necessary), serta larangan tegas terhadap penyebaran data pribadi.
Keempat, dengan putusan ini, diharapkan sikap resisten dan keras kepala negara terkait praktik-praktik eksploitatif pinjol dapat diurai. Setidaknya sejak 2018, LBH Jakarta telah aktif menyuarakan pandangan kritis dan berbagai data mengenai jumlah korban dan pola pelanggaran hukum dan HAM dari praktik-praktik pinjol. Namun, berbagai lembaga negara, khususnya OJK, terkesan memandang remeh persoalan ini. OJK bahkan lebih menyoroti persoalan keperdataan ketimbang aspek perlindungan negara terhadap warga dari praktik-praktik pinjol yang eksploitatif.
Para Tergugat, dalam hal ini Presiden, Wakil Presiden, Ketua DPR RI, Menkominfo, dan Ketua Dewan Komisioner OJK, tidak memiliki jalan lain selain mematuhi, menaati, dan menjalankan putusan ini. Putusan ini harus dijadikan pedoman untuk menata regulasi dan mengeluarkan kebijakan-kebijakan terkait praktik pinjol yang sesuai dengan prinsip dan standar HAM.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka kami mendesak agar:
- Presiden, Wakil Presiden, Ketua DPR RI, Menkominfo, dan Ketua Dewan Komisioner OJK segera mematuhi dan menaati putusan ini dengan tidak mengajukan upaya hukum luar biasa, dalam hal ini peninjauan kembali;
- Presiden, Wakil Presiden, Ketua DPR RI, Menkominfo, dan Ketua Dewan Komisioner OJK segera menjalankan putusan ini dengan menata regulasi dan mengeluarkan kebijakan-kebijakan terkait praktik pinjol yang sesuai dengan prinsip dan standar HAM. Dalam prosesnya, dilakukan dengan pelibatan partisipasi publik, terutama korban secara bermakna (meaningful participation);
- Presiden, Wakil Presiden, Ketua DPR RI, Menkominfo, dan Ketua Dewan Komisioner OJK secara bersama-sama menyatakan pengakuan publik bahwa telah bersalah karena lalai dan gagal melindungi warga dari praktik-praktik eksploitatif pinjol, serta menyatakan pula komitmennya untuk mengambil langkah konkret ke depannya sesuai dengan putusan ini.
Jakarta, 25 Juli 2024
Hormat kami,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta